jpnn.com, JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) hanya berkata singkat merespons wacana yang beredar di publik terkait revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Belum sampai ke sana," kata Jokowi saat ditanya soal sikap pemerintah atas wacana revisi UU Peradilan Militer, saat ditemui media selepas menghadiri Peringatan HUT Ke-56 ASEAN di Jakarta, Selasa (8/8).
BACA JUGA: Kasus Korupsi di Basarnas, Chandra Singgung Pasal 200 UU Peradilan Militer
Wacana revisi UU Peradilan Militer mencuat setelah Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya Henri Alfiandi ditetapkan tersangka oleh Penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Marsdya Henri menjadi tersangka atas kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas RI Tahun Anggaran 2021-2023.
BACA JUGA: Detik-Detik Penemuan Mayat Sejoli dalam Mobil Lexus, Halim Mengintip dari Lubang Angin, Gempar
Sebelumnya, Henri terlebih dahulu ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus yang sama sehingga muncul polemik lantaran menuai protes dari TNI.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan usulan revisi UU Peradilan Militer.
BACA JUGA: Mayor Dedi Hasibuan Bawa Prajurit ke Polrestabes Medan, Ini Reaksi Polda Sumut & Kodam I/BB
Mahfud menyebut revisi UU Peradilan Militer sudah ada di program legislasi nasional yang bersifat jangka panjang.
"Nanti kita agendakan, kan sudah ada di prolegnas (program legislasi nasional) ya, di prolegnas jangka panjang," ujar Mahfud.
"Nantilah, kami bisa bicarakan, kapan prioritas dimasukkan. Saya sependapat itu perlu segera dibahas," lanjut Mahfud, Rabu (2/8) lalu.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyebut revisi UU Peradilan Militer diperlukan guna memastikan proses hukum oknum TNI yang melakukan tindak pidana umum diadili lewat peradilan umum.
Kasus dugaan korupsi di Basarnas terungkap setelah penyidik lembaga antirasuah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7) di Cilangkap dan Jatisampurna, Bekasi.
OTT KPK itu berujung penetapan dua oknum TNI aktif sebagai tersangka penerima suap.
Namun, setelah OTT itu, pada Jumat (28/7), Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengakui tim lembaga antirasuah melakukan kesalahan dan kekhilafan dalam penetapan tersangka terhadap anggota TNI.
Pernyataan itu dilontarkan Johanis setelah KPK didatangi rombongan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono, Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko beserta jajaran.
Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) diduga menerima suap sebesar Rp 88,3 miliar dari beberapa proyek pengadaan barang di Basarnas pada rentang waktu 2021-2023.
Ada satu tersangka lain yang juga perwira TNI aktif yaitu Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.(antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Reza Indragiri: Bayangkan Jika Rocky Gerung dan Jokowi Duduk Bersama
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam