jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memerlukan izin presiden untuk memanggil Setya Novanto.
Menurut dia, putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) tidak berlaku untuk tindak pidana khusus.
BACA JUGA: Setnov Ogah Diperiksa KPK Tanpa Seizin Istana
“Bahwa putusan MK itu tidak berlaku untuk tindak pidana khusus. Jadi, KPK tidak perlu menunggu izin presiden,” kata Refly di gedung DPR, Jakarta, Senin (6/11).
Dia kembali lagi menegaskan, putusan MK itu mengecualikan izin presiden untuk tindak pidana khusus. Karena itu, kata Refly, pemanggilan Novanto karena kasus dugaan korupsi yang merupakan tindak pidana khusus tidak memerlukan izin presiden.
BACA JUGA: Setnov Bakal Keok Lawan Imigrasi di PTUN, Nih Alasannya
“Ini sebenarnya bagian dari komitmen untuk pemberantasan korupsi. Kalau harus izin, bisa memakan waktu karena bisa jadi presiden sibuk dan lain-lain,” ujarnya.
Seperti diketahui, Novanto tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK, Senin (6/11) sebagai saksi untuk tersangka korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
BACA JUGA: Daya Ingat Setya Novanto Lemah, Disuruh Mundur Saja
Namun, DPR lewat surat yang dikirim ke KPK yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal DPR Damayanti menyatakan pemanggilan Novanto harus mendapatkan izin tertulis dari presiden. Nah, Refli menilai surat itu keliru.
“Itu (pemanggilan) urusan pribadi, bukan institusional. Yang jadi saksi itu bukan ketua DPR, tapi Novanto sebagai warga negara Indonesia, meskipun status ketua DPR itu melekat,” kata Refly.
Sekali lagi, dia menegaskan, setiap individu warga negara punya kewajiban kewarganegaraan untuk memenuhi kewajiban di hadapan penegak hukum.
Menurut dia, sebagai bentuk moralitas tertinggi seharusnya pejabat publik wajib datang memberikan keterangan soal apa pun yang dibutuhkan. “Jadi, tidak berlindung di balik aturan,” katanya.
Dia menilai sebenarnya sikap Novanto yang dulu hadir berkali-kali memenuhi panggilan KPK bahkan di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sudah benar. “Sikap yang benar itu ya yang dulu,” tegasnya.
Seperti diketahui, MK pada 2015 pernah membuat putusan soal uji materi UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3.
Dalam putusannya MK menyatakan bahwa pasal 245 ayat 1 UU MD3 itu tidak berlaku sepanjang dimaknai pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari presiden.
Hanya saja, MK tidak mengubah pasal 245 ayat 3 yang menyatakan ketentuan ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR salah satunya diduga melakukan tindak pidana khusus. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setnov Bisa Lewati Pintu Hakim, Ini Respons Nyelekit GMPG
Redaktur & Reporter : Boy