Politikus PKS Tolak Kretek Masuk RUU Kebudayaan

Jumat, 25 September 2015 – 22:05 WIB
ILUSTRASI. Petani Tembakau. FOTO: DOK. JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari menolak masuknya rokok ke dalam aturan resmi perundang-undangan Indonesia. Faktanya, menurut Almasyhari, lewat konsep kretek, substansi rokok sudah muncul dalam naskah RUU Kebudayaan yang sedang dibahas DPR.

“Meski tradisi Indonesia, kretek seharusnya tidak masuk dalam RUU Kebudayaan. Sebab kretek dapat mengakibatkan dampak negatif bagi generasi bangsa,” kata Abdul Kharis Almasyhari, dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (25/9).

BACA JUGA: Program Desa Belum Jalan Ini Penyebabnya...

Menurut politikus PKS ini, masyarakat harus berperan aktif dalam mengkritisi setiap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah maupun DPR. Karena itu, dia mengajak masyarakat untuk mengkaji dan memperdalam dampak yang mungkin terjadi bila pasal tentang kretek dicantumkan dalam RUU Kebudayaan.

“Jelas, kalau seperti itu akan berbahaya. Nanti juga bisa ada yang meminta ganja dan tuak dimasukkan dalam RUU Kebudayaan dengan alasan warisan tradisi," ujar anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah V ini.

BACA JUGA: Ini Empat Seruan Kemdagri Atasi Lambannya Program Dana Desa

Dia mengakui, kretek merupakan salah satu tradisi karena hanya ada di Indonesia. Campuran tembakau dan beberapa herbal seperti cengkeh yang dibakar dan dihisap sebagai rokok memang merupakan peninggalan tradisi bangsa.

“Di beberapa bagian masyarakat Indonesia, penggunaan ganja dan tuak juga bagian dari tradisi. Ada masyarakat yang menggunakan daun ganja sebagai bumbu masakan dan ada pula yang meminum tuak,” ungkapnya.

BACA JUGA: Jaksa Agung: Jokowi Wacanakan Penyelesaian Kasus HAM Berat Tanpa Proses Hukum

Tradisi yang membawa dampak negatif bagi generasi bangsa lanjutnya, tidak perlu dipertahankan.

“Kita tidak ingin pelajar sebagai generasi penerus bangsa rusak akibat kebiasaan merokok,” tegasnya.

Apalagi, berdasarkan data survei tembakau remaja global (GYTS) 2014, yang dilakukan pada pelajar SMP usia 13 hingga 15 tahun, yang menemukan 18,3 persen pelajar Indonesia sudah memiliki kebiasaan merokok.

Ia meminta agar pemerintah dan DPR mendorong dan melindungi tradisi-tradisi nasional yang membawa dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Bukan yang memberikan dampak negatif,” katanya.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Apresiasi Kemenag Terkait Tragedi Mina, Ini Alasannya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler