jpnn.com, TARAKAN - Masa penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2017/2018 sudah berakhir dua pekan lalu, dan proses belajar-mengajar pun sudah mulai aktif pekan lalu.
Namun, hingga saat ini persoalan PPDB masih saja menyisahkan persoalan. Diketahui sebanyak 21 anak lulusan SMP di Juata Kerikil tidak bersekolah karena tidak diterima di sekolah negeri pilihan mereka, tepatnya di SMAN 3 Tarakan, Kaltara.
BACA JUGA: Jlebbb! Masuk Sekolah, Kelas Hanya Ada Satu Siswa Baru
Para orang tua menuntut agar anak-anak mereka bisa bersekolah di SMAN 3 ini, karena berasal dari lingkungan sekitar sekolah.
Mereka menolak jika harus menempuh pendidikan di sekolah swasta, mengingat tidak ada sekolah swasta yang terdekat dari lingkungan mereka.
BACA JUGA: Terbongkar! Wakil Kasek Raup Ratusan Juta dari Para Ortu Siswa Baru
Nugraha Putra yang merupakan salah satu orang tua dari 21 anak ini mengusulkan agar pemerintah membuka satu lagi ruang belajar untuk 21 anak ini.
Adapun untuk masalah gedung dan juga guru yang terbatas, pihaknya sendiri akan melakukan swadaya, asal dapat diterima di SMAN 3 Tarakan ini.
BACA JUGA: Sekolah Hanya Dapat Empat Siswa Baru, Dua Absen
Usulan Nugraha ini berangkat dari keluhan mereka yang mempertanyakan kuota dari jalur zonasi yang berubah.
Dari awalnya sebanyak 208 siswa yang akan diterima, namun kenyataannya hanya 185 siswa yang diterima. Sedangkan jalur Gakin dari kuotanya untuk 52 siswa, ternyata yang diterima yakni 90 lebih siswa.
“Kan sudah tidak jelas. Kenapa jalur Gakin ditambah dan yang zona malah dikurangkan. Jadinya tidak transparan,” ujarnya mengeluh.
Nugraha mendapat penjelasan dari perwakilan DPRD Tarakan, yang berjanji akan mengusahakan agar 21 anak ini dapat bersekolah di SMAN 3 Tarakan karena semua sarana yang akan digunakan bersifat swadaya dari masyarakat.
Untuk gedung sekolah sendiri, rencananya akan menumpang di SDN 050, sedangkan untuk kursi, meja, serta pembiayaan guru, akan disumbangkan dari masyarakat.
“Memang belum ada keputusan, tetapi kami berharap ada angin segarlah. Jadi 21 anak ini bisa bersekolah kembali, karena kasihan juga kalau tidak sekolah,” ungkap Nugraha.
Adapun jika harus masuk di sekolah swasta, Nugraha berharap kepada pemerintah, untuk menyediakan uang bangku dan juga bus sekolah untuk mobilisasi anak-anak ketika pergi sekolah dan sebaliknya.
“Kalau swasta itu mahal sekali, apalagi jauh. Jadi kami minta pemerintah perhatikanlah kami yang jauh dari kota,” ujarnya.
Orang tua murid lainnya, Toni (42), wali dari Rm (16), menceritakan, anaknya sebenarnya ingin mendaftar di SMKN 1 Tarakan melalui jalur Gakin, namun tertolak.
Rm kemudian mencoba mendaftar di SMKN 2 Tarakan, namun juga tidak diterima. “Kalau disuruh masuk swasta, mana bisa. Makan saja kami susah apalagi bayar uang sekolah yang mahal sekali. ‘Kan sudah dilihat kami dari keluarga penerima gakin dan anak saya ini mendapatkan kartu Indonesia pintar. Kok malah disuruh ke swasta,” keluh Toni.
Dengan kondisi belum ada kepastian sekolah atau tidak, kata Toni, psikologi Rm terganggu. Belakangan ini anaknya sering tidak pulang ke rumah dan seringkali juga marah-marah kepada orang tuanya.
Toni mengaku Rm sudah sangat ingin melanjutkan pendidikan di SMA, tetapi karena kendala keuangan orang tuanya yang tidak mencukupi untuk memasukkannya ke sekolah swasta, sehingga Rm hingga saat ini belum juga sekolah.
“Bukannya pemerintah mencanangkan seluruh anak Indonesia harus sekolah? Lalu sekarang malah dihalangi. Apalagi anak ini punya kartu Gakin dan KIP, kenapa harus dihalangi untuk sekolah?” ungkap Toni yang sehari-harinya mendapatkan penghasilan dari kerja serabutan.
Toni juga sudah berusaha mendatangi Disdikbud Kaltara pada kantor perwakilan di Tarakan, tetapi tetap saja dianjurkan untuk ke swasta.
Toni pun berharap seharusnya pemerintah membuat gedung sekolah yang baru di tengah padatnya penduduk di Tarakan, apalagi banyak juga siswa pindahan dari daerah lain.
“Memangnya pemerintah mau menanggung biaya sekolahnya sampai selesai kalau di swasta, ‘kan tidak. Coba buatlah gedung baru, masa penduduk bertambah, sekolah hanya itu-itu saja,” katanya.
Sementara itu, anggota komisi IV DPRD Kaltara Effendhi Juprianto mengatakan, kecil kemungkinan adanya penambahan siswa pada sekolah negeri, karena kondisinya sudah sangat penuh.
Karena itu alternatif yang bisa dilakukan yakni memasukkan peserta didik itu ke sekolah swasta. “Kalau kelebihan, malah gurunya yang kurang,” katanya melalui sambungan telepon.
Effendhi pun berharap kepada para orang tua siswa untuk mau memasukkan peserta didik ke sekolah swasta. Adapun persoalan transportasi serta uang sekolah bisa diajukan bantuan kepada pemerintah.
“Kalau memang tidak mampu ‘kan ada dana BOS. Kami juga meminta pemerintah daerah Kota Tarakan bisa memfasilitasi anak-anak itu dengan transportasi bus,” jelasnya. (*/yus/ash)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demi Allah, Jangan Buat Saya Menggigil, Pak
Redaktur & Reporter : Soetomo