jpnn.com - LAODE IDA
Komisioner Ombudsman Republik Indonesia
Sejumlah politikus mulai menebar pesona sebagai bagian dari upaya untuk ikut tampil sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) 2019 nanti. Mereka memajang Baliho dengan memasang foto-foto mereka dan tersebar di seluruh nusantara.
BACA JUGA: ORI Anggap Pelarangan Cantrang Upaya Pemiskinan Nelayan
Dalam otak dan niat mereka sudah bisa ditebak. Yakni manfaatkan kesempatan dengan modal parpol dipimpin sebagai modal awal. Maklum umumnya mereka itu merupakan penguasa parpol.
Kecuali Prabowo Subianto yang konon akan maju sebagai capres melalui "Poros Kawan Jokowi", saya yakin sebagian figur penebar pesona itu niscaya berupaya menawarkan diri untuk jadi cawapres Jokowi.
BACA JUGA: Penyelenggara Negara Cenderung Terjebak Kepentingan Pemodal
Mereka sangat sadar bahwa peluang mantan Wali Kota Solo itu masih lebih besar untuk terpilih kembali di 2019 nanti. Singkatnya, mereka niscaya sangat-sangat berharap pada Jokowi untuk digandeng sebagai cawapres. Keinginan untuk jadi cawapresnya Prabowo Subianto masih belum menggelora.
Tapi ada yang menarik dari fenomena politikus penebar pesona itu. Yakni dugaan tentang adanya niat mengelabui publik terkait dengan rekam jejak mereja. Atau mau memanfaatkan salah satu watak masyarakat bangsa ini yang mudah lupa dan permisif. Mengapa dikatakan demikian?
BACA JUGA: Mudaratnya Investasi Asing di Sektor Pertambangan
Pertama, sebagian di antara mereka itu dulu sudah pernah diperiksa KPK dalam kasus dugaan korupsi. Bahkan ada di antara mereka yang namanya masuk "daftar merah" di KPK. Hal itu ketahuan saat Jokowi minta KPK agar memberi catatan pada daftar figur yang diusulkan sebagai calon menteri. Makanya, Jokowi kemudian tak memasukkan figur-figur itu ke dalam barisan kabinetnua yang pertama.
Sementara itu, figur-figur dimaksud tampaknya, sekali lagi, mengharapkan publik bangsa ini sudah tak ingat lagi semua catatan rekam jejak.
Kedua, jika figur-figur penebar pesona itu adalah pimpinan parpol, maka seolah-olah tak peduli bahwa sebagian pejabat yang berasal dari parpol mereka sudah terbukti korup utamanya melalui KPK. Bahkan begitu terbukanya kader-kader parpol itu digiring KPK melalui OTT (Operasi Tangkap Tangan), termasuk sebagian peserta pilkada serentak 2018 ini.
Sungguh tak ada lagi rasa malu, bukan? Tak rasa malu kalau dirinnya korup, tak rasa malu jika orang-orang di parpolnya korup. Dan bahkan barangkali sangat berniat untuk memasukkan oknum-oknum korup itu untuk bersama mengisi formasi di barisan penyelenggara negara ini.
Karena jika itu bisa terwujud, maka akan dengan mudah untuk membangun konspirasi jahat untuk terus menggerus uang negara saat impian mereka terwujud.
Fenomena ini menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya deviasi moral yang fatal dari sebagian penentu penyelenggara negara ini. Yakni berupa arus desakralisasi negara dari kejahatan korupsi, akibat pemberian ruang yang sangat besar terhadap koruptor untuk masuk menjadi pimpinan dan atau pejabat penyelenggara negara.
Begitulah. Tak ada yang bisa menghalanginya. Karena mandat pemberi jalur dan legitimasi adalah para petinggi parpol yg sebagian tengah tebar pesona itu.
Presiden Jokowi sendiri niscaya tak berdaya lagi. Bahkan bukan mustahil akan ambil salah satu dari figur penebar pesona itu untuk cawapresnya nanti.
Semua itu bisa terjadi karena Jokowi pun niscaya sangat ragu jika tak akomodasinya maka akan berbalik untuk tak mendukungnya lagi.
Apalagi jika memperhatikan sikap Jokowi akhir-akhir ini sudah sangat beda dengan awal-awal jadi presiden. Jika saat pembentukkan barisan kabinet pertamanya, maka seleksi rekam jejak untuk menghindari koruptor dengan melibatkan KPK dan PPATK, namun belakangan sudah mengabaikannya.(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasatpol PP DKI Bantah Tudingan Komisioner Ombudsman RI
Redaktur : Tim Redaksi