Propaganda dalam Hasil Survei

Jumat, 27 Juni 2014 – 00:16 WIB

PEMILIHAN presiden semakin sengit. Mungkin Anda bingung dengan seluk beluk kampanye capres cawapres, debat kandidat, iklan dan retorika di televisi yang kemudian membuat Anda tertarik untuk mencari pencerahan, baik melalui surat kabar dan media online. Pada akhirnya Anda memilih untuk bergantung pada hasil survei atau jajak pendapat nasional.

Persepsi awal Anda terhadap hasil survei mungkin seperti mimpi. Anda terpaku pada ukuran sampel (2010 responden) dan batas kesalahan (margin of error) (hanya 2,19 persen) dan Anda menyimpulkan bahwa ini adalah hasil yang benar.

BACA JUGA: Debat Kandidat Perdana

Karena Anda merasa sudah memiliki penilaian: Itulah sebabnya jarak perolehan survei Joko Widodo ("Jokowi") dan Prabowo Subianto begitu dekat!

Semuanya jelas bahwa ilmu penilitian dan opini publik menggarisbawahi munculnya ketidakteraturan dari kampanye presiden. Kemudian persepsi Anda salah ketika Anda menemukan hasil survei kedua, ketiga dan keempat.

BACA JUGA: Pelajaran Berharga Modi untuk Indonesia

Aduh! Mengapa selisih angkanya begitu berbeda?

Hasil Indobarometer menunjukkan Jokowi-Jusuf Kalla memimpin 49,9 persen sedangkan Prabowo-Hatta Rajasa 36,5 persen; Pusat Studi Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) menunjukkan Prabowo-Hatta memimpin 44,64 persen menjadi 42,79 persen; Pol-Tracking Institute menempatkan Jokowi-JK lebih tinggi pada kisaran 48,5 persen menjadi 41,1 persen. Tidak hanya disitu saja, Lembaga Survei Nasional (LSN) menempatkan Prabowo-Hatta di atas 46,3 persen menjadi 38,8 persen! Yang bahkan tidak menyebutkan survei pada kota-kota tertentu, kelompok demografis dan tren media sosial. Sekarang, Anda dihadapkan dengan kecemasan, padahal sebelumnya Anda yakin. Terlebih lagi, Anda mungkin akan lebih putus asa setelah Anda menyadari bahwa semua hasil ilmiah ini tidak begitu berarti, belum lagi Anda tidak begitu memahami apa yang sebenarnya terjadi.

BACA JUGA: Korban Pemilu

Mungkin, Anda memerlukan panduan yang berbeda untuk dapat membantu mengarahkan Anda dalam menelaah hasil survei!

Aha! Saat itulah Anda berdiri kembali, dan menampar dahi Anda sendiri.

Akhirnya Anda merasa puas, kemudian Anda akan meminta seorang teman yang banyak mengetahui hal-hal ini untuk memberikan arahan mengenai hasil perolehan dari lembaga survei yang berbeda, dan pada saat itu Anda mungkin menyurutkan kebimbangan sementara. Selalu ada cara untuk menelaah kembali mengenai hal ini.

Kemudian Anda menghubungi teman Anda dan memulai menanyakan tentang hasil polling. Anda mencoba mempelajari semua yang Anda dapatkan berdasarkan hasil perolehan dari Charta Politika, Pol-Tracking Institute, Danny JA dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang berbeda dengan Lembaga Survei Indonesia. Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Didik Rachbini dari United Data Center ( PDB) dan Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS).

Survei-survei ini banyak membuat orang bingung!

 

Kemudian Anda dihadapkan pada tugas yang cukup rumit dan Anda dituntut untuk kritis dalam menelaah afiliasi, jaringan dan anggapan dasar dari lembaga penelitian.

Anda mengetahui bahwa pelaku survei (A) adalah pada anggota Istana, namun sejak presiden tidak lagi mencalonkan, maka arah pelaku survei ini  secara politis bersikap netral.

Contoh lain jika pemilik Lembaga Survei B adalah sekutu dari anggota kunci dalam tim Prabowo; Lembaga Survei C adalah konsultan lama untuk salah satu pendukung Jokowi.

Nampaknya, pelaku survei D sering bermain bulutangkis dengan politisi X, yang merupakan anak mertua dari Gubernur Y, yang menikah dengan bibi Menteri Kabinet Z dan pada kelanjutannya hingga Anda telah memetakan seluruh lembaga polling nasional.

Mungkin ini hanyalah segelintir kondisi kecil di Indonesia secara politis tentang bagaimana satu sama lain saling memengaruhi.

Tapi mungkin itu juga menggambarkan sebuah patologi yang lebih dalam. Tentu saja, jajak pendapat (hasil survei) adalah perangkat penting bagi demokrasi. Mereka melacak opini publik tentang isu-isu terkait capres cawapres dan sisi kepribadian kandidat. Mereka dapat membantu mencegah kecurangan pemilu dengan memberikan hasil yang baik - namun tidak selalu benar - yang mengindikasikan kemana suara pemilih berpijak. Mereka menanyakan pemilih baik untuk mengkonfirmasi atau menyangkal temuan mereka.

Survei Politik pada akhirnya tidak begitu membantu ketika hal ini terkait dengan siapa tokoh dibalik lembaga survei tersebut, dan siapa yang mendanai lembaga ini.

Singkatnya, hasil survei seharusnya tetap dilandaskan pada hasil yang jujur dan konkret, dan bukan merupakan propaganda kampanye. Di lain hal, ini akan hanya menghabiskan waktu dan materi para pelaku survei. Untuk itu, kita hanya bisa menikmati saja survei-survei yang membanjiri kita saat ini, terkadang hal ini menjadi menarik. Namun yang terpenting adalah, bagaimana kita harus menanggapi hasil survei secara tidak mentah-mentah, karena jika tidak, itu hanya akan menjadi sia-sia.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menilai Thailand


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler