jpnn.com - BELUM lama ini, ada prosesi pernikahan salah satu pasangan di Sarawak, Kuching, Malaysia, yang cukup menarik perhatian masyarakat. Ya, karena yang menikah adalah dua insan berbeda warga negara, Indonesia-Malaysia.
Ocsya Ade CP, Kuching
BACA JUGA: Beginilah Kondisi Warung Sate Klathak setelah Jadi Lokasi Shooting AADC2
Mirip dengan lamaran di Indonesia, Malaysia punya adat Merisik. Proses awal pernikahan itu mempertemukan dua keluarga. Pun sebagai ajang perkenalan satu sama lain sekaligus merencanakan upacara pernikahan dua calon mempelai.
Eddie bin Nordin, dari pihak keluarga mempelai perempuan warga Malaysia, mengatakan, jika Merisik sukses, selanjutnya dilakukan adat Bertunang. Sama saja dengan proses pertunangan di Indonesia. Ini merupakan simbol bahwa dua calon mempelai telah “dimiliki” oleh seseorang.
BACA JUGA: Mau Potong Rambut yang Mana Bang? Di Sini Bisa Apa Saja
Pesta atau selamatan adat tersebut diiringi doa. Berbagai macam makanan disediakan saat itu.
Kemudian, akad nikah diselenggarakan. Biasanya di masjid, bisa juga di rumah pengantin perempuan. Pengantin pria menyediakan mas kawin bagi pasangannya. Kerap dilakukan sederhana, hanya dihadiri keluarga.
BACA JUGA: Bule Cantik Ternyata Lebih Suka Martabak Lho...
Prosesi berikutnya adalah upacara bersanding atau resepsi pernikahan. “Akad nikah semalam dipersetujui. Hari inilah majelis kenduri kawinnya,” tutur Eddie sambil menyambut tamu.
Kekhasan berbagai prosesi ini tentu saja ada pada pakaian adat Melayu yang dipakai mempelai. Biasanya yang dikenakan adalah pakaian tradisional berupa baju kurung atau baju koko khas Melayu bertapikan kain dengan motif khas yang diikatkan di sekeliling pinggang. Peci mempelai laki-laki berwarna senada dengan kainnya.
Sementara itu, pengantin wanita memakai baju kurung yang tertutup berbagai hiasan plus kerudung. Juga selendang yang disampirkan di bahu.
Hadrah pun dimainkan saat mempelai tiba di tempat pernikahan. Dalam adat Melayu, lanjut Eddie, hadrah merupakan musik memeriahkan suasana.
“Hadrah dimainkan melantunkan dzikir memuji kebesaran Allah SWT, shalawat dicampurkan dengan lagu modern sekarang,” ungkapnya.
Pernikahan juga merupakan ajang silaturahmi dengan tetua di keluarga sebuah keluarga. ”Bukan saja hanya untuk mendapatkan sedekah dari tetamu undangan. Seminggu selepas pernikahan inipun ada makan selamat (memanjatkan doa atas keselamatan dan kelancaran acara, red) dari pihak perempuan,” imbuh Eddie.
Eddie merupakan kakak kedua dari Rosyati binti Rosdin, wanita kelahiran 94700 Serian, Sarawak, Malaysia, 05 Mei 1981. Dia dinikahi Firman Wahyudin, pria kelahiran Depok, Jawa Barat, kelahiran 12 Desember 1981.
Sabtu 28 Mei 2016, bertempat di Kampung Jaya Ria, Serian, mereka menyelenggarakan pernikahan yang dilanjutkan resepsi sehari setelahnya.
Sebelum naik ke pelaminan, Rosyati yang lebih tua beberapa bulan merajut tali kasih dengan Firman setahun lamanya. Asmara mereka berawal dari cinta lokasi.
Ceritanya, lebih setahun lalu, Firman yang bungsu dari empat bersaudara merantau ke Malaysia. Ia bekerja sebagai staf Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KRJI) Kuching.
Di kantor KJRI di Jalan Stutong, MTLD 93350, Kuching, Malaysia, Rosyati bekerja sebagai staf lokal.
“Saye dan mas Firman kenal karne kami satu kantor,” cerita anak kelima dari enam bersaudara itu, selepas resepsi pernikahannya.
Seiring berjalannya waktu, bibit cinta mereka tumbuh bersemi. Tak terlalu memikirkan kewarganegaraan yang berbeda, kalau sudah saling cinta, apa hendak dikata.
“Saya suka dia (Firman, red) karena dia very soft spoken and very polite with his family, my family and with me (bebicara sangat lembut, sangat sopan dengan keluarganya, keluarga saya dan ke saya),” tutur Rosyati, sumringah.
Dua insan ini sudah sah menjadi suami istri, baik dari sisi agama maupun administrasi negara. Namun, untuk saat ini keduanya masih cinta negara masing-masing. Ati tetap warga negara Malaysia, begitu juga Firman yang memegang teguh tanah airnya.
“Warga negara kami masing-masing. Untuk anak nantinya, juga warga negara Malaysia. Tapi nanti kalau anak sudah berumur 19 tahun, dia bisa memilih mau Indonesia atau Malaysia,” timpal Firman. (*/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masa Kecil di Tepi Sungai, Kini Komandan Kapal Perang TNI AL
Redaktur : Tim Redaksi