Salat Tarawih Tengah Malam, Pulang Harus Pamitan

Rabu, 08 Juni 2016 – 00:35 WIB
Masjid Keraton Buton masih mempertahankan bentuk keasliannya. Salat tarawih di masjid ini pada malam pertama Ramadan masih digelar tengah malam. Gambar diambil Senin (6/6). Foto: Akhirman/Kendari Pos

jpnn.com - MASYARAKAT Buton masih terus melestarikan budaya warisan lelulur. Misalnya, pelaksanaan salat tarawih pada malam pertama Ramadan yang dilaksanakan tengah malam diawali dengan sebuah tradisi. Jamaah tarawih tak boleh langsung masuk ke Masjid Keraton, namun harus melewati proses adat lebih dulu.

Akhirman-Buton

BACA JUGA: Dulu Dicibir, Kini Banyak yang Mengikuti Pilihannya

Bulan Suci Ramadan merupakan sebuah momen penting yang dinatikan dan dirindukan oleh setiap umat muslim. Dimana, dalam bulan ini, segala perbuatan baik seseorang dilipatgandakan oleh Allah SWT. Makanya, seluruh masyarakat muslim meyambut baik dengan penuh kegembiraan akan datangnya bulan Ramadan.

Di Kota Baubau misalnya. Sebagai daerah eks Kesultanan Buton dan menjadi salah satu pintu masuknya ajaran islam pertama di Provisnsi Sulawesi Tenggara, pelaksanaan shalat tarawih begitu sakral. 

BACA JUGA: Rita Telepon, Poniati: Katanya Dia Akan Pulang..

Berbagai ritual mengiringi setiap tahapan sebelum masuk pelaksanaan ibadah shalat tarawih malam pertama Ramadan.

Kurang lebih 10 menit sebelum jarum jam menunjuk pukul 00:00. Seluruh perangkat Masjid Keraton yang berjumlah 22 orang duduk di "gode-gode" masjid. 

BACA JUGA: Tenun Ikat NTT Bersaing Dalam Peta Seni dan Budaya Dunia

Tampak salah seorang perangkat Masjid Keraton bergelar Moji bergegas, kemudian menyuarakan sebuah kalimat. "Tarango tarango tarango, walayikaana walayikayi malono siy bhana bhangu". 

Ternyata arti kalimat itu dalam bahasa Indonesia adalah  “dengar, dengar, dengar sebelah kanan sebelah kiri, depan dan belakang, malam ini adalah malam pertama sahur.” Sebuah pemberitahuan pada seluruh jamaah untuk malam pertama puasa.

Setelah itu, salah satu perangkat masjid karaton lainmya yang bergelar tunggu nabula (tokoh penentu hari dan kebijaksanaan waktu) melapor kepada imam masjid. 

"Joo imamu kawamo wakutu artinya, wahai iman sudah memasuki waktu shalat. Sontak sang imam menjawab "joo" kemudian melanjutkan kalimat itu pada perangkat masjid bergelar "Lakina Agama" (penentu kebijakan hasil musyawarah keagamaan)

Setelah Lakina Agama mengetahui bahwa sudah memasuki waktu shalat, salah satu tokoh masjid bergelar "Tunggu Naaba" (Plotokoler) pamit kepada imam masjid untuk mengumandangkan adzan.

"Joo Imammu sama Taposangakamo bangu" (permisi imam saya mau mengumandangkan adzan). Kemudian Tunggu Naaba menugaskan moji menyuarakan adzan untuk melaksanakan ibadah shalat isya.

Saat adzan dikumandangkan, 22 perangkat masjid keraton belum memasuki ruangan masjid. Mereka tetap berada di gode-gode sembari menunggu selesainya adzan. Nanti setelah adzan selesai, barulah mereka bergegas masuk ke dalam masjid secara berurutan sesuai ketentuan. Yaitu, dari perangkat masjid termuda sampai tertua (Lakina Agama). Setelah masuknya mereka kedalam masjid, proses ibadah mulai dilakukan seperti biasa. 

"Apa yang kita lakukan harus sesuai dengan aturan dan adab yang telah ditentukan. Tidak ada yang boleh menyalahi atau keluar dari semua itu," kata salah satu perangkat Masjid Keraton Kota Baubau bergelar "Lakina Agama" La Ode Zulkifli.

Seluruh prosesi rangkaian ibadah shalat isya dilakukan yaitu sekitar pukul 00:15. Selanjutnya dilakukanlah seruan untuk shalat tarawih yang disebut "gora". Dilanjutkan dengan seruan Shalawat Nabi yang dilakukan oleh moji sebagai tanda akan dimulainya shalat tarawih.

Jumlah rakaat shalat tarawih yang dikerjakan pada malam perdana bulan suci Ramadhan tidak seperti biasanya. Jika, umumnya shalat tarawih dilakukan dengan jumlah delapan rakaat ditambah tiga rakaat shalat witir, pelaksanaan shalat tarawih malam pertama di Masjid Keraton sebanyak 20 rakaat ditambah tiga rakaat shalat witir.

Untuk aturannya tetap sama yaitu, dua rakaat satu salam untuk shalat tarawih dan tiga rakaat satu salam untuk shalat witir. 

"Pelaksanaan 20 rakaat shalat tarwi dan tiga rakaat shalat witir kita lakukan tiga kali di bulan ramadhan. Yaitu, pada malam pertama puasa, malam kunut (16) puasa dan Lailatul Qadar (27) puasa. Semua itu, sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT atas segala berkah yang diberikan. Karena yang namanya shalat sunah tidak dibatasi. Tergantung kesanggupan yang menjalaninya. Tetapi, khusus kita di Masjid Keraton, dilakukan sebanyak 20 rakaat. Itu semua telah berlangsung dari turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Dimana kita yakini bahwa hal itu telah dilakukan sejak ajaran Islam masuk di Kota Baubau diera Kesultanan Buton," jelasnya.

Selesainya seluruh rangkaian shalat tarawih pertama itu, para perangkat masjid tidak langsung pulang begitu saja. Mereka keluar dan berkumpul membuat lingkaran di depan masjid sebanyak 18 orang untuk pamitan. 

"Jadi, kita tidak langsung pulang. Kita lakukan dulu ritual pamitan sesama perangkat masjid. Diawali dengan pamitan imam masjid kepada "Lakina Agama" diikuti oleh 16 perangkat masjid lainnya, sesuai tingkatan. Sementara empat perangkat lainya, tidak lagi mengikuti ritual pamitann itu. Karena mereka sebagai tungguna ganda yang bertugas membereskan kembali seluruh pelatan yang digunakan saat tarawih," jelasnya.

Seluruh prosesi rangkaian pelaksanaan shalat tarawih di malam pertama bulan suci ramadhan itu, merupakan kebiasaan yang telah dilakukan sejak zaman Kesultanan Buton. Masyarakat Kota Baubau sebagai daerah eks Kesultanan terus berupaya menjaga dan melestarikan hal itu. (*/b/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terserah Anak, Mau Pilih Malaysia atau Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler