jpnn.com, BATAM - Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Edi Putra Irawadi menyatakan bahwa Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 10 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Batam memiliki masa transisi.
Selama masa transisi ini, jika ada permasalahan teknis di lapangan, Edi berjanji akan menyelesaikannya kasus per kasus.
BACA JUGA: ORI Sebut Ada Praktik Maladministrasi Soal Pergantian Kepala BP Batam
"Perka itu sudah lama dibicarakan dan dibahas serta ada masa transisinya. Namun jika ada permasalahan teknis di lapangan, kami akan selesaikan kasus per kasus," ucapnya Senin (17/6).
Menurut Edi, hakikat Batam sebagai kawasan perdagangan bebas adalah untuk mendukung investasi di sektor industri yang berorientasi ekspor. "Fasilitas bebas pajak di sini serta bebas bea masuk untuk mendukung daya saing investasi dan ekspor," ucapnya.
BACA JUGA: Spanduk Penolakan Ex-Officio Bertebaran di Kantor BP Batam
Sebagai pelengkap dari dukungan Batam untuk sektor investasi, maka fasilitas bebas pajak juga diberikan kepada barang konsumsi. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup.
BACA JUGA: Polisi Bongkar Tempat Penyimpanan Puluhan Kilogram Sabu-sabu di Pulau Alang Bakau
BACA JUGA: Soal Penetapan Wali Kota Ex-Officio, Gubernur Kepri Pasrah Tunggu Keputusan Pusat
Namun, masalah terjadi karena terlalu banyak barang konsumsi yang nyatanya tidak dibutuhkan masyarakat, seperti rokok dan alkohol.
"Selama ini terdapat lebih dari 2.500 jenis barang konsumsi yang tidak dibutuhkan masyarakat secara luas sehingga menurut KPK, menyebabkan potential loss penerimaan negara," paparnya.
Sehingga KPK memberikan rekomendasi melalui surat ke Presiden. Karena proses yang mencapai tingkatan atas pemerintahan tersebut, BP mau tidak mau harus menata ulang kembali jenis barang konsumsi.
Bersamaan dengan terbitnya Perka 10/2019 tersebut pada 17 Mei kemarin, BP meredefinisi barang konsumsi menjadi dua kelompok barang.
Pertama, barang kebutuhan investasi yang selama ini hanya barang modal dan bahan baku menjadi barang modal, bahan baku atau penolong atau barang pendukung.
"Misalnya industri shipyard bisa impor atau memasukkan mesin, baja, kompas, komputer dan lain-lain sendiri tanpa membeli dari importir umum," ujarnya.
BACA JUGA: Polri Klaim Kecelakaan Selama Operasi Ketupat 2019 Turun 65 Persen
Dan kelompok kedua yakni kelompok barang konsumsi. "Barang konsumsi yaitu barang jadi yang tidak diolah lagi untuk kebutuhan masyarakat secara luas di Batam," jelasnya.
Contohnya yacht, kompas, baggy, bir dan lain-lain bukan barang konsumsi masyarakat luas. "Maka, kami keluarkan dari penetapan kuotanya dari BP Batam. Silahkan saja masuk, tapi bayar pungutan fiskalnya," ungkapnya.
Penerbitan Perka 10 bertujuan bukan hanya untuk mengurangi barang konsumsi yang memperoleh fasilitas Free Trade Zone (FTZ), tapi juga mengatur pemasukan dan pengeluaran sementara dari luar negeri atau luar daerah pabean.
"Jika sebelumnya memerlukan master list dari BP Batam, maka saat ini tidak perlu lagi master list tersebut. Ini untuk mengurangi penyederhanaan perizinan dan mengurangi persyaratan yang dianggap tidak perlu," jelasnya.
Sedangkan redefinisi barang konsumsi dengan melakukan rasionalisasi Barang konsumsi bertujuan agar fasilitas fiskal barang konsumsi benar benar dinikmati oleh masyarakat.
"Namun demikian apabila ada kesulitan kesulitan yg timbul nanti kita coba inventarisir untuk dicarikan solusinya," tutupnya.(leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Kawasan Ekonomi Khusus di Batam Segera Diresmikan
Redaktur : Tim Redaksi