PP Pengupahan Diyakini Bakal Kurangi Pengangguran

Sabtu, 31 Oktober 2015 – 04:51 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Penerbitan PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan tak hanya mempertimbangkan kepentingan pengusaha dan kepentingan pekerja, namun juga mempertimbangkan kebutuhan pekerjaan bagi para pengangguran dan pencari kerja yang jumlahnya mencapai 7,4 juta orang.

Dengan adanya PP pengupahan maka diyakini akan menaikkan daya tawar pekerja karena aturan tersebut akan memperluas lapangan kerja dengan semakin banyaknya investasi masuk.

BACA JUGA: Ogah ke Rumah Singgah, Warga di Wilayah Kabut Asap Pilih Tinggal di Rumah Sendiri

"Yang bisa membuka lapangan kerja adalah pengusaha. Tentunya peraturan ini melindungi, memberikan kepastian kepada pemilik modal untuk berinvestasi. Dengan investasi, maka dibuka lapangan kerja," kata Andriani, Direktur Pengupahan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan, di Jakarta, Jumat (30/10).

Dengan semakin banyaknya lapangan kerja, kata Andriani pekerja akan semakin memiliki daya tawar dengan semakin banyak pilihan peluang kerja.

BACA JUGA: Menteri Marwan Sidak Transparansi Perekrutan Tenaga Pendamping Desa, Begini Hasilnya...

"Jika banyak pilihan, bisa menawar. Tapi jika kesempatan kerja sedikit dan pencari kerja banyak, daya tawar jadi lemah. Ini juga merupakan strategi kita (pemerintah) untuk perluasan lapangan kerja," kata Andriani.

Dengan perluasan kesempatan kerja itu, maka tidak hanya pekerja yang terlindungi tapi para penganggur juga mendapatkan semakin banyak kesempatan untuk bekerja.

BACA JUGA: KTT Menaker OKI Hasilkan Deklarasi Jakarta

Andriani memaparkan dengan adanya PP Pengupahan, pengusaha akan mendapat kepastian mengenai perhitungan upah sehingga lebih mudah untuk melakukan perencanaan keuangan mereka. 
            
Dengan kemudahan itu, maka akan lebih mudah bagi pengusaha untuk melakukan investasi sehingga dapat menambah lapangan pekerjaan di Indonesia. "Jadi ini perlindungan menyeluruh untuk pekerja dan pengusaha," katanya.

Bagi pekerja, PP tersebut memberikan jaminan bahwa setiap tahun akan terjadi kenaikan upah minimum yang dihitung berdasarkan formula berdasarkan pada tingkat inflasi dan nilai produk domestik bruto (PDB). 

Sedangkan besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL) akan dievaluasi tiap lima tahun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Perhitungan inflasi dan PDB yang digunakan dalam formula itu ditetapkan menggunakan nilai secara nasional, bukan per daerah untuk memastikan terjadi kenaikan.

"Jika menggunakan pertumbuhan ekonomi daerah itu rawan, tidak stabil. Bahkan ada yang minus. Jika PDRB (produk domestik regional bruto) minus maka upah turun. Jadi kita ambil angka yang aman yaitu pertumbuhan ekonomi nasional untuk menjamin upah buruh naik secara proporsional sehingga daya beli tetap terjaga," tandas Andriani.

Sementara itu, Ses. Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Iskandar Maula Sekretaris, menambahkan aturan baru itu adalah sebagai langkah strategis pemerintah untuk mengurangi perselisihan yang kerap muncul setiap tahun dalam penentuan besaran upah minimum.

"Upah selalu diperdebatkan setiap tahun. Tiap tahun selalu terjadi kegaduhan yang tidak perlu. Maka pemerintah mengambil langkah strategis untuk mengurangi kegaduhan," ujarnya.

Iskandar mengatakan PP Pengupahan itu tidak lahir begitu saja karena telah dibahas selama 12 tahun namun baru mencapai kesepakatan tahun 2015. 

“Diharapkan aturan mengenai upah minimum itu akan semakin menggairahkan iklim investasi di Indonesia dan semakin banyak lapangan pekerjaan dibuka untuk mengurangi pengangguran,” kata Iskandar. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BKN Kolaborasikan Aplikasi Tunjangan Kinerja dan Kehadiran Untuk Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler