Resesi Ancam Indonesia, Sebaiknya Airlangga Tak Sibuk Urus Partai

Jumat, 29 November 2019 – 21:29 WIB
Airlangga Hartarto. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi dan politik Salamuddin Daeng mengingatkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tentang ancaman defisit transaksi berjalan dan resesi global. Menurutnya, Airlangga harus fokus pada tugasnya sebagai menteri dan berupaya sungguh-sungguh dalam menghadapi tantangan yang tak mudah itu.

“Kalau soal Menko Perekonomian, semestinya fokus karena terlalu banyak masalah ekonomi yang dihadapi pemerintah saat ini,” ujar Salamuddin saat dihubungi, Jumat (29/11).

BACA JUGA: Ahmadi Noor Supit: Airlangga Bolak-Balik ART Golkar

Analis dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) itu menegaskan, ancaman resesi ekonomi global pada 2020 bisa berdampak ke Indonesia. Salamuddin menegaskan, Airlangga sebagai Menko Perekonomian harus bisa mengoordinasikan kementerian bidang ekonomi untuk bekerja sama dalam menangkal ancaman krisis.

“Menteri Airlangga dituntut fokus pada tugas yang dibebankan negara kepadanya untuk menuntaskan berbagai masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia, impor besar, defisit CAD (defisit transaksi berjalan, red), deindustrialisasi nasional, pertanian yang tidak berkembang dan lain sebagainya,” kata dia.

BACA JUGA: Dukungan untuk Airlangga Hartarto Sudah Harga Mati

Lebih lanjut Salamuddin mengatakan, posisi Menko Perekonomian tak kalah gengsi dibandingkan ketua umum partai politik. Oleh karena itu Salamuddin meminta Airlangga mengutamakan tugas Menko Perekonomian ketimbang sibuk mengurus Golkar.

“Mengoordinasikan kementerian tak kalah besarnya dibandingkan urusan golongan, kelompok atau partai. Menteri koordinator harus berperan maksimal,” ujarnya.

BACA JUGA: Menko Perekonomian Airlangga Yakin Jurus Ini Bisa Atasi Defisit Neraca Perdagangan

Salamuddin menambahkan, ada tiga sebab utama terjadinya masalah ekonomi di Indonesia, terutama pada urusan defisit neraca berjalan. Pertama, Indonesia terlalu banyak melakukan impor sehingga neraca transaksi berjalan pada 2018 mengalami defisit hingga USD 30 miliar.

Kedua, perekonomian Indonesia terlalu bergantung pada utang luar negeri. Salamuddin menyebut hal itu membuat keuntungan investasi asing dalam portofolio utang justru mengalir ke luar negeri.

Ketiga, ada penyebab secara politik. Salamudin menilai para pengambil kebijakan ekonomi bekerja dalam sistem yang buruk sehingga gagal dalam menjalankan roda perekonomian.

“Banyak elemen pemerintahan dan DPR ditengarai dikendalikan oleh para importir. Pengambil keputusan dalam pemerintahan semakin tergantung pada utang, sehingga kebijakan pun dibuat untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya bagi para rentenir pemberi utang,” kata dia.(tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Singgung Resesi Ekonomi di Forum KTT ASEAN Plus Three Bangkok


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler