JAKARTA -- Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 205 ayat (4) UU No10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah konstitusional bersyarat (conditionally constitutional)
BACA JUGA: Antasari Azhar Bisa Dipidana Akibat Testimoni
Artinya, konstitusional sepanjang dimaknai sesuai putusan MKPara pemohon mengajukan uji materi dikarenakan Pasal 205 ayat (4) UU Pemilu dianggap multitafsir dan tidak memberikan kepastian hukum
BACA JUGA: Testimoni Antasari Bisa Rugikan SBY
Ketentuan tersebut menyebabkan adanya penghitungan ganda dalam perhitungan kursi DPRBACA JUGA: Pemekaran, Upaya Sedot Uang Jakarta
Ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip one man one voteTafsir seperti itu bertentangan dengan sistem proporsional.Dalam pembacaan putusannya, MK menyatakan, penghitungan perolehan kursi tahap kedua harus sesuai dengan konsep demokrasi“Dengan demikian kedudukan dan suara minoritas harus tetap dihargaiPerolehan suara partai tetap diperhitungkan untuk memperoleh kursi pada tahap kedua dengan merujuk sistem pemilu proporsional yang terkandung pada original intent keberadaan Pasal 205 ayat (4) UU 10 Tahun 2008 tentang Pemilu”, kata Hakim Konstitusi Akil Mochtar.
Mahkamah dalam menafsirkan frasa "suara" pada pasal 205 ayat (4) menyangkut dua hal, yakni sisa suara yang diperoleh parpol setelah dipergunakan untuk memenuhi BPP dan suara yang belum dipergunakan untuk penghitungan kursi sepanjang mencapai 50% dari BPPOleh sebab itu, Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 205 ayat (4) UU Pemilu adalah konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai bahwa perhitungan tahap yang kedua untuk penetapan perolehan kursi DPR bagi parpol peserta pemilu dilakukan dengan dua langkah.
"Pertama menentukan kesetaraan 50% suara dari angka BPP, yakni 50% dari BPP di setiap daerah pemilihan anggota DPRKedua, membagikan sisa kursi pada setiap daerah pemilihan anggota DPR kepada parpol dengan ketentuan apabila suara sah atau sisa suara parpol peserta mencapai sekrangnya 50% dari BPP, maka mendapat satu kursiApabila suara sah atau sisa suara parpol tidak mencapai sekurangnya 50% dari angka BPP, maka suara sah parpol yang bersangkutan dikategorikan sebagai suara yang diperhitungkan dalam penghitungan kursi tahap ketiga dan sisa suara parpol yang bersangkutan diperhitungkan dalam perhitungan kursi tahap ketiga," ujar hakim Akil Mochtar.
Selain itu, MK juga menyatakan Pasal 211 ayat (3) dan Pasal 212 ayat (3) UU Pemilu adalah konstitusional bersyarat, yakni berkenaan ketentuan pembagian kursi bagi partai politik untuk Pemilu Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/KotaMK berpendapat bahwa frasa "sisa suara" pada Pasal 211 ayat (3) bukan hanya sisa suara dari perolehan suara parpol setelah dikonversikan menjadi kursi berdasar BPP“Perolehan tersebut juga mencakup perolehan suara parpol yang tidak memenuhi BPP dan belum digunakan dalam penghitungan kursi tahap sebelumnya,” kata Akil Mochtar.
Konstitusional bersyarat untuk Pasal 211 ayat (3) yang dimaksud oleh Mahkamah harus dilaksanakan dengan tiga ketentuanPertama, menentukan jumlah sisa kursi yang belum terbagi yaitu dengan cara mengurangi jumlah alokasi kursi di daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi tersebut dengan jumlah kursi yang telah terbagi berdasar penghitungan tahap pertamaKedua, untuk menentukan jumlah sisa suara sah parpol peserta anggota DPRD Provinsi bagi parpol yang memperoleh kursi pada tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dikurangi dengan hasil perkalian jumlah kursi yang diperoleh parpol pada tahap pertama dengan angka BPPSelanjutnya bagi parpol yang tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, suara sah yang diperoleh parpol tersebut dikategorikan sebagai sisa suaraKetiga, untuk menetapkan perolehan kursi parpol peserta anggota DPRD Provinsi dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol peserta pemilu anggota DPRD satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki oleh parpol.
Mahkamah juga menyatakan Pasal 212 ayat (3) UU Pemilu konstitusional bersyarat sepanjang dilaksanakan dengan tiga langkahPertama, menentukan jumlah sisa kursi yang belum terbagi yaitu dengan cara mengurangi jumlah alokasi kursi di daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota tersebut dengan jumlah kursi yang telah terbagi berdasar penghitungan tahap pertamaKedua, untuk menentukan jumlah sisa suara sah parpol paeserta angota DPRD Kabupaten/Kota bagi parpol yang memperoleh kursi pada tahap pertama, jumlah suara sah parpol tersebut dikurangi dengan hasil perkalian jumlah kursi yang diperoleh parpol pada tahap pertama dengan angka BPPSelanjutnya bagi perpol yang tidak memperoleh kursi pada penghitungan tahap pertama, suara sah yang diperoleh parpol tersebut dikategorikan sebagai sisa suaraKetiga, untuk menetapkan perolehan kursi parpol peserta anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol peserta pemilu anggota DPRD Kabupaten/Kota satu demi satu berturut-turut sampai semua sisa kursi habis terbagi berdasarkan sisa suara terbanyak yang dimiliki oleh parpol.
"Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum melaksanakan penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tahap kedua hasil pemilihan umum tahun 2009 berdasarkan Putusan Mahkamah ini," tegas Ketua Majelis Hakim MohMahfud MDDengan putusan MK ini, putusan judicial review oleh MA itu kehilangan dasar pijakannya"Bukan karena judicial review itu salah," kata MahfudDia juga menekankan putusan ini berlaku sejak diucapkanSehingga tak perlu diperdebatkan istilah retroaktif atau prospektif
KPU senang mendengar putusan MK itu"Ya tentunya kami bersyukur karena berarti sudah ada kepastian hukum," ujar kata anggota KPU Andi Nurpati usai mengikuti sidang di MKMenurutnya, putusan MK ini semakin memperkuat Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2009 tentang Penghitungan Kursi Putaran Dua(sam/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Tak Serius Hentikan Pemekaran
Redaktur : Tim Redaksi