Politik Saling Kunci Habiskan Energi

Jumat, 10 Desember 2010 – 00:00 WIB

JAKARTA - Pengamat dari Sugeng Sarjadi Syndicate (SSS) Sukardi Rinakit, mencermati sepanjang 2010 ini terjadi fenomena politik saling kunciAdapun tiga aktor utama dalam politik saling kunci itu adalah partai politik, presiden dan mahasiswa

BACA JUGA: Polisi Teliti Rekaman Gayus-Masno

Akibatnya, politik yang dijalankan menjadi tidak efektif.

“Ketiga kelompok strategis ini saling terkunci dan mengunci satu sama lain
Akibatnya, politik menjadi tidak efektif karena energi setiap aktor politik khususnya presiden dan partai politik terkuras untuk manuver politik,” kata Sukardi pada acara “Refleksi Politik-Ekonomi 2010” di The Akbar Tandjung Institute, Jakarta, Kamis (9/12).

Hadir dalam diskusi itu antara lain Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso, pengamat ekonomi INDEF Didik J Rachbini, serta Ketua DPP PDI Perjuangan, Arief Budimanta

BACA JUGA: Imbau Seluruh Instansi Peringati Antikorupsi

Lebih lanjut Sukardi mengatakan, hampir semua partai politik, terutama empat partai terbesar, terkunci oleh suatu kasus


Partai Demokrat tersandera dengan kasus skandal Bank Century, Partai Golkar oleh kasus mafia pajak Gayus Tambunan, PDIP kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, dan PKS karena kasus Misbakhun

BACA JUGA: MK Uji UU Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

“Situasi itu tentu saja menyedot energi partai-partai tersebutMereka kehilangan fokus,” katanya.

Sukardi juga melihat partai-partai koalisi di dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) lebih sibuk memikirkan hal-hal sepele seperti reshuffle kabinet ketimbang mendorong kinerja pemerintah secara keseluruhanSebaliknya, partai-partai oposisi terutama PDIP tidak bergairah mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah.

“Tidak mengherankan jika peran oposisi sepenuhnya diambil alih oleh para aktivis dan mahasiswa,” kata Sukardi sembari menambahkan, situasi saling sandera di antara partai politik tersebut memberi ruang lebih luas pada presiden untuk mengunci parpol anggota koalisi, termasuk dengan penggunaan sekretariat gabungan.

Ditambah lagi dengan karakter presiden yang peragu, sebut Sukardi, mendorong partai-partai mitra koalisi untuk menjadikan Setgab sebagai arena untuk mengkritisi Presiden apabila kepentingan partai tergangguAkibatnya, urusan-urusan strategis menyangkut manajemen pemerintahan dan ketatanegaraan seperti pemilihan ketua KPK, Komisi Yudisial, Kapolri dan Jaksa Agung menjadi berlarut-larut.

Selain itu, komunikasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seringkali berisi hal-hal yang sulit untuk dipahami masyarakat sehingga tidak efektif“Komentar tentang monarki Yogyakarta adalah contoh terakhir dari komunikasi presiden yang tidak efektif,” katanya.

Dalam kesempatan sama, Priyo Budi Santoso menyampaikan soal malapetaka pemilihan kepala daerah langsung yang terjadi di IndonesiaMenurut dia, saat ini hampir setiap kepala desa, wali kota, wakil wali kota, bupati, wakil bupati, gubernur, dan wakil gubernur dipilih melalui mekanisme pemilihan langsung.

“Kita melihat mahalnya demokrasiBiaya ekonomi dalam arti logistik dan dan biaya sosialnya tinggiKita melihat pilkada selalu sisakan satu hal, yaitu gesekan antarpendukung partai,” kata dia.

Hal ini, kata Priyo, mencemaskan dan menjadi ancaman terhadap kehidupan demokrasi di IndonesiaRakyat menjadi lelahJika dibiarkan, tak mustahil tempat pemungutan suara semakin ditinggalkan rakyatCita-cita untuk mewujudkan sistem demokrasi yang baik bak mimpi di siang bolong.

Oleh karena itu, lanjut politisi Partai Golkar itu, wacana pemilihan kepala daerah dilakukan secara serentak, sehingga dengan demikian biaya ekonomi dan sosial dapat diminimalisasi.

“Alternatif lainnya, kepala daerah dipilih oleh presiden dan DPRD secara bersama-sama,” katanya sambil menambahkan bahwa DPR saat ini tengah berencana memisahkan UU pemda dan UU soal pilkadaSaat ini, keduanya diatur pada UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Keluarga Harapan Diprogram Kurangi Kemiskinan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler