Sambil Berdendang Biduk Hilir

Sabtu, 07 Maret 2015 – 15:34 WIB
Menteri Pariwisata Arief Yahya menerima beberapa tour operator besar Eropa di atas Kapal Phinisi, ikon Paviliun Indonesia di ITB Berlin. Foto: Don Kardono/Indopos/JPNN

jpnn.com - Ketika jiwa marketing sudah melekat, di manapun, kapanpun, situasi apapun, dengan siapapun, tetap saja berujung pada target sales dan revenue. Khas pebisnis dan pelaku usaha saat berpromosi. Itu yang terbaca dari sosok Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI saat memimpin pasukan khusus promosi Wonderful Indonesia di kancah Internationale Tourism  Bourse (ITB) Berlin, Jerman. 

Don Kardono – BERLIN, JERMAN.

BACA JUGA: Kris Tito, WNI Tahanan Australia Itu Dua Tahun Lagi Bebas

PEPATAH Melayu kuno sudah menyebut, “Sambil berdiang nasi masak, sambil berdendang biduk hilir.” Sekali action, tanpa ba bi bu, tuntas tas tas tas segala macam persoalan, dan akhirnya membawa hasil yang mengharukan.

Itu kata mutiara yang nyaring menggetarkan genderang telinga, tetapi tak gampang implementasinya di lapangan. Enak di bibir, mudah diucap, logis teoritis, tetapi tak semua orang teruji gigih dan konsisten menjalaninya.

BACA JUGA: Perempuan yang Masuk Daftar Eksekusi Ini pun Terisak...

Arief Yahya termasuk yang tidak setengah-setengah menggarap bursa pasar pariwisata paling akbar di ITB Berlin ini. Semua negara dari semua benua memang all out, serius, bersaing habis, dan tidak mau kalah pamor, di ajang bertemunya pelaku bisnis tour and travel dan private buyers dunia itu. Apalagi negara-negara yang sudah menempatkan sektor wisata sebagai pedati utama penyokong devisa? Atau mereka yang sudah mengintip ada emas di balik perhelatan tahunan itu?

Lalu apa yang dilakukan Menpar Arief Yahya di tengah persaingan kreativitas antarbangsa pendulang bisnis pariwisata itu? “Saya ikut berjualan, saya ikut mempresentasikan potensi wisata Indonesia ke buyers. Pasar Eropa ini 80 persen masih melalui wholesaler atau tour operator. Itulah yang kami genjot habis, di ITB Berlin,” sebut mantan Dirut PT Telkom Indonesia itu.

BACA JUGA: Pakai Jurus Batu Akik Bujuk Orangtua Supaya Mau Menyekolahkan Anak

Selama beberapa hari, Arief Yahya bertemu langsung dengan pelaku-pelaku tour operator besar yang setiap tahun membawa lebih dari 5000 wisatawan ke Indonesia. Tentu, itu ditangkap oleh pelaku bisnis tour travel sebagai keseriusan pemerintah Indonesia dalam menggarap dunia pariwisatanya.

Karenanya orang nomor satu di Kementerian Pariwisata itu rela berbusa-busa menjelaskan keunggulan kompetitif dan potensi sustainabilitas berkunjung ke berbagai spot menarik di Indonesia. “Mereka makin bersemangat menjual objek wisata kita,” kata Arief Yahya.

Di atas replika Kapal Phinisi yang menjadi ikon Paviliun Wonderful Indonesia di Hall 26 A, Messe Berlin itu, Arief menemui rombongan DerTour, Britta Jahner. Lalu Go Vocation Indonesia, Maria Glockler. Meier’s Weltreisen dengan Martin Schneider. Thomas Cook dengan Volkert. TUI Deutchland, Mathias Tawes, Jesko Krengel dan Corinna Habicht.

“Jualan pariwisata Indonesia di ITB Berlin ini sudah menghasilkan komitmen lebih dari Rp 4 triliun dalam dua hari. Inilah yang bisa men-drive pertumbuhan ekonomi kreatif di tanah air,” kata dia.

Perusahaan airline juga tidak kalah strategisnya. Karena tidak semua bisa di-handle langsung oleh Garuda Indonesia yang sudah lama membuka jalur penerbangan Eropa, dibutuhkan lebih banyak lagi aksesibilitas dan konektivitas menuju Indonesia.

Harus diakui, airlines adalah jembatan yang membawa wisatawan menuju ke tanah air. Wisman dengan airlines itu ibarat air dan ikan. Ikan akan hidup sehat ketika ada air. Dan air kelihatan kering tanpa ikan-ikan.

Karena itu, Menpar Arief Yahya pun membuka jendela lebar-lebar bagi bisnis airline untuk menggarap pasar pariwisata menuju Indonesia. Prinsipnya cuma satu, di mana ada gula, di situ banyak semut. Di mana ada opportunity, di situ bakal dikerubuti banyak pebisnis.

Maskapai milik negara tetangga, Malaysia Airlanes, Thomas Trass, Sales Manager Jerman dan Polandia, David Rajkumar, Area Manager Jerman dan Polandia sudah ditemui. Juga Singapore Airlanes, yang banyak memiliki flight dari dan ke Eropa-Amerika.

Branding Wonderful Indonesia, juga dia lakukan dengan banyak interview dengan media-media Jerman maupun Eropa. Seperti wawancara dengan Eurosport, Euronews, ITB Berlin News, dan lainnya. Tujuannya jelas, menaikkan brand awareness objek wisata Indonesia di benak publik di Eropa dan pengunjung ITB Berlin. Press Conference di hari pertama bersama Dubes Fauzy Bowo, Dirjen Pemasaran Esthy Reko Astuty dan Direktur Promosi Luar Negeri Nia Niscaya juga sudah memberi pencerahan tentang potensi wisata Indonesia.

Seperti diketahui, karakter pasar Eropa itu memang khas. Mereka terkendala oleh jarak yang harus ditempuh 18 jam ke Indonesia. Artinya, 2 hari waktunya habis di atas awan. Tetapi, weakness soal jarak itu bisa disulap menjadi strength, melalui objek wisata nasional yang komprehensif, yang memadukan antara nature, culture dan culinary.

“Akhirnya, kelemahan itu pun berubah wajah menjadi kekuatan dan menghasilkan length of stay yang lebih lama, dan diikuti oleh spend on money lebih besar. Ujungnya tetap dalam koridor menaikkan devisa dengan mendownload pasar Eropa ke Indonesia,” kata dia.

Istilahnya: kecil-kecil cabe rawit, meskipun kecil sengatan pedasnya mampu melelehkan air mata. Jumlah kunjungan kecil, tetapi benefitnya besar. Seperti diketahui, tahun 2014, peringkat pertama Eropa adalah Inggris (230.315 orang) berlibur ke Indonesia. Lalu, Prancis (205.255), baru Jerman (180.344), dan Belanda (180.344). Amerika malah lebih tinggi, dengan 234.117 pengunjung.

Proyeksi Inggris 2015 (290.000), Prancis (250.000), Jerman (220.000), Belanda (187.000), Rusia (108.000). Jika ditarik ke proyeksi global di 2019, yang harus menembus 20 juta pengunjung, Inggris harus tembus di angka 510.000, lalu Prancis yang bisa menyumbang 400.000 pengunjug, Jerman 366.000, Belanda 339.000, dan Rusia 181.000 wisman. Optimis?

“Kalau tidak optimis, saya tidak ada di sini! Saya di sini untuk menjawab optimisme. ITB Berlin menjadi pasar yang amat strategis,” jawab Arief.

Apa yang menjadi goals dalam proyeksi 5 tahun ke depan? “Ya. Sektor turisme harus bisa memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Turisme sendiri harus bertumbuh dari 8 persen di tahun 2013, menjadi 12 persen di tahun 2019,” tegasnya.

Angka yang sangat optimistis? “Ya, karena itu kami bekerja keras menuju ke sana,” lagi-lagi Menpar menjawab yakin.

Apalagi goals-nya? “Target kunjungan itu sekaligus untuk mendongkrak posisi Indonesia dalam peta tour and travel dunia, yang saat ini oleh menempati ranking WEF-Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) ke 70 tahun 2014, harus melompat ke peringkat 30 di tahun 2019,” tegas Arief.

Apa SDA dan SDM kita mampu? “Kalau ragu, kami tak akan sampai di sini! Kami pelototi semua lini, kami petakan satu per satu semua resouces, dan kami berkesimpulan, kami akan menembak sasaran yang tepat, dan serius membangun industri pariwisata menjadi entry point untuk penguatan ekonomi nasional,” tuturnya. (bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengapa Harus Eksis Merebut Pasar di Messe Berlin?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler