Putusan MA Ancam Demokrasi

Jumat, 31 Juli 2009 – 17:28 WIB

JAKARTA - Sekretaris jendral DPP Partai Gerindra, Ahmad Muzani menegaskan, putusan Majelis Agung bernomor 15P/Hum/2009 yang membatalkan peraturan KPU tentang pedoman penghitungan kursi hasil Pemilu merupakan salah satu bentuk teror demokrasiPutusan itu punya implikasi yang sangat merugikan partai politik yang sudah lolos ke parlemen.

"Putusan MA itu teror demokrasi, sebab pada akhirnya akan menganulir keabsahan beberapa partai politik yang sudah lolos di parlement treshold (PT) dan menggagalkan ribuan caleg terpilih di daerah, tegas Ahmad Muzani dalam diskusi bertema "Putusan MA, siapa untung dan siapa rugi" di press room DPR, Jakarta (31/7).

Muzani menjelaskan, atas nama hukum MA telah memaksa kehendak untuk mentaati putusannya yang belum teruji kebenaran

BACA JUGA: Tidak Etis Parpol Koalisi Dikte SBY

Yang pasti, semangat itu merupakan cara-cara untuk menghabisi sejumlah partai politik.

Ditempat yang sama, mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) Pemilu, Ferry Mursidan Baldan, mengingatkan putusan MA bisa mengancam legitimasi yang diperoleh Partai Demokrat karena pihak yang diuntungkan
"Padahal Undang-Undang Pemilu sudah disepakati dan dilaksanakan oleh KPU

BACA JUGA: 14.000 Tahanan Rawan HIV/AIDS

Disaat proses berlangsung, MA mengeluarkan putusan
Apa harus dirombak semua

BACA JUGA: KPK Awasi Uang Pemda di BPD

Itu kan bisa menggagalkan hasil pemiluMaka KPU harus melaksanakan putusannya sesuai UU pemilu," sarannya.

Menurut Ferry, putusan MA itu tidak sehat dan tidak fair serta tidak etis karena penggugatnya ada dari kalangan fraksi DPR yang dulunya ikut membahas bahkan sudah sepakat terhadap keseluruhanm substansi dan materi UU pemilu"Termasuk teknis penghitungan kursi DPR RI."

Selain dinilai sebagai teror demokrasi seperti yang disebut Ahmad Muzani, Ferry juga menyebut putusan MA itu berpotensi merusak tatanan pemilu yang sudah disepakati.

Politisi muda Golkar itu memang mengakui UU Pemilu disepakati bersama sebagai hasil kompromi politik untuk menyemangati demokrasi dan NKRIKarena itu ada penghitungan tahap I, II dan IIITahap I sesuai Bilangan Jumlah Pemilih (BPP) 100 persen, tahap II BPP lebih dari 50 persen dan tahap III sebesar 20 persen ditarik ke provinsi“Penghitungan jumlah kursi itu juga tidak saja berdasarkan jumlah kepadatan penduduk, tapi juga pertimbangan NKRISehingga jumlah kursi di Dapil Jawa dan luar Jawa juga berbeda demikian pula BPP-nya."

Kesepakatan Itu sebagai representasi dan semangat kebangsaanKalau hanya berdasarkan jumlah penduduk, ya, selesai tapi tidak dalam konteks pembangunan negara, imbuhnya.

Sementara mantan Anggota Pansus RUU Pemilu, Lena Mariana, juga menyesalkan Putusan MA tersebut karena MA tidak membatalkan seluruh peraturan KPU“Apalagi dalam setiap keputusan KPU tidak pernah diberi salinannyaProsesnya saja tidak fair dan meruntuhkan system pemilu dan undang-undang yang sudah disepakatiKarena itu putusan MA tidak bisa dieksekusi atau dilaksanakan kecuali bersyarat,” ujar Lena.

Sedang Anggota Fraksi PKS di DPR, Agus Purnomo, memprediksi jika putusan MA diterapkan maka politik Indonesia tidak stabil dan akan terjadi pergeseran komposisi kursi DPR secara menyeluruh antara Jawa dan luar Jawa yang hanya berdasarkan jumlah penduduk“Padahal UU itu berdasarkan aspek politik dan NKRIOleh sebab itu jumlah kursi di Dapil DKI Jakarta berbeda dengan di Dapil Nangroe Aceh Darussalam, Gorontalo dan wilayah lainnya,” kata Agus(Fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Tak Usah Khawatir Diinterupsi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler