jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe mengatakan, pola kampanye playing victim tidak lagi efektif di Pilpres 2019. Masyarakat mulai lebih kritis menyikapi sebuah peristiwa, ketika itu berkaitan dengan salah satu kubu di Pilpres 2019.
Menurut pengajar di Universitas Mercu Buana ini, pola memposisikan diri jadi korban kehilangan makna sejak kasus Ratna Sarumpaet mengemuka beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Masih Ada yang Percaya PKI Akan Bangkit?
Akibatnya, tak heran muncul opini peristiwa yang dialami calon presiden Sandiaga Salahuddin Uno saat mengunjungi Pasar Kota Pinang, Labuhanbatu, Sumatera Utara, Selasa (11/12) lalu, diduga bagian dari playing victim.
Sandi ketika itu disambut tulisan pada sebuah karton. Isinya, "Pak Sandiaga Uno, sejak kecil kami sudah bersahabat. Jangan pisahkan kami gara-gara pilpres, pulanglah!!!"
BACA JUGA: Wajar Banyak yang Tidak Percaya Sandi Ditolak di Pasar
Dugaan playing victim pun mengemuka setelah Sandi berhasil menemui orang yang disebut sebagai pihak yang memasang spanduk tersebut. Bahkan kemudian berkomunikasi dan menjelaskan, kubu pasangan calon presiden nomor urut 02 selalu ingin menciptakan kampanye yang sejuk, tidak memecah belah.
"Kasus ini bisa jadi semakin menggerus elektabilitas Prabowo-Sandi, apalagi kemudian muncul #SandiwaraUno," ujar Ramses kepada JPNN, Senin (17/12).
BACA JUGA: Nyalla Bukan Otak Fitnah, Isu PKI Masih Mungkin Sasar Jokowi
Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia ini kemudian menyarankan kubu Prabowo mengubah pola kampanye 'menyerang' dengan lebih banyak melontarkan gagasan konstruktif.
"Saya menyarankan Prabowo dan timnya harus lebih banyak lagi melontarkan gagasan konstruktif bangun bangsa ketimbang kritik Jokowi," pungkas Ramses.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Zulhasan Ajak Dokter Hewan Jadi Pelopor Pemilu Damai
Redaktur & Reporter : Ken Girsang