jpnn.com - JAKARTA – Homestay Desa Wisata semakin mendesak, untuk menyambut target wisatawan mancanegara (wisman) 15 juta orang pada 2017. Sampai-sampai dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepariwisataan IV yang berlangusng 6-7 Desember 2016 di Hotel Sultan, Jakarta itu, Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyampaikan timeline yang sangat tegas dan jelas!
“Saya targetkan triwulan pertama tahun 2017, sudah terbangun 10.000 Homestay Desa Wisata, minimal di 10 top destinasi,” ucap Arief.
BACA JUGA: Mulai 22 Desember, Wings Air Terbang ke Raja Ampat
Itulah quickwin homestay desa wisata yang menjadi salah satu faktor penting dalam pengembangan destinasi pariwisata. Jika 10.000 homestay itu dipecah di 10 Bali Baru itu, maka satu titik kebagian 1.000 unit.
Itu akan sangat cepat dan mudah membangun fisiknya. Tiggal menyiapkan SDM, dan membangun budaya hospitality di masing-masing destinasi itu.
BACA JUGA: Maspion Group Kucurkan Rp 15 Triliun untuk Bangun Maspion City
Asisten Deputi Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Pariwisata, Oneng Setya mengatakan, omisi II Rakornas IV Kemenpar lalu membahas homestay dengan melibatkan 3 orang akademisi, 7 pelaku bisnis dan 71 orang dari pemerintah. Kesimpulan strategisnya, untuk mengegolkan target 15 juta wisman salah satunya mempersiapkan homestay dengan baik.
Oneng menjelaskan, skema pendanaan pembangunan homestay dilakukan dengan cara menjalankan program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui mekanisme Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dan rumah khusus (G2G). ”Ini dilakukan bekerjasama dengan Perbankan dan BUMN lainnya. Ruh-nya tetap melalui kelompok masyarakat, pelaku usaha atau koperasi dan BUMD,” ujar wanita berhijab itu.
BACA JUGA: 90 Persen e-Money Mandiri untuk Transportasi
Selain itu, kata Oneng, pihaknya dalam hal ini kekuatan Indonesia Incorporated adalah membuat panduan atau pedoman pengembangan homestay terkait standardisasi fisik dan operasional pelayanan dan pengelolaan dalam kurun waktu 30 hari.
”Yang tentunya dibutuhkan komitmen pemerintah daerah, melakukan identifikasi desa wisata dan potensi wisata dengan mempertimbangkan kebutuhan supply and demand;” beber Oneng.
Selain itu, Kemenpar akan mempersiapkan regulasi untuk kemudahan dan pembinaan usaha dan pengembangan homestay dengan melibatkan instansi terkait di tingkat pusat, daerah, akademisi dan pelaku bisnis. ”Dan tentunya Digital. Untuk Homestay ini, pemasarannnya kami genjot secara online melalui penyediaan sistem aplikasi ITX, airBnB, dan airyrooms,” beber Oneng.
Spirit Indonesia Incorporated yang disampaikan Menpar Arief Yahya saat Rakornas IV Pariwisata itu memang direspons sangat positif oleh semua pihak. Saah satunya adalah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Pariwisata punya homestay, Kemendesa PDT punya desa wisata. “Maka jika dikolaborasi akan menjadi Homestay Desa Wisata yang ideal,” kata dia.
Program Homestay Desa Wisata sama-sama diprogramkan tahun 2017. “Ini adalah kolaborasi yang pas. Desa dan pariwisata bersinergi membangun Desa Wisata,” ungkap Sekjen Kemendes PDTT, Anwar Sanusi, Selasa (6/12) lalu.
Desa-desa yang potensial menjadi desa wisata ternyata sangat banyak. Untuk kategori desa wisata bahari, jumlahnya mencapai 787 desa.
Kategori Desa Wisata Sungai, jumlahnya mencapai 576. Desa Wisata Irigasi menembus 165. Dan Desa Wisata Danau, jumlahnya mencapai 374.
“Itu pemetaan yang sudah kami lakukan. Destinasi mana saja yang paling siap untuk diformat menjadi Desa Wisata masih dirundingkan bersama Kementerian Pariwisata,” tambahnya.
Yang tercepat, tentu desa wisata yang terkoneksi dengan tiga greater yakni Bali, Kepri dan Jakarta. Selain menjadi pintu masuk utama wisman ke Tanah Air, tiga-tiganya sudah siap dengan atraksi, akses dan amenitas berstandar dunia.
Sekadar gambaran, saat ini Bali menyumbang 40 persen wisman ke Indonesia. Sedangkan Jakarta 30 persen dan Kepri 20 persen.
Saat ini, Indonesia punya Desa Penglipuran, Bali yang sudah mendunia. Belum lama ini, salah satu desa di Pulau Dewata itu dinobatkan menjadi salah satu desa wisata terbaik di dunia. Namanya sejajar dengan Desa Giethoorn di Belanda serta Mawlynnong di India.
Kehidupan masyarakat, pola komunikasi, tradisi dan budaya lokal, kebersihan, keamanan hingga homestay, semuanya berstandar global. “Daya tariknya memang sudah sangat kuat. Tapi ini masih harus didiskusikan lagi,” ungkapnya.
Prioritas berikutnya, bisa diambil dari desa-desa yang berada di 10 Bali Baru, atau 10 Top Destinasi. Dari Danau Toba di Sumut, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Borobudur Jateng, Bromo Tengger Semeru (BTS) Jatim, Mandalika Lombok NTB, Labuan Bajo Komodo NTT, Wakatobi Sultra dan Morotai Maltara, bisa dipetakan untuk disulap menjadi desa wisata.
Atau, bisa juga jatuh pada 10 Top Destinasi Teraktif, seperti Sumatera Barat, NTB, Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Banyuwangi, Sulawesi Utara dan lainnya. “Ini sedang kami godok. Dan bila sudah dipetakan dan dipilih, akan langsung dibangun menjadi desa wisata berstandar global,” ulasnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gandeng Pakuwon Group, BCA Perbesar Porsi Kredit Apartemen
Redaktur : Tim Redaksi