Sidang Paripurna DPD yang dipimpin Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/12), menyetujui Rancangan Undang-Undang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang dihasilkan PAH II DPD sebagai RUU usul inisiatif DPD.
Sejak pengesahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pengendali kebakaran hutan dan lahan adalah Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) yang menggantikan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS PBP)
BACA JUGA: Kekuatan Luar Manfaatkan Rivalitas Internal Polri
Jadi, negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa dari segala bentuk ancaman bencana.“Cuma, titipan kami, karakter kebakaran hutan dan lahan berbeda dengan bencana lainnya,” ujarnya
“Saya tahu persis
BACA JUGA: Tiga Calon Daerah Baru Masih Bermasalah
Jangan sampai ada apologi berbagai kalangan tertentu yang menyebutnya sebagai bencana alam.” Pengendalian kebakaran hutan dan lahan tidak cukup dilimpahi kepada BNPB di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.Mengenai sanksi, menurutnya, telah dipertegas dalam RUU Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang dikenakan kepada pihak-pihak yang sengaja membakar hutan dan lahan atau karena kealpaannya menyebabkan kebakaran hutan dan lahan
Menyangkut yang bertanggung jawab dan berwewenang menanggulangan bencana dalam RUU Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah
BACA JUGA: Dumai Ancam Tutup Pelabuhan
Kalau Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat kabupaten/kota tidak sanggup maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat provinsi yang mengambil alihnya.Selama ini, karena menggunakan istilah kebakaran hutan maka yang selalu ketiban sial untuk mengurusnya adalah Dinas Kehutanan“Padahal, Dinas Kehutanan tidak berpotensi menanganinya, karena penyebab kebakaran bukan pelaku di bidang kehutananAkhirnya ribut terus, kabakaran jadinya tidak tertangani.”
Sarwono melanjutkan, isu kebakaran hutan dan lahan tidak hanya isu lokal di Kalimantan dan Sumatera tetapi juga isu regional di Asia Tenggara“Karena asapnya mengganggu jalur lalu lintas utama,” ujarnyaLalu lintas utama yang terganggu seperti rute penerbangan dan pelayaran negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand.
“Saya pernah menghitung waktu menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup, jumlah penduduk yang terkena langsung akibat kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan mencapai paling tidak 20 juta orang,” ujarnya.
Akibat kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali, tahun 2006 Wetland Internasional memosisikan Indonesia negara ketiga di dunia sebagai emitor karbon setelah Amerika Serikat dan Chinadituding dunia sebagai emitor karbon nomor tiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China.
Sidang Paripurna DPD juga menyetujui RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dihasilkan PAH II DPD sebagai RUU usul inisiatif DPDMengenainya, Sarwono mengatakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup saatnya diperbaharui.
“Karena, pengalaman menjalankan UU itu membuktikan ada dua hal yang belum selesai,” ujarnyaKedua hal yang tidak termaktub dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kelembagaan serta peningkatan kapasitasnya dan sanksiDan, yang terpenting adalah sejak UU tersebut diberlakukan tahun 1997 terdapat perkembangan di bidang pemerintahan yang tidak termaktub, yaitu otonomi daerah.
Selain kedua RUU, Sidang Paripurna DPD memutuskan untuk mensahkan Pandangan dan Pendapat terhadap RUU Meteorologi dan Geofisika yang dihasilkan PAH II DPD.(eyd/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo Serukan Boikot Pasar Modern
Redaktur : Tim Redaksi