jpnn.com, JAKARTA - Tol laut merupakan proyek andalan pemerintahan Presiden Jokowi. Dana Rp 700 triliun siap dibelanjakan pemerintah dan swasta untuk mengejar target konektivitas Nusantara.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI Panky Tri Febiyansah menyebut besarnya anggaran proyek tol laut memang harus disertai pengawasan ketat.
BACA JUGA: KPK Temukan 20 Akik, 5 Keris, 1 Tombak di Rumah Tonny Budiono
’’Wajar kalau anggaran ratusan triliun ini rawan jadi bancakan korupsi,” ujarnya kemarin (26/8).
Menurut Panky, kasus operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono menjadi contoh nyata.
BACA JUGA: Menhub Tunjuk Bay Hasani Gantikan Posisi Dirjen Hubla
’’Proyek pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas adalah bagian dari agenda tol laut,” katanya.
Panky melanjutkan, proyek apa pun yang memiliki anggaran besar selalu berpotensi memantik korupsi.
BACA JUGA: Suap di Kemenhub, Uang 33 Tas Besar Ditaruh di Rumah Kumuh
Apalagi jika pengawasan, akuntabilitas, serta transparansi lelang proyek maupun penggunaan anggaran tidak dijalankan dengan ketat. ’’Jadi, ke depan harus diperbaiki,” ucapnya.
Menurut Panky, agenda pengerukan sedimen di pelabuhan adalah program rutin dalam operasional pelabuhan. Sebab, pendangkalan atau sedimentasi di pelabuhan merupakan fenomena alamiah.
Dari aliran air sungai yang berujung di laut, sedimen-sedimen membuat pelabuhan menjadi dangkal. ’’Jadi, hampir setiap tahun ada proyeknya,” terangnya.
Panky menambahkan, fenomena pendangkalan pelabuhan memang mengganggu operasional kapal. Sebab, kapal tidak bisa merapat persis di pelabuhan.
’’Akibat pendangkalan, kapal-kapal bersandarnya jauh dari pelabuhan,’’ katanya.
Karena itu, untuk menurunkan barang-barang, diperlukan biaya tambahan. Di antaranya untuk jasa kapal pengumpan.
Sebagaimana diketahui, kasus yang membelit Tonny Budiono bukanlah kali pertama terjadi di Direktorat Perhubungan Laut Kemenhub.
Sebelumnya, Dirjen Perhubungan Laut Bobby Reynold Mamahit juga harus lengser dari jabatannya karena tersandung kasus suap yang ditangani KPK pada akhir 2015.
Dia divonis lima tahun penjara. Posisi Dirjen yang kosong itu kemudian diisi Tonny Budiono.
Era kepemimpinan Tonny di Ditjen Perhubungan Laut juga sempat tercoreng oleh kasus pungutan liar (pungli) yang dibongkar Tim Saber Pungli Polri pada Oktober 2016.
Bahkan, saat itu Presiden Jokowi sampai datang langsung ke kantor Kemenhub dan memerintahkan agar pejabat yang terlibat langsung dipecat dan dihukum berat. (tyo/wan/lum/lyn/c17/owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Janggal, Kasus Pembelian Heli AW 101 Terlalu Dilokalisasi
Redaktur & Reporter : Soetomo