RUU DIY Tempatkan Sultan Sebagai Simbol Politik

Tetap Diberi Hak Memveto Perda

Kamis, 18 September 2008 – 10:47 WIB
JAKARTA - Meski pada 9 Oktober mendatang, masa jabatan Gubernur Jogjakarta Sri Sultan HB X beserta wakilnya, Paku Alam IX, berakhir, Komisi II DPR tak mau tergesa-gesa membahas RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta''Kita harus berhati-hati karena kita sangat menghormati dan menjunjung tinggi keistimewaan Jogjakarta dalam kerangka NKRI,'' kata Ketua Komisi II Evert Ernest Mangindaan dalam RDP dengan DPRD Jogjakarta di gedung DPR, Rabu  (17/9).

Dia mengakui, draf RUU usul pemerintah tersebut sebenarnya telah diterima DPR

BACA JUGA: Lemhanas: Tunda Pemekaran Jelang Pemilu

Begitu juga surpres (surat presiden) No R-52/Pres/8/2008 tertanggal 15 Agustus 2008 yang menugasi Mendagri, Menteri Keuangan, dan Menkum ham untuk mewakili pihak pemerintah dalam proses pembahasannya
''Tapi, kami tidak mau terburu-buru,'' tegasnya.

RUU tentang Daerah Istimewa Jogjakarta memang sangat bernilai strategis, khususnya bagi masyarakat Jogja

BACA JUGA: Bingung Mencontreng? Coblos dengan Paku

Sebab, dalam drafnya, pemerintah mengusulkan agar gubernur dan wakil gubernur dipilih langsung oleh rakyat
Mekanisme itu tentu mendobrak sistem ''istimewa'' yang berlaku selama ini

BACA JUGA: RUU Pornografi Masih Sisakan Pro-Kontra

Sebab, Sultan dan Paku Alam otomatis dilantik sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur Jogja.

Meski begitu, pemerintah menawarkan untuk tetap menjaga eksistensi Sri Sultan Hamengku Buwono dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Adipati Paku Alam dari Kadipaten Pakualaman dalam bentuk Parardhya.

Parardhya memiliki peran strategis terbatas di bidang kebudayaan, pertanahan, pemerintahan dan politik, sekaligus penataan ruangContohnya, perda istimewa yang telah disetujui bersama DPRD Provinsi Jogja dan gubernur tetap harus mendapat persetujuan dari Parardhya Begitu juga terhadap bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, rencana pinjaman daerah, dan penerbitan obligasiTegasnya, Parardhya memiliki hak veto untuk menolak atau membatalkannya.

Mangindaan menyampaikan, pembahasan RUU Keistimewaan Jogjakarta tidak mungkin tuntas sebelum 9 Oktober Karena itu, sebaiknya masa jabatan Sri Sultan HB X dan Paku Alam IX diperpanjang sampai tuntasnya pembahasan RUU tersebut''Kami akan mendorong Mendagri Mardiyanto agar berkoordinasi dengan Presiden SBY untuk membuat payung hukum perpanjangan masa jabatan itu,'' katanya.

Sebaliknya, Ketua DPRD Provinsi Jogja Djuwarto meminta Sri Sultan HB X dan Paku Alam IX segera diangkat dan ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur Jogja periode 2008-2013Menurut dia, itu sudah menjadi sikap resmi DPRD Jogja yang tertuang dalam surat keputusan No 28/K/DPRD/2008 tertanggal 30 Juni 2008.

''Setelah itu, pemerintah pusat dan DPR dapat mulai membahas RUU�Keistimewaan Jogjakarta untuk menegaskan hak-hak istimewa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pura Pakualaman serta kedudukan Sri Sultan HB X dan Paku Alam IX dalam tata pemerintahan DIJDengan demikian, tidak timbul berbagai penafsiran,'' tegasnya

Rencananya, Senin mendatang, Komisi II akan mengadakan raker dengan Mendagri untuk membicarakan persoalan tersebut secara khusus(pri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Kandaskan Impian Iqbal ke Senayan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler