Saat Ujicoba, Ekor Pesawat Pernah Retak

Kamis, 19 Mei 2011 – 06:55 WIB
BAHAS MERPATI - Menteri BUMN Mustafa Abubakar (tengah) saat rapat kerja dengan komisi VI DPR RI di Gedung DPR Senayan Jakarta, Rabu (18/5). FOTO : RANDY TRI KURNIAWAN/RM

JAKARTA - Dugaan penyelewengan dalam pengadaan pesawat MA-60 oleh Merpati Nusantara Airlines (MNA) terus menggelindingKementerian BUMN pun membeber kronologis pengadaan pesawat buatan Tiongkok tersebut

BACA JUGA: Dua Tersangka Minta Menpora Ikut Diperiksa



Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, pengadaan MA-60 yang menggunakan skema subsidiary loan agreement (SLA) melibatkan banyak institusi kementerian
"Prosesnya dimulai sejak 2002 hingga 2010, menterinya pun berganti-ganti," ujarnya saat rapat Panja Merpati di Komisi VI DPR kemarin (18/5)

BACA JUGA: Rumah Ibunda SBY di Blitar Kemalingan



Mustafa menyebut, periode penjajakan pengadaan MA-60 dimulai pada 2002, saat itu Xian Aircraft Company mulai mempromosikan pesawat buatannya
Kemudian, pada Agustus 2005, dalam The 7th Indonesia-China Joint Commission Meeting on Economic, Trade, and Technical Cooperation di Beijing, Tiongkok, Menteri Perdagangan Tiongkok dan Menteri Perdagangan Indonesia membahas billateral trade flows

BACA JUGA: Panda Bantah Terima Pengembalian TC dari Emir

"Saat itu, pemerintah China bersedia menyediakan concessional loan pengadaan MA-60," katanya

Menurut Mustafa, proses berlanjut dengan pematangan pengadaan MA-60pada 3 Maret 2006, manajemen Merpati menyampaikan permohonan persetujuan business plan kepada Menteri BUMN untuk ditindaklanjuti ke Bappenas dan Departemen Keuangan

Mustafa mengatakan, salah satu poin penting dari periode pematangan ini adalah sertifikasi validasi kelaikan MA-60Pada 9 Mei 2006, Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Dephub sudah memberikan sertifikasi"Intinya, aspek rancang bangun dan sertifikasi pesawat MA-60 sudah memenuhi persyaratan standar kelaikan udara, termasuk dukungan purna jual dan continous airworthiness dari Xian," terangnya

Setelah melalui berbagai proses negosiasi dan kontrak, 2 unit MA-60 mulai diserahkan pada Merpati pada 28 Agustus 2007 dengan pola sewa operasionalSalah satu hal yang menarik diungkapkan oleh Mustafa"Pada Mei dan Agustus 2009, laporan penggunaan dua unit pesawat menunjukkan ada gangguan keretakan pada pemegang batang ekor vertikal pesawat atau rudder," sebutnya

Namun, lanjut Mustafa, kerusakan tersebut sudah direspon oleh Xian selaku produsenSaat itu, pihak Xian telah merubah proses produksi dari pengikat batang ekor vertikal, termasuk mengganti material, dimana otoritas penerbangan sipil China mengesahkan perubahan tersebut"Mereka juga memberikan jaminan keamanan dan keselamatan," ujarnya

Atas respon tersebut, kata Mustafa, Dirjen Perhubungan Udara menyatakan kembali bahwa pesawat MA-60 yang sebelumnya di-grounded atau tidak boleh terbang, telah memenuhi persyaratan kelaikan udara

Terkait harga pesawat yang dinilai kemahalan, Mustafa mengatakan memang menjadi perhatian pemerintah jugaAwalnya, pada Mei 2006, kontrak awal menyebut harga 1 unit MA-60 sebesar USD 14,1 juta

Namun, pada 2008, kajian tim restrukturisasi PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), harga pesawat hanya USD 11-12,5 jutaAkhirnya, setelah negosiasi, harga pesawat turun menjadi USD 11,20 juta per unit, ditambah buyers optional equipment USD 800 ribu, sehingga totalnya 12,00 juta"Proses pengadaan MA-60 ini memang panjang, pemerintah juga sudah berupaya untuk transparan, namun jika dirasa masih kurang, kami siap memberikan keterangan yang diperlukan," kata Mustafa

Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto, Panja Restrukturisasi Merpati yang dibentuk Komisi VI masih akan terus menggali proses pengadaan MA-60, termasuk kenapa MA-60 dipilih oleh Merpati"Karena itu, kami akan minta hasil audit BPK dan BPKP terhadap Merpati untuk bahan rapat berikutnya," ujarnya(owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Megawati Yakini Pancasila Laku di Luar Negeri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler