jpnn.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah segera merespons Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual.
Sebab, pemerintah hingga kini belum mengirimkan surat presiden maupun daftar investarisir masalah terkait RUU inisiatif DPR itu.
BACA JUGA: Rieke: Kami Tak Ingin Presiden Melanggar UU
Salah satu inisiator RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Rieke Diah Pitaloka mengatakan, ada sembilan jenis tindak pidana di dalam draf itu. Di antaranya adalah pelecehan seksual, eksploitasi, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, perbudakan dan kekerasan seksual.
"Undang-undang ini sangat penting. Jangan sampai sudah ada korban baru sadar akan pentingnya ada aturan," kata Rieke dalam jumpa pers Ketua Komnas Perempuan Azriana dan Wakil Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (2/6).
BACA JUGA: Akhirnya..Hakim Kabulkan Penangguhan Penahanan Baiq Nuril
Rieke mengatakan, ada 70 anggota dari lintas fraksi di DPR sebagai pengusul RUU Anti-Kekerasan Seksual. Prosesnya pun sudah hampir setahun.
Bahkan, RUU itu sudah sempat dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas. Artinya, RUU itu sudah disetujui DPR dan pemerintah untuk dibahas. "Nomor urut 23 dari 49 RUU Prioritas 2017," kata politikis PDIP itu.
BACA JUGA: Rieke: Nuril Korban Pelecehan Kok Malah Dipenjara
Nah, draf itu pada 6 April 2017 disetujui paripurna DPR sebagai RUU inisiatif. Pada hari yang sama, pimpinan DPR langsung mengirimkan surat kepada presiden dengan melampirkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Rieke menambahkan, Presiden Joko Widodo punya tenggat waktu pengiriman DIM hingga 6 Juni 2017. "Kami sudah menunggu surpres dan DIM sampai ke DPR. Saya percaya presiden dan pemerintahannya mengerti ketatanegaraan," katanya.
Ketua Komnas Perempuan Azriana mengapresiasi sikap DPR yang menginisiasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Dia mengatakan, RUU ini nanti harus mengatur dari perspektif gender.
"Kalau tidak digunkaan perspetif gender maka tidak ada beda dengan UU lain. Maka harus dilihat dari perspektif gender," katanya di kesempatan itu.
Sedangkan Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila menilai RUU ini sudah cukup komprehensif mengatur pencegahan, penanganan dan pemulihan korban tindak kekerasan seksual. "Tinggal bagaimana hukum acara mengatur sudah harusnya dilengkapi," ujarnya.
Menurut dia, kekerasan seksual berbasis gender tidak selalu perempuan. Karenanya harus dipikirkan anak jalanan juga yang banyak terjadi kekerasan seksual sesama maupun berlawanan jenis.
"Harus hati-hati betul, bagaimana mensinkronkan dengan KUHP," katanya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepatuhan BUMN Ternyata Masih Rendah
Redaktur & Reporter : Boy