jpnn.com, SAMARINDA - Polresta Samarinda masih menelusuri kasus dugaan persekusi oleh tiga oknum anggota DPRD Samarinda di Jalan Adam Malik, Kelurahan Karang Asam Ilir, Kecamatan Sungai Kunjang, pada Sabtu (15/9) lalu.
Data yang dikumpulkan Kaltim Post (Jawa Pos Group), dua korban yang menggunakan Yamaha Jupiter MX KT 6369 LT, adalah warga Balikpapan. Keduanya berinisial WS dan AD.
BACA JUGA: MUI Minta Tiga Politisi PDIP Minta Maaf
“Ya, benar. Tapi jangan disebutkan dulu nama terangnya,” tegas Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Sudarsono saat ditemui Kaltim Post. Perwira melati satu itu menyebut, dengan senang hati akan menerima laporan korban. “Itu lebih bagus,” tegasnya.
Menurut eks Kapolsek Kawasan Pelabuhan (KP) Samarinda itu, jajarannya sedang mencari keberadaan korban. “Kami ingin minta keterangan mereka,” tegasnya.
BACA JUGA: Polda Bakal Periksa Pemakai Kaus #2019GantiPresiden
Disinggung bahwa pengusutan tak harus menunggu adanya laporan korban, perwira yang pernah bertugas di Polda Bali itu menyebut, yang dilakukan anggota sifatnya lebih menjurus ke penyelidikan. “Artinya, memang kami terus melakukan penelusuran,” tegas Sudarsono.
Sudarsono lalu meminta kepada awak media untuk memberi waktu petugas fokus menyelidiki kasus tersebut. “Nanti kami beber semuanya,” tegasnya.
BACA JUGA: Ini Respons MUI terkait Ucapkan Tiga Politikus PDIP
Setelahnya, polisi bakal meminta keterangan terhadap tiga oknum anggota dewan yang diduga melakukan persekusi. Yakni Ahmad Vananzda, Suriani dan Hairil Usman.
“Enggak tahu waktunya kapan, kami fokus dulu ke korban,” jelasnya. Kasus persekusi yang kini menjadi polemik di masyarakat itu, merupakan buntut dari dilarangnya pelaksanaan deklarasi #2019GantiPresiden. Di beberapa daerah, aksi serupa juga mendapat perlawanan. Padahal, menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), aksi itu tidak menyalahi aturan.
Begitu pun dengan pendapat kriminolog Universitas Indonesia Muhammad Mustofa kepada Kaltim Post, Kamis (20/9). “Rasanya, tidak ada aturan atau hukum yang menyebut, dilarang menggunakan baju bertuliskan #2019GantiPresiden,” sebutnya.
Menurut Mustofa, keinginan berpendapat oleh seseorang, dianggap lumrah dalam negara demokrasi. Siapa saja bisa mengemukakan pendapat. Polemik tersebut juga diungkapkan Mustofa bisa menandakan keberpihakan dan dianggap tak netral.
“Analisis saya, ada kecenderungan secara subjektif keberpihakan aparat kepada yang berkuasa. Itu merupakan hal yang umum. (Tetapi) bukan berarti aparat disalahgunakan,” tegas Mustofa.
Sementara itu, pengamat hukum Ivan Zairani Lisi yang juga tenaga pengajar di Unmul itu menyebut, masalah yang jadi buah bibir itu menyangkut aspirasi masyarakat. Anggota dewan seharusnya bersifat netral dan profesional. “Tindakan itu justru merugikan anggota dewan itu sendiri,” sebutnya. (*/dra/riz/k18)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 3 Politikus PDIP Persekusi Pemakai Kaus #2019GantiPresiden
Redaktur & Reporter : Soetomo