PPATK Sisir Rekening Istri dan Anak Pejabat Daerah

Merata di Semua Daerah, Digunakan Untuk Tampung Suap dan Dana APBD

Kamis, 17 Februari 2011 – 05:50 WIB

JAKARTA - Selama ini, gencarnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan penegak hukum lainnya dalam menjerat pelaku korupsi dipercaya mampu menekan angka korupsiNamun temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) justru mengungkap hal sebaliknya.

Ketua PPATK, Yunus Husein, mengungkapkan, tindak pidana korupsi tetap menunjukkan cenderung meningkat signifikan dibanding tindak pidana lainnya

BACA JUGA: Menag: Kejadian Pasuruan Hanya Tawuran

"Di samping meningkat, korupsi dan penipuan merupakan tindak pidana yang paling sering dilaporkan ke PPATK," ujar Yunus dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan PPATK, Rabu (16/2).

Yang menarik dari temuan PPATK yang dibeberkan di hadapan Komisi III DPR adalah adanya modus operandi yang berkelanjutan dalam bentuk transaksi keuangan oleh pejabat publik dengan melibatkan pihak ketiga untuk menyalahgunakan APBN/APBD
Khusus untuk penyalahgunaan APBD, Yunus mengungkap adanya kedenderungan baru tentang keterlibatan kerabat pejabat daerah

BACA JUGA: Capai Lima Kesepakatan



"Terdapat temuan baru berupa pemberian dana oleh pihak ketiga kepada petugas suatu instansi pemerintah yang ditransaksikan melalui rekening pribadi, istri, anak, ataupun kerabat lainnya
Patut diduga itu merupakan indikasi terjadinya gratifikasi," papar Yunus.

Ditambahkannya, temuan PPATK itu berdasarkan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dari Penyedia Jasa Keuangan (PJK)

BACA JUGA: JAI Tuding Fatwa MUI Jadi Pemicu Penyerangan

Yunus menyebutkan, data yang diterima dari PJK sepanjang 2010 menunjukkan adanya penggunaan identitas palsu, terutama untuk menampung dana-dana yang berasal dari APBD oleh para pejabat Pemda

Yunus bahkan menyebut modus itu merata di semua Pemda di tanah air"Baik provinsi ataupun kabupaten/kota di seluruh IndonesiaHal yang sama terjadi pada periode sebelumnya," sambungnya.

Untuk menghilangkan jejak korupsi dan mencuci uang hasil korupsi, para pejabat daerah mengakalinya dengan berbagai caraDi perbankan misalnya, pejabat maupun PNS menggunakan rekening bersama yang diduga untuk menampung suap

"Ada juga penggunakan safe deposit box di bank sebagai sarana penyimpanan dana yang diduga dari hasil tindak pidanaSelain itu juga penggunaan dana operasional perusahaan oleh pejabat dengan menggunakan rekening kartu kredit untuk menampung hasil tindak pidana," bebernya.

Tak hanya itu, pasar modal juga juga dimanfaatkan"Digunakan rekening efek margin (transaksi margin trading/perdagangan efek marign) untuk mencuci uang," ungkapnya.

Selain itu PPATK juga menemukan adanya pencucian uang hasil korupsi melalui asuransiCaranya, pembelian polis unit links oleh pejabat yang diikuti pencairan sebelum jatuh tempo"Pembelian polis asuransi unit links oleh anak dari pejabat yang diikuti dengan pembayaran premi tambahan dalam jumlah besar dan diikuti pencairan premi tambahan dalam waktu singkat," paparnya.

Tak hanya itu, pencucian uang hasil korupsi juga dilakukan melalui transaksi valuta asing (valas)Modusnya adalah penjualan valas dengan perantara pihak lain atas perintah pejabat tanpa menggunakan surat kuasa"Modus lain adalah penjualan valas dengan perantara untuk disumbangkan ke parpol," bebernya.

Modus lain untuk mencuci uang haram adalah dengan menggunakan pihak ketiga untuk membayar cicilan leasing pejabat ataupun keluarganya yang nominalnya besar"Pihak ketiga juga sering digunakan sebagai pembayar uang muka yang nominalnya besar," pungkasnya.

Terakhir, modus yang digunakan untuk menghilangkan jejak adalah melakukan pembelian barang-barang mewah"Ataupun menempatkan dana pada instrumen investasi lainnya," urainya.

Meski demikian Yunus juga mengakui, pembayaran tunai menjadi pilihan yang dianggap paling menguntungkan untuk mempersulit pelacakan aliran keuangan oleh aparat penegak hukumDalam RDP itu Yunus menyebutkan, jumlah LTKM sepanjang 2010 yang jumlahnya mencapai 17.348"Sesuai LTKM, PPATK telah menyerahkan data itu ke aparat penegak hukum," tandasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Syamsul Besar, ICW Maklumi KPK Lamban


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler