jpnn.com - JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah menerbitkan peraturan pemerintah (PP) baru yang mengatur tentang organisasi kemasyarakatan (ormas). PP bernomor 58 Tahun 2016 itu merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Sebagaimana dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Jumat (9/12), PP itu mengatur syarat pendirian, pengawasan dan pembubaran ormas. Merujuk PP itu, ormas yang didirikan warga negara asing (WNA) pun bisa beroperasi di Indonesia.
BACA JUGA: Korupsi e-KTP, Khatibul Umam: Di Depan Kami Pak Mendagri Bilang...
Merujuk pada PP itu, ormas bisa didirikan oleh 3 orang warga negara Indonesia (WNI) atau lebih, kecuali yang berbadan hukum yayasan. “Ormas dapat berbentuk badan hukum ataupun tidak berbadan hukum,” tulis laman Setkab mengutip bunyi Pasal 3 ayat (1) PP itu.
Ormas berbadan hukum bisa berbentuk perkumpulan atau yayasan. Sementara ormas tidak berbadan hukum bisa memiliki struktur kepengurusan berjenjang atau tidak berjenjang, sesuai anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART).
BACA JUGA: Laaah...Beres Digarap KPK, Eks Sekjen KemenPU Langsung Ngacir
Namun, PP itu juga menegaskan, ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan pengesahan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan ormas yang sudah mengantongi pengesahan sebagai badan hukum tidak lagi memerlukan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Adapun Ormas tidak berbadan hukum, menurut PP ini, dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan SKT yang diterbitkan Kementerian Dalam Negeri. Pendaftaran ormas yang memiliki stuktur kepengurusan berjenjang, dilakukan pengurus di tingkat pusat.
BACA JUGA: Yakin Polisi Punya Bukti Kuat Menangkap Hatta Taliwang
Selanjutnya pengurus ormas sebagaimana dimaksud melaporkan keberadaan kepengurusannya di daerah kepada pemerintah daerah setempat dengan melampirkan SKT dan kepengurusan daerah.
Ormas yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum harus melaporkan keberadaan kepengurusannya di daerah kepada pemerintah daerah setempat dengan melaporkan surat keputusan pengesahan status badan hukum dan susunan kepengurusan di daerah.
“Pengurus ormas harus mengajukan perubahan SKT apabila terjadi perubahan nama, bidang kegiatan, nomor pokok wajib pajak, dan/atau alamat ormas,” tulis laman Setkab mengutip Pasal 16 PP Ormas.
Selain itu, PP Ormas juga memberi kesempatan kepada ormas yang didirikan WNA untuk beroperasi di Indonesia. Tapi, tentu ada syarat-syaratnya.
“Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain sebagaimana dimaksud wajib memiliki izin prinsip yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan luar negeri dan izin operasional yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah,” demikian tertulis pada Pasal 35 PP Ormas.
Selanjutnya untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas serta menjamin terlaksananya fungsi dan tujuan ormas, akan ada pengawasan secara internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh pengawas internal yang berfungsi menegakkan kode etik organisasi.
Sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, pemerintah pusat ataupun daerah. “PP ini juga menegaskan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar kewajiban dan larangan,” tulis lamat Setkab.
Ada empat jenis sanksi administratif. Yakni peringatan tertulis, penghentian bantuan atau hibah, penghentian sementara kegiatan (pembekuan), hingga pencabutan SKT atau pencabutan status badan hukum.
“Dalam hal ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan, maka menurut PP ini menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat menjatuhkan sanksi status badan hukum,” tulis laman Setkab mengutip aturan dalam PP Ormas.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Semoga Menteri ESDM Nanti Ada yang Asal Kaltim
Redaktur : Tim Redaksi