jpnn.com, TOKYO - Ossan Rental memang pelopor bisnis rental orang di Jepang, tapi bukan satu-satunya. Kini layanan serupa cukup banyak di Jepang. Salah satunya adalah Support One yang menyediakan para perempuan dengan usia 20-an sampai 70-an tahun.
Rental itu berdiri pada 2013. Para pegawainya bisa disewa untuk kepentingan apa saja. Mulai nonton bioskop, jalan-jalan, menemani makan, membersihkan rumah, menjadi tamu di pesta pernikahan, pura-pura menjadi keluarga, menemani ke kencan buta, atau minta maaf atas nama si klien.
BACA JUGA: Bisnis Rental Orang di Jepang: Berawal dari Sakit Hati
Mereka juga kerap disewa untuk antre tengah malam atau membuat cemburu pasangan. ”Banyak orang menyewa kami untuk membereskan masalah yang mereka buat. Ini hanya pekerjaan. Jadi, kami mengabaikan perasaan pribadi,” tegas Megumi Furukawa, pendiri Support One.
Karena 80 persen anak buahnya perempuan, Furukawa harus ekstrahati-hati saat ada klien yang menyewa. Dia menerapkan aturan yang sangat ketat.
BACA JUGA: Sungguh Tega! 26 Tahun Kurung Anak di Kandang
Salah satunya, pegawai dan klien tidak boleh berkomunikasi langsung, harus lewat dia. Data klien juga harus lengkap untuk memastikan bahwa mereka bukan orang yang pernah terlibat tindak kriminal.
Klien juga dilarang membawa perempuan yang disewa ke tempat tertutup. Misalnya, ke rumah dan tempat karaoke. Jika ingin menyewa untuk membersihkan rumah atau memasak, klien harus menyewa dua orang sekaligus. ”Keselamatan staf kami sangat penting,” tegasnya.
BACA JUGA: Berniat Menolong, Dua Wanita Jepang Dituding Nodai Ring Sumo
Perempuan 34 tahun itu mengaku juga sangat selektif memilih pegawai. Per bulan dia hanya mengambil satu pegawai baru untuk usaha rental orang yang dikelolanya. Padahal, lamaran yang masuk setiap bulan mencapai ratusan.
Saat ini dia hanya punya 39 anak buah. Dia ingin memiliki anak buah yang bisa dipercaya sepenuhnya. Dengan begitu, klien mereka bisa merasa aman saat menggunakan jasa Support One.
Profesor bidang sosiologi keluarga di Chuo University Masahiro Yamada mengungkapkan bahwa membangun dan menjaga hubungan di Jepang sangat sulit. Sebab, ada budaya saling memberi dan menerima alias tidak ada yang gratis.
Misalnya, saat menerima hadiah pernikahan dan kado untuk bayi, mereka harus mengirimkan sesuatu sebagai tanda terima kasih. Saat Valentine’s Day, para perempuan memberikan cokelat kepada laki-laki.
Sebagai gantinya, sebulan kemudian atau yang disebut dengan White Day, pria yang menerima wajib memberikan cokelat kepada para gadis. Semua kebaikan ibarat utang yang harus dibayar kembali.
”Kadang lebih mudah membayar saja untuk hal-hal kecil daripada meminta tolong teman,” tagas Yamada. (sha/c10/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Ingin Perkuat Kerja Sama Ekonomi Maritim RI - Jepang
Redaktur & Reporter : Adil