jpnn.com, JAKARTA - Heru Widodo penasihat hukum PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) aktif dan merespon atas adanya permohonan pembatalan SK 5322/MenLHK-PHPL/UHP.1/10/2017 tentang Pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) yang diajukan kliennya.
Hal ini senada dengan keterangan saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Senin (11/12).
BACA JUGA: KLHK Ingin RAPP Pulihkan Lahan Gambut yang Terbakar
Heru menerangkan, berdasarkan keterangan ahli bisa menggali fakta tentang bagaimana berlakunya aturan peralihan sesuai UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam peraturan tersebut memberikan kepastian hukum dan memberikan pemanfaatan bagi masyarakat.
Dalam konteks tersebut ada norma peraturan peralihan dalam PP Nomor 1 tahun 2014 tentang Aturan Peralihan menjadi penting adanya izin maupun kegiatan yang sudah ada tetap berlaku sampai berakhirnya izin yang diajukan PT RAPP.
BACA JUGA: Ketua SPSI Riau: Tudingan pada PT RAPP Tidak Benar
"Seharusnya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh UU," kata Heru di PTUN Jakarta.
Dalam sidang ini, Zudan Arif Fakrulloh, saksi ahli administrasi negara dari Universitas Soedirman mengatakan, KLHK harusnya aktif dan merespons atas adanya permohonan pembatalan SK tersebut.
BACA JUGA: Hamdan Zoelva: Langkah Hukum RAPP Sesuai UU
Apalagi sesuai Pasal 53 UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan jika tidak direspons dalam kurun waktu sepuluh hari maka keputusan bisa dibatalkan.
"Respons yang dilakukan pemerintah dalam rangka adanya kepastian hukum," ujar Zudan dalam sidang.
Selain itu, kata Zudan, pemohon atau masyarakat juga harus tunduk atas adanya aturan yang melingkupi dalam pengajuan permohonan tersebut.
Karena permohonan yang diajukan pemohon juga bukan untuk membatalkan sesuatu peraturan yang sudah ada. Oleh karena itu harus ada perbuatan konkret atau langkah nyata dari pemerintah ketika ada permohonan yang diajukan masyarakat.
"Di antara perbuatan konkret atau tindakan nyata yang bisa dilakukan dengan menggelar rapat, seminar, diskusi atau mengunjungi lokasi atau lapangan," kata dia.
Sementara itu Philipus M Hadjon selaku saksi ahli Tata Negara dan Administrasi dari Universitas Airlangga mengatakan, karena keputusan sudah ada maka tidak bisa mengajukan pembatalan ke pemerintah.
Namun, pihak yang keberatan bisa meminta pembatalan ke pengadilan. "Karena kalau ke saya maka saya pasti akan mempertahankan keputusan saya," tegas dia.
Sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ini bergulir setelah KLHK menerbitkan SK Menteri LHK tentang pembatalan keputusan Menteri Kehutanan No. SK.93/VI BHUT/2013 tentang persetujuan revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK HTI) untuk jangka waktu 10 tahun periode 2010 -2019.
Dengan pembatalan tersebut, RAPP mengajukan keberatan karena RKU yang dimiliki masih berlaku hingga 2019. PT RAPP mengajukan permohonan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RAPP dan KLHK Akhirnya Capai Titik Temu
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga