Polri dan PGRI Teken MoU, Isinya...

Selasa, 21 Juni 2016 – 00:09 WIB
Guru mengajar. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - SANGATTA – Kepolisian Negara Republik Indonesia (PolrI) bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menadatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk mengatur mekanisme penanganan perkara dan pengamanan terhadap profesi guru.

MoU dengan nomor B/53/XII/2012 dan 1003/UM/PB/XX/2012 sudah mulai disosialisasikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Disdikbud) kepada para guru di Kutai Timur (Kutim), Kaltim, dengan melibatkan para pihak terkait. 

BACA JUGA: Hai Mahasiswa UGM, Ini Ada Pesan dari Mbak Puan

Dalam MoU tersebut menjelaskan latar belakang dilakukannya kerjasama. Yakni tentang perlindungan hukum dan keamanan bagi guru dalam menjalankan profesinya. 

“Dalam MoU tersebut memuat batasan-batasan guru untuk mencegah tindak kekerasan terhadap siswa, penyamaan persepsi tentang istilah dalam pedoman kerja berikut penerapannya,” sebut Kadisdikbud Kutim, Iman Hidayat.

BACA JUGA: Ini Akibatnya jika PPDB Online Dihapus

Kerjasama antara Polri dan PGRI ini bertujuan untuk merumuskan pedoman kerja yang memungkinkan terwujudnya perlindungan hukum dan keamanan bagi profesi guru serta perlindungan atas hak kekayaan intelektual guru. 

Penandatanganan nota kesepahaman tersebut juga dilatarbelakangi maraknya pemberitaan tindak kekerasan guru terhadap siswa yang dilaporkan ke kepolisian. Persoalan tersebutmerpakan akumulasi dari kurangnya komunikasi antara orang tua dengan anak, orang tua dengan guru, guru dengan peserta didik. 

BACA JUGA: Klaim Banyak Guru SMA Minta Pindah ke SMP

MoU yang diimplementasikan dalam bentuk pedoman kerja tersebut mengatur penggolongan perbuatan guru meliputi perbuatan yang tidak disengaja, disengaja, yang rawan menimbulkan tindak pidana. 

Perbuatan guru dengan niat melakukan tindak pidana serta perbuatan tidak disengaja yang menimbulkan tindak pidana.

Perbuatan guru yang tidak disengaja, yang dapat mengakibatkan timbulnya perbuatan tindak pidana menurut kesalahpahaman atau salah pengertian dari peserta didik atau orang tua wali murid pada saat melaksanakan tugas, misalnya guru tidak menanyakan kesiapan kesehatan, kondisi fisik dan psikis kepada peserta didik sebelm memulai proses pembelajaran. 

Hal tersebut tidak merupakan kesalahan guru, karena kesiapan proses belajar adalah tanggungjawab orang tua wali murid dan peserta didik. 

Berikutnya guru tidak sengaja menyentuh bagian badan peserta didik yang dianggap pelecehan seksual pada saat serangkaian kegiatan proses pembelajaran.

“Pedoman kerja itu juga mencantumkan kedudukan, tugas dan kewenangan Polri, PGRI, DKG (Dewan Kehormatan Guru) serta lembaga bantuan hukum. Tata cara atau mekanisme penyelesaian pelanggaran guru dan murid serta kode etik guru,” jelas Iman. 

Dalam poin-poin dalam pedoman penyelesaian pelanggaran peraturan yang dilakukan peserta didik , guru dapat memberikan sanksi kepada peserta didik sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Baik melanggar norma agama, norma kesusilaan dan kesopanan. Termasuk di dalamnya berupa peraturan tertulis maupun yang tidak, ditetapkan oleh sekolah. 

Namun guru juga diwajibkan melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-perundangan yang berkaitan dengan profesi guru. (*/aj/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gratis, 35 Mahasiswa Perbatasan Kuliah di UPH


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler