jpnn.com - jpnn.com - Realisasi penerimaan bea dan cukai hingga Februari baru mencapai Rp 6,33 triliun.
Nominal itu baru 3,31 persen dari target dalam APBN 2017 yang sebesar Rp 191,23 triliun.
BACA JUGA: Ini Sanksi Bagi Nasabah Asing yang Ogah Ikut Aturan
Perolehan tersebut juga drop 21,83 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 8,1 triliun.
Penurunan paling dalam berasal dari penerimaan cukai yang hanya Rp 900,4 miliar dari target setahun Rp 157,1 triliun.
BACA JUGA: Setelah Amnesti, Giliran Repatriasi
Capaian hingga Februari tersebut juga turun drastis jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,39 triliun,
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, pemicu paling besar penurunan penerimaan itu adalah kenaikan cukai rokok yang diberlakukan sejak tahun lalu.
BACA JUGA: Peringatan Tegas untuk Wajib Pajak Nakal
”Pabrik rokok itu sudah membeli pita cukai rokok di Desember 2016,” kata Prastowo, Minggu (5/3).
Salah satu tujuan menaikkan cukai memang menarik penerimaan pada 2016.
”Jadi, kemungkinannya, meski bulan Februari mereka produksi rokok, masih menggunakan pita yang Desember itu,” papar Prastowo.
Prastowo melanjutkan, dari sisi cukai, mulai ada kejenuhan, khususnya untuk rokok.
Apalagi, kebijakan pengendalian makin kuat. Dengan demikian, harus ada upaya ekstensifikasi cukai.
Karena itu, pemerintah seharusnya segera menambah objek cukai sehingga tidak hanya berfokus pada penarikan cukai dari rokok, alkohol, dan etil alkohol. Menurut dia, di negara-negara ASEAN setidaknya terdapat tujuh sampai barag barang kena cukai.
”Sedangkan di kita hanya ada tiga,” tambah Prastowo.
Pemerintah telah mengajukan usulan kebijakan pengenaan cukai plastik kepada DPR.
Menurut rencana, kebijakan tersebut bisa diberlakukan akhir tahun lalu.
Namun, karena ada penundaan, pengenaan cukai plastik diharapkan bisa berlaku mulai tahun ini.
Dari kebijakan tersebut, diprediksi adanya tambahan penerimaan negara sebesar Rp 1 triliun.
Selain cukai, pos penerimaan bea masuk juga drop.
Per 28 Februari, total penerimaan bea masuk mencapai Rp 4,85 triliun.
Jumlah tersebut menurun 9,07 persen bila dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 5,33 triliun.
Menurut Prastowo, hal tersebut lebih disebabkan aktivitas ekonomi yang sedang turun.
”Khususnya impor yang turun, ya. Itu menunjukkan kondisi ekonomi yang juga belum sepenuhnya membaik,” papar dia.
Namun, pos penerimaan bea keluar justru meningkat.
Hingga akhir bulan lalu, realisasi penerimaan bea keluar mencapai Rp 488,77 miliar.
Realisasi tersebut naik 29,94 persen jika dibandingkan dengab Februari 2016 yang sebesar Rp 376,14 triliun.
Bahkan, perolehan pos penerimaan tersebut melebihi target dalam APBN 2017 yang sebesar Rp 340,1 miliar.
Prastowo menuturkan, kenaikan penerimaan bea keluar terkait dengan membaiknya beberapa harga komoditas seperti minyak kelapa sawit atau CPO. (ken/c11/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rekrut Lulusan SMK, Industri Dapatkan Keringanan Pajak
Redaktur & Reporter : Ragil