jpnn.com, ABIDJAN - Para petinggi Uni Eropa (UE) dan Uni Afrika (UA) mereaksi cepat laporan adanya perbudakan di Libya yang disebarluaskan CNN pertengahan bulan ini.
Kamis (30/11) mereka sepakat untuk mengakselerasikan tahapan repatriasi ratusan ribu pengungsi asal Afrika yang tertahan di Libya.
BACA JUGA: Trump Bakal Akui Jerusalem Ibu Kota Israel
Selain karena kondisi tempat penampungan yang memprihatinkan, risiko mereka diperjualbelikan sebagai budak menjadi perhatian utama.
Moussa Faki Mahamat, chairman Komisi UA, mengatakan bahwa memulangkan para pengungsi ke tempat asalnya adalah langkah paling tepat.
BACA JUGA: Serbu Universitas, Anggota Taliban Menyamar Jadi Perempuan
’’Ada 3.800 pengungsi yang tinggal dalam kondisi memprihatinkan di salah satu kamp di Kota Tripoli. Mereka harus segera dipulangkan. Tidak bisa tidak,’’ tandasnya pada hari terakhir konferensi EU dan UA tersebut.
Dengan mata kepala sendiri, Mahamat menyaksikan penderitaan para pengungsi itu. Mereka harus berbagi tempat dengan banyak pengungsi.
BACA JUGA: Teror di Hari Lahir Nabi: Taliban Serbu Universitas, 9 Tewas
Mereka juga kekurangan pangan. ’’Itu baru di satu lokasi. Libya mengatakan bahwa ada 42 kamp lain yang kondisinya juga kurang lebih sama dengan itu,’’ ungkapnya.
Dalam penderitaan seperti itu, para pengungsi juga diperlakukan secara tidak manusiawi. Saat meninggalkan negara mereka, para pengungsi yang sebagian besar berasal dari Benua Afrika itu punya harapan besar untuk masuk Eropa.
Ya. Libya bukan negara yang mereka tuju. Destinasi akhir mereka adalah negara-negara di Eropa. Tetapi, untuk bisa memasuki Eropa, mereka lebih dahulu harus singgah di Libya. Dari Libya, mereka bisa melanjutkan perjalanan ke Eropa lewat Laut Mediterania.
Sayangnya, saat berada di persinggahan itulah, mimpi para pengungsi itu terenggut. Para kurir alias penyelundup pengungsi selalu punya cara untuk mengeksploitasi mereka.
Itu terjadi karena, bagi para pengungsi tersebut, si penyelundup adalah majikan yang bisa membuat impian mereka terwujud. Sedangkan di mata para penyelundup, pengungsi-pengungsi tersebut adalah budak.
Pola pikir semacam itulah yang melahirkan pelelangan budak. ’’Saya menabung dengan susah payah karena ingin pergi ke Eropa dan hidup lebih baik. Semua tabungan saya terkuras untuk membiayai perjalanan ke Eropa. Tetapi, saya berakhir di sini sebagai budak,’’ ungkap Victory.
Dia dilelang dengan harga awal LYD (dinar Libya) 500 atau sekitar Rp 4,9 juta. Tetapi, dia laku LYD 900 (sekitar Rp 8,9 juta).
Pemuda 21 tahun itu harus ditebus dahulu dari tangan para penyelundup sebelum bisa pulang ke kampung halamannya di Negara Bagian Edo, Nigeria.
’’Orang tua saya menjual hartanya. Mereka juga harus utang ke orang-orang di negara bagian lain. Semuanya untuk membayar uang tebusan saya,’’ katanya.
Selama menjadi budak, Victory berkali-kali ganti majikan. ’’Setelah laku di pelelangan, saya punya majikan baru. Tetapi, mereka bebas menjual saya kembali ke orang lain jika sudah bosan atau tidak membutuhkan tenaga saya,’’ ujarnya.
Kehidupan sebagai budak, menurut dia, jauh lebih mengerikan ketimbang menjadi pengungsi yang kekurangan pangan di kamp. Sebab, hampir setiap hari mereka mengalami kekerasan fisik.
Kisah Victory itu dikemas CNN dalam bentuk laporan. Setelah disampaikan ke PBB, kini laporan tersebut diserahkan kepada pemerintah Libya. Pihak Libya berjanji akan menyelidiki praktik perbudakan itu dan menindak mereka yang terlibat dalam sindikat tersebut.
Menurut Mahamat, terdapat 400.000–700.000 pengungsi asal Afrika yang tertahan di Libya. Di antara jumlah itu, baru sekitar 423.000 yang sudah bisa diidentifikasi.
Hingga kini, UA baru bisa memulangkan sekitar 13.000 pengungsi saja. Itu pun terlaksana berkat bantuan UE. Karena itu, dengan kesepakatan yang tercapai Kamis, UE dan UA bertekad mempercepat pemulangan para pengungsi tersebut.
Sementara UE dan UA bergerak cepat mewujudkan repatriasi, Libya didesak untuk membongkar sindikat perdagangan manusia tersebut.
’’Para penyelundup itu pasti punya hubungan dengan banyak jaringan teror di seluruh dunia. Mereka bisa saja berkontribusi berupa pangan atau keuangan,’’ papar Presiden Prancis Emmanuel Macron saat menanggapi kesepakatan UE dan UA tersebut.
Bersamaan dengan itu, negara-negara Afrika juga bersinergi untuk memulangkan warga mereka yang tertahan di Libya. Presiden Nigeria Muhammadu Buhari berjanji akan memulangkan seluruh penduduknya dari Libya.
Pekan ini tercatat 242 warga Nigeria yang sudah dipulangkan. Sedangkan pemerintah Pantai Gading telah memulangkan 316 warganya dari Libya pada pekan ini. (AP/Reuters/CNN/hep/c4/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ritual Setan, Bocah Diperkosa Lalu Digantung dan Dimutilasi
Redaktur & Reporter : Adil