Produsen Aqua Tak Berwenang Menurunkan Status Toko

Rabu, 13 September 2017 – 21:46 WIB
persidangan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Foto: Istimewa for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kuasa hukum PT Tirta Investama Rikrik Rizkiyana mengatakan, kliennya sebagai produsen air minum merek Aqua tidak memiliki wewenang untuk menurunkan status sebuah toko.

Dia mengatakan, bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) mempunyai ceruk sangat besar dan banyak pemain baru ikut menikmatinya.

BACA JUGA: Danone Aqua dan H&M Indonesia Luncurkan Program Bottle2Fashion

"Klien kami adalah perusahaan multinasional dan dalam berbisnis lebih dari 40 tahun menjujung tinggi etika bisnis dan hukum, termasuk hukum persaingan usaha yang sehat serta menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance. Hal ini dibuktikan dengan kode etik komersial Aqua Grup dan kebijakan kepatuhan di bidang persaingan usaha yang termuat dalam competion policy," ujar Rikrik usai persidangan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta, Selasa (12/9).

Sidang pemeriksaan itu menghadirkan saksi Key Account Executive Depo PT Tirta Investama Cikampek Sulistyo.

BACA JUGA: KPPU Panggil Pedagang jadi Saksi

Dalam kesaksiannya, Sulistyo membeberkan alasannya mengirimkan surat elektronik (surel) adalah permasalahan pribadi dengan Yatim Agus Prasetyo selaku pemilik Toko Vanny, Karawang yang berstatus star outlet (SO).

Sebelumnya, Yatim juga dihadirkan sebagai saksi oleh tim investigasi KPPU.

BACA JUGA: Air Langka, Warga Untung Jawa Gosok Gigi Pakai Aqua

"Klien kami tidak pernah menghalangi-halangi pihak mana pun untuk melakukan bisnis. Jadi penurunan status Toko Vanny tidak ada hubungannya dengan tuduhan persaingan usaha tidak sehat. Semua berawal dari kinerja yang tak optimal. Data kami menunjukan dari target penjualan terlihat bahwa sebetulnya performance Toko Vanny belum layak jadi SO," ujar Rikrik.

Menurut Rikrik, kasus ini berawal dari kekesalan pribadi antara salah seorang karyawan dengan pemilik toko.

Dia menambahkan, tidak ada perintah langsung dari perusahaan untuk melakukan penurunan status toko.

Sebab, PT Tirta Investama tidak secara langsung melakukan penjualan produknya ke pasar.

Tirta Investama menunjuk distributor untuk melakukan penjualan dengan sistem beli putus.

"Saya tegaskan lagi, klien kami tidak memiliki saham atau bentuk afiliasi lainnya terhadap distributor. Distributor adalah pihak independen dan tidak memiliki hubungan afiliasi dengan PT Tirta Investama," tambah Rikrik

Dalam kesaksiannya, Sulistyo menuturkan berawal dari kunjungannya bersama rekan-rekannya ke toko Vanny di Cikampek pada Mei 2016.

Sulistyo kaget melihat galon-galon Aqua dibiarkan menumpuk kosong di toko tersebut.

Dia lantas menanyakan alasan terjadinya penumpukan galon kosong Agus kepada Agus.

Namun, dengan nada ketus dan memaki, Agus mengatakan menjual produk selain Aqua sangat menggiurkan.

"Sudahlah, kamu cuma anak kecil, cuma karyawan. Keuntungan dari penjualan Le Minerale bisa Rp 7 ribu. Kalau jual produk kamu (Aqua) saya cuma untung Rp 3 ribu. Kamu bisa apa," tutur Sulistyo menirukan kata-kata pemilik Toko Vanny.

Sulistiyo pada kesempatan itu juga menanyakan ke pemilik toko, apakah lebih memilih menjadi SO Aqua atau Le Minerale. Agus menjawab memilih untuk menjadi SO Le Minerale.

“Setelah bertanya soal pilihan SO, Pak Agus malah tambah marah-marah kepada saya,” tambah Sulistyo.

Merasa direndahkan, dia akhirnya mengadukan hal tersebut kepada atasannya melalui surel.

Surel tersebut menyatakan permasalahan penjualan produk Le Minerale dan pertimbangan karena toko Vanny lebih memutukan untuk menjual produk Mayora Group.

Surel tersebut dikirimkan Sulistiyo kepada Deny Lasut selaku Sales Manager PT BAP dan Didin Surojudin selaku Distribution Relation Manager PT TIV.

“Saya mengirimkan surel tersebut karena emosi, dan tidak tahu kalau ada etika yang melarang menggunakan e-mail kantor untuk urusan pribadi,” tuturnya.

Di sisi lain, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Ine S Ruky mengatakan, persaingan masih sehat ketika semua pemain bisa melakukan penjualan dengan bebas dan pertumbuhan penjualan masih berjalan.

Le Minerale, produk baru di industri air minum dalam kemasan mengalamai pertumbuhan yang fantastis.

Sebagaimana dilansir Marketeer sesuai laporan Nielsen, Le Minerale berhasil meraih pertumbuhan volume sebesar 252,5 persen dan value sebesar 283,4 persen.

Torehan tersebut menjadikan Le Minerale didaulat sebagai merek AMDK dengan pertumbuhan tertinggi sepanjang 2016.

Sebagaimana dikutip Marketeer, Bahrun Afriansyah, Marketing Manager PT Tirta Frestindo Jaya, produsen Le Minerale mengatakan di tahun 2016 Le Minerale berhasil menduduki posisi kedua perolehan market share secara value maupun volume untuk kategori AMDK ukuran 600 ml.

Dalam dua tahun terakhir, agresivitas pemasaran Le Minerale sangat terlihat.

Branding produknya terpapar besar-besaran di toko toko tempat penjualan.

"Dengan kesuksesan penjualan Le Minerale dan agresivitas penjualan Le Minerale yang sangat mencolok, sangat diragukan terjadinya hambatan persaingan di pasar industri Le Minerale," kata Agus Pambagio selaku pengamat kebijakan publik. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akhir Keresahan Video Tutup Botol Bisa Dicukil, Aqua Bertanggung Jawab


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler