Pria ini Siap Bawa Angklung Terbang Tinggi

Kamis, 10 Maret 2016 – 11:25 WIB
Budi (paling kanan) bersama tim AWI. Foto : Dok AWI

jpnn.com - Siapa sangka, perkenalannya dengan angklung saat kelas 2 SD berlanjut hingga kini. Tak sekadar memainkan, Budi Supardiman juga berusaha menjaga kelestarian alat musik multitonal tersebut. Tujuannya, agar angklung mendunia dan tak diakui negara lain.

 

BACA JUGA: Siapa yang Menguasai Lautan, Akan Menguasai Dunia

Panji Dwi Anggara

 

BACA JUGA: Di Pantai Ini Turis Jepang Begitu Dimanjakan

”Wah, itu alat musik yang kita lihat di Malaysia ya?” seru seorang bule kepada temannya saat melihat pementasan angklung di suatu tempat di Bandung.

Sontak, kalimat yang tanpa sengaja didengar itu membuat jiwa nasionalis Budi Supardiman bangkit. Dengan sabar dia menjelaskan kepada dua wisatawan asing itu bahwa angklung merupakan alat musik yang lahir dari rahim Ibu Pertiwi.

BACA JUGA: SIMAK! Cerita Si Ganteng Ini yang Keliling Dunia hanya Modal Ngamen

Peristiwa itu juga yang ternyata menjadi dasar lahirnya komunitas Angklung Web Institute (AWI) pada 17 Oktober 2003 silam. ”Saya tidak ingin orang mengenal angklung sebagai alat musik dari luar negeri. Apalagi diakui milik negara lain,” ucapnya.

Pada awal berdirinya, AWI hanya beranggotakan enam orang saja. Mereka tidak hanya concern mengadakan pementasan angklung belaka. Tapi berusaha menasionalkan bahkan meng-internasional-kan alat musik bambu itu dengan memadukannya bersama kecanggihan internet.

”Karena bagi kami, internet harus dimanfaatkan sebagai sarana promosi. Sebab, hampir semua orang kini mengakses internet,” jelasnya.

Perpaduan itu dirupakan dengan mengunggah partitur dan lagu dari angklung ke website. Budi yang merupakan pimpinan Telkom yang ditempatkan di Bandung kemudian menerapkan 3 C yang menjadi trademark Telkom, menjadi pegangan juga bagi komunitas tersebut. Yakni Content, Community, dan Connectivity.

Content berarti banyaknya pilihan menarik dalam website beralamat angklungwebinstitute.com itu. Kini, di dalam website yang aktif sejak 2006 silam tersebut terdapat materi kursus, artikel, kliping berita seputar angklung, form, tool, dan lebih dari 300 lagu yang bisa di download secara gratis.

Budi mengharapkan dengan content yang menarik, mampu menarik orang untuk cinta angklung kemudian membentuk C kedua, yakni community. Sebab jika sudah ada komunitas yang mewadahi, angklung dipercaya makin terjaga eksistensinya.

Berkat website yang dia lahirkan, untuk saat ini Budi sudah berhasil membuat komunitas angklung dengan anggota dari seluruh penjuru dunia. Sehingga pecinta angklung dari Jerman, Italia, Jepang, Amerika Serikat, maupun belahan dunia lain dapat saling berinteraksi tanpa sekat. Total, member AWI saat ini sudah berjumlah lebih dari 1700 orang.

Jika community sudah terbentuk, tentu akan lebih mudah mendapatkan connectivity. ”Sehingga ketika ada info acara apa dan dimana, kita bisa dikabari dan bisa ikut serta,” jelas pria yang lahir di Tokyo 1 Mei 1968 silam.

Yang terbaru, tim professional AWI akan tampil di Wina, Austria sebagai bagian dari program Wonderful Indonesia yang digagas Kementerian Pariwisata. Tampil di ibukotanya musik klasik tentu tak akan disia-siakan. Di hadapan pecinta musik mereka optimis mampu memberikan penampilan terbaik.

Kegiatan tampil di luar negeri seolah memang menjadi bagian dari perjalanan panjang komunitas ini. Jika banyak undangan, setahun mereka bisa tampil di lima tempat sekaligus. Tak heran jika kemudian semua benua sudah berhasil mereka jejaki.

Membentuk komunitas angklung secara swadaya tentu tak mudah. Budi harus benar-benar banting tulang agar tujuannya tercapai. Tapi toh itu tidak memutuskan semangatnya. Baginya angklung sudah seperti anak sendiri yang harus terus dibesarkan.

”Saya iri dengan negara lain yang bahkan mau melakukan penelitian. Sedangkan di kita, seolah dilupakan,” jelas suami dari dokter Risa itu.

Padahal, hanya dengan belajar angklung, banyak hal yang bisa didapatkan oleh seseorang. Terutama soal harmonisasi, kekompakan, saling mengerti, tenggang rasa, dan tanggung jawab. Sebab alat musik ini baru akan terdengar indah jika dimainkan secara bersama-sama. ”Nilai positif itulah yang harus dijadikan character building. Apalagi angklung sudah dinobatkan jadi warisan dunia. Seharusnya kita lebih bangga,” tegas ayah dua anak tersebut.

Ke depannya, pria humoris itu berharap pemerintah mampu mendorong terciptanya standarisasi dan sertifikasi atas angklung. Maksudnya, semua orang baik dari bangsa manapun bisa untuk mendalami angklung. Asalkan mengikuti standar yang sudah ditetapkan oleh bangsa ini. ”Ya, seperti taekwondo lah,” jelas Budi yang sudah mengaransemen lebih dari 100 lagu untuk angklung. Termasuk lagu favorit seperti Bohemian Rhapsody milik Queen ataupun Winter Games-nya David Foster.

Budi yakin, jika standarisasi sudah jelas dan promosi terus digeber, angklung bisa terbang tinggi dan bersuara nyaring di seluruh dunia. (jpnn/pda)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hebat! Dengan Keterbatasan Fisik Merantau Numpang Truk, Kini...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler