Revisi UU Pemda Jangan Dijadikan Proyek

Kamis, 09 Juni 2011 – 19:49 WIB

JAKARTA - Revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang tengah disiapkan pemerintah hendaknya benar-benar menjadi solusi bagi persoalan pelaksanaan otonomi selama iniSebab, jangan sampai revisi UU itu hanya membuat terlepas dari satu persoalan, namun justru terperangkap pada persoalan lainnya.

Pada dialog publik bertema "Konstitusionalitas dan Legalitas Pendelegasian Wewenang Dalam Otonomi Daerah" di Jakarta, Kamis (9/6), ahli hukum Margarito Kamis dari Adnan Buyung Nasution Constitution Centre menyatakan, sulit mempertimbangkan bentuk dan pola pengaturan pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat ke daerah

BACA JUGA: Ribuan Kejanggalan Transaksi Keuangan Libatkan Pejabat

Alasannya, terdapat sektoralisasi pendelegasian wewenang melalui undang-undang sektoral maupun Peraturan Pemerintah (PP) yang tidak simetris dengan perintah UUD 1945.

"Kenyataannya tidak hanya terjadi sektoralisasi delegasi wewenang melalui UU, tetapi juga penggunaan PP sebagai instrumen konstitusionalnya," ulas Margarito.

Karenanya dalam diskusi yang digelar oleh Seven Strategic Studies itu, Margarito mengungkapkan sulitnya memformulasikan kewenangan pendelegasian dalam bentu aturan
"Rumit itu pasti, tapi pembentuk UU mesti tetap mengenali ulang konstitutionalitas bentuk hukum pengaturan delegasi dan jangkauan wewenang yang didelegasikan ke Pemda," tandasnya.

Dalam diskusi yang dipandu dosen FISIP Universitas Indonesia (UI) Mulyana W Kusumah itu, pengajar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Indra Perwira juga menyoroti banyaknya perbedaan kebijakan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota

BACA JUGA: Gunakan UU Pencucian Uang, Kerja KPK Lebih Efektif

Ia mencontohkan kebijakan sebuah pemerintah provinsi tentang larangan kegiatan penambangan
Sementara pemerintah kabupaten, justru mengantongi persetujuan dari pusat

BACA JUGA: KPK Sita Dokumen di PU Palembang

"Ada perbedaan seperti ini kan tidak muncul begitu saja," tandasnya.

Karenanya ia mengingatkan agar revisi UU Pemda tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sudah ada"Jadi jangan sampai revisi itu hanya menyesatkan lagiMuter-muter saja di situ seperti Umat Yahudi disesatkan hingga 40 tahun." cetusnya.

Peneliti dari Lembanga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof.DrSyamsuddin Haris Msi, juga mengingatkan agar revisi UU Otda benar-benar punya arah yang jelasSyamsuddin mengaku belum menemukan arah yang pasti tentang revisi atas UU Otda.

"Saya diajak bicara soal naskah revisinyaTetapi tidak jelas dalam naskah revisi itu agenda Otda untuk apa," ucap Kepala Pusat Penelitisan Politik LIPI itu,

Seharusnya, sambung Syamsuddin, tujuan penting dari revisi itu adalah peningkatan kesejahteraan, perbaikan pelayanan publik, peningkatan daya saing dan demokratisasi di tingkat lokal"Jadi revisi itu hanya sebagai proyek pemerintah saja melalui Kemendagri," ucapnya.

Ada pun Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Irsan Noor, mengkritisi penyerahan kewenangan secara formal melalui UU yang tidak diikuti penyerahan material secara nyataBahkan Irsan mengungkapkan beragam kewenangan yang sebenarnya menjadi urusan daerah, dimentahkan dengan kebijakan pemerintah pusat yang mengakibatkan urusan tersebut ditarik secara tersirat.

Selain itu dikatakan pula bahwa selama ini terdapat sejumlah urusan yang diserahkan pusat ke daerah, sebenarnya sudah lama digarap pemda"Jadi seolah-olah urusan itu diserahkan ke daerah, padahal memang sudah lama jadi urusan pemda," pungkas Bupati Kutai Timur itu.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Jadwalkan Periksa Nazaruddin Senin Depan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler