Saksi Ahli Soroti Soal Dugaan Terdakwa Hapus Pesan Singkat

Jumat, 24 Mei 2024 – 23:13 WIB
Suasana persidangan perkara nomor 246/Pid.B/2024/PN.Jakut, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (21/5/2024). Foto: Supplied for JPNN.com.

jpnn.com - JAKARTA - Sidang yang melibatkan oknum rohaniwan berinisial Ev dan seorang lainnya AJ sebagai terdakwa dugaan memberi keterangan palsu ke dalam akta otentik kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (21/5).

Sidang dengan perkara nomor 246/Pid.B/2024/PN.Jakut digelar dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli yang merupakan pakar hukum pidana Dr. Hendri Jayadi Pandiangan.

BACA JUGA: Oknum Rohaniwan Jadi Terdakwa Kasus Beri Keterangan Palsu di Akta

Kasus ini bergulir setelah diduga mengakibatkan kerugian terhadap Katarina Bonggo Warsito, mantan istri Alex (almarhum) yang merupakan putra AJ.

Dalam keterangannya saksi ahli menyoroti soal WhatsApps antara Katarina dengan AJ, di mana kemudian diduga pembicaraan keduanya dihapus oleh terdakwa.

BACA JUGA: PT TForce Diminta Kembalikan Uang Nasabah

Saksi ahli menduga terdakwa mencoba merayu korban untuk mengurus akta, tetapi dengan cara mengikuti keinginan si pembuat akta.

"Logikanya, tidak ada orang yang mau dijahati. Itu cara untuk merayu agar Katarina mau mengurus akta tersebut. Dengan kata lain ada bujuk rayu yang dilakukan, di mana ujungnya memanipulasi seseorang untuk mengikuti maunya si pembuat akta. Ini makin parah lagi," ujar Dr. Hendri pada sidang terbuka di PN Jakut, Selasa (21/5).

BACA JUGA: Kejagung Mendakwa 5 Perusahaan dalam Grup Wilmar Telah Merugikan Negara Rp12,3 T

Pada pertemuan terpisah Hendri memaparkan bahwa menghilangkan chat WA yang berkaitan dengan sebuah kasus merupakan tindak pidana.

Dia menyebut hal tersebut masuk kategori menghilangkan barang bukti dan ada hukumannya.

Hendri juga mengatakan dalam hukum pidana kebenaran material yang dibuktikan.

"Saat penandatanganan ada para pihak pembuat akta dan saksi-saksi bersama notaris. Kalau akta itu juga memuat kepentingan Bu Katarina, kenapa dia harus disuruh keluar saat mau diteken. Artinya, ada sesuatu yang disembunyikan. Seharusnya hakim tidak ragu lagi karena sudah terjadi tindak pidana melanggar Pasal 266 KUHP," ucapnya.

Menurut Hendri, unsur-unsur di Pasal 266 yakni ada subjek hukum yang secara sengaja melakukan tindak pidana terpenuhi. Demikian juga unsur kesalahannya berbentuk dolus (opzet) atau disengaja, terpenuhi.

Sementara itu, di persidangan sebelumnya, saksi fakta yakni Budi Harianto maupun Mukmin, mantan staf Kantor Notaris Johny Dwikora Aron, SH., mengaku tidak mengenal Katarina Bonggo Warsito.

Katarina juga disebut tidak ada dalam ruangan saat penandatanganan. Di depan majelis hakim Budi menegaskan saat penandatanganan akta hanya melihat lima orang yakni, AJ, Ev, Ernie, Tan Gek Lui dan Metta Dewi. 

Hendri menilai secara umum perkara yang ada sudah terang benderang, tetapi ada yang membuatnya seolah-olah menjadi gelap.

Menurut Hendri, dalam hal ini terdakwa dapat juga dikenakan Pasal 277 KUHP, di mana ayat (1) berbunyi, 'Barangsiapa dengan suatu perbuatan dengan sengaja berbuat sehingga asal-usul seseorang menjadi tidak tentu, dipidana karena menggelapkan keadaan orang dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun'.

Sementara itu Kuasa Hukum Katarina, Sugeng Teguh Santoso menegaskan sudah tepat pihak-pihak yang diduga memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dikenakan Pasal 266 KUHP.

Diduga terdakwa menggunakan akta tersebut untuk pengalihan alhi waris. Dalam hal ini hak Katarina diduga sengaja dihilangkan.

Sebelumnya, Katarina mengatakan ada bukti chat di WhatApps yang menjadi kunci untuk membuka kasus tersebut.

"Chat di WA itu dihapus oleh AJ saat handphone-nya disita oleh penyidik. Namun saya sudah laporkan (chat) itu ke polisi," kata Katarina.

Chat di WA itu juga konon menjadi dasar Katarina mau mengantar berkas-berkas dan keperluan penandatanganan akta tersebut.

"Kalau memang dibilang saya telah melepas hak, apa ada bukti tanda tangan pelepasan hak dari saya?" katanya.

Sementara itu, Kuasa hukum terdakwa Djalan Sihombing mengatakan para terdakwa tidak pernah menyuruh memasukkan keterangan palsu.

"Sampai sekarang belum tahu persis siapa yang menyuruh melakukan itu karena si terdakwa tidak pernah menyuruh. Di persidangan sebelumnya juga tidak ada yang tahu, termasuk pelapor pun tidak tahu. Itu yang terjadi," kata Djalan.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Saksi Ahli Anggap Unsur Kerugian Negara Tak Terpenuhi dalam Korupsi Laboratorium Unsulbar


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler