Saksi Ahli Nilai Perhitungan BPKP Keliru dan Tidak Bisa jadi Bukti Kerugian Kasus BTS

Senin, 16 Oktober 2023 – 20:00 WIB
Sejumlah ahli menilai pendekatan total loss yang digunakan BPKP dan Kejaksaan Agung untuk menetapkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,03 triliun dalam kasus dugaan korupsi pengadaan BTS 4G, tidak tepat. - Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah ahli menilai pendekatan total loss yang digunakan BPKP dan Kejaksaan Agung untuk menetapkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,03 triliun dalam kasus dugaan korupsi pengadaan BTS 4G, tidak tepat.

Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan sidang lanjutan kasus dugaan korupsi BTS 4G di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (16/10).

BACA JUGA: Kubu Terdakwa Kasus BTS Sebut Pemerasan jadi Pemicu Korupsi

Ahli hukum keuangan publik dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dian Puji Nugraha Simatupang menyatakan dalam penghitungan kerugian kasus BTS, BPKP tidak mempertimbangkan ada pekerjaan masih berlanjut.

Selain itu, menurutnya, BPKP juga tidak mempertimbangkan pengembalian uang yang dilakukan oleh konsorsium pelaksana proyek sebesar Rp1,7 triliun kepada BAKTI.

BACA JUGA: Terlibat Pemufakatan Jahat di Kasus Korupsi BTS, Advokat Edward Hutahaean Tersangka

"Dalam perkara dugaan korupsi, perhitungan kerugian keuangan negara itu harus nyata dan pasti. Apabila pekerjaan masih berjalan, maka belaum nyata dan pasti perhitungannya," kata Dian.

Dian menambahkan perhitungan kerugian keuangan negara juga harus berdasarkan nilai buku yang wajar, dengan memperhitungkan berapa aset yang berkurang atau ke luar dan masuk.

BACA JUGA: Saksi Ahli Sebut Tender Pengadaan BTS 4G Tidak Cukup Jadi Bukti Persekongkolan

"Jadi, selain pengeluaran, perlu dilihat, apakah ada tercatat barang yang masuk, pertambahan aset, pengembalian aset ke kas negara. Pencatatan itu penting untuk membuktikan kerugian yang nyata dan pasti," lanjutnya.

Sementara itu, ahli audit keuangan negara Irmansyah menyebutkan perhitungan kerugian keuangan negara juga harus mempertimbangkan kejadian-kejadian penting yang bersifat material dan berpengaruh dalam nilai buku atau laporan keuangan. 

"Apabila perhitungan menggunakan cut-off date tertentu. Misalnya Maret 2022, tetapi ada kejadian-kejadian yang material yang berpengaruh, penghitungan tidak boleh berhenti di tanggal cut-off," kata Irmansyah.

Dia juga menyebutkan jika terjadi pengembalian, harus ada koreksi atau penyesuaian laporan sebagaimana wajar dilakukan dalam membuat laporan audit.

"Kecuali, jika memang ada terminasi kontrak," lanjutnya. 

Lebih lanjut Irmansyah menjelaskan metode perhitungan total loss dapat digunakan apabila aset yang diperoleh tidak punya nilai manfaat lagi.

Namun, apabila aset tersebut masih memiliki manfaat ekonomis di masa depan, maka perhitungan yang dilakukan harus menggunakan pendekatan selisih harga.

"Namun, apabila yang aset yang dibeli sudah sesuai, meski mungkin ada keterlambatan atau kesalahan prosedur, tetap harus dihitung karena barang-barang tersebut masih dicatat sebagain aset,” papar Irmansyah.(mcr8/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengacara Anang Latif Pastikan Proyek BTS Tidak Mangkrak


Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler