jpnn.com - Sungai Brantas, dari hulu hingga hilir, dibanjiri sampah popok sekali pakai. Kini banyak yang terancam. Mulai biota sungai hingga kehidupan manusianya. Inilah penelusurannya.
---
BACA JUGA: Limbah Kosmetik dan Popok Ancaman Kualitas Air di Sungai
SOROT mata pemuda itu seperti sedang menangkap sesuatu. Rupanya, yang jadi objek adalah seorang ibu bersepeda motor tanpa helm. Melaju pelan dari selatan ke utara. Tangan kirinya menenteng tas kresek penuh isi.
Sesampai di ujung jembatan, si ibu langsung membuang benda itu ke arah sungai, tapi tak sampai sasaran. Tas kresek masih berada di trotoar. Lemparan si ibu itu membentur besi jembatan.
BACA JUGA: Sudah ada CCTV, Masih Berani Buang Popok di Sungai?
Azies, nama pemuda tersebut, bergerak cepat mengambil bungkusan yang tergeletak. Dugaannya benar. Plastik hitam itu berisi sampah popok bayi sekali pakai. Sekitar 12 lembar.
Azies tak mau kehilangan jejak. Ibu tersebut dikejar. ”Nuwun sewu, Ibu tadi buang sampah di jembatan? Ini, bawa lagi sampahnya, Bu,” kata Azies.
BACA JUGA: Kerap Dialiri Limbah, Air Jadi Putih dan Beraroma Menyengat
Aktivis dari Ecoton Foundation melakukan aksi kampanye mengenai sampah popok di Kawasan Sungai Brantas, Jalan Karangandong, Kabgupaten Gresik, Selasa, (30/4). Foto: RIANA SETIAWAN/JAWA POS
Kontan saja si ibu yang ditaksir berusia 37–40 tahun itu kaget bukan kepalang. Meski tertangkap basah buang sampah sembarangan, perempuan yang mengaku berasal dari Legundi, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, tersebut masih berusaha berkelit. ”Itu kan cuma plastik,” elak dia.
Karena jengkel, Azies membuka bungkusan tersebut. Kemudian menunjukkan tumpukan popok bekas ke perempuan itu.
”Ini apa, Bu? Isinya popok bekas semua. Bawa pulang lagi. Buang di tempat sampah. Jangan ke sungai. Karena ada yang mengawasi selama 24 jam,” tegas Azies.
BACA JUGA: Taufik Rela Tinggalkan Pekerjaan di BUMN demi Awasi Putrinya
Ibu itu sebetulnya ingin membalas kata. Tapi, pria asli Bubutan, Surabaya, tersebut cepat-cepat balik kanan setelah mencantolkan plastik hitam itu ke setang motor yang dikendarai perempuan tersebut. Azies tak mau berdebat di pinggir jalan.
Pemuda berambut ikal itu kembali ke tempat dia ngopi. Tentu sambil mengawasi emak-emak atau siapa saja yang hendak membuang sampah dari atas Jembatan Legundi.
Ya, di bawah jembatan tersebut mengalir Sungai Brantas. Sungai dengan panjang 320 kilometer yang melintasi sembilan kabupaten/kota di Jatim. Di sungai itulah sebagian hidup warga Jatim digantungkan.
Azies bilang, Sungai Brantas kini tercemar aneka sampah. Terutama sampah popok sekali pakai. ”Kalau lagi senggang, saya biasa nongkrong di sini sambil ngopi,” ucap dia. ”Sambil ngawasi lalu-lalang orang kayak ibu itu (yang membuang sampah, Red),” sambung dia.
***
Dengan mengenakan pakaian antiradiasi serbaputih, sekelompok orang sibuk di bawah jembatan Jalan Raya Karangandong, Driyorejo, Gresik, Selasa lalu (30/4). Mereka juga melindungi diri dengan masker, sarung tangan, plus sepatu bot.
Sebagian sibuk mengais sampah yang bergelantungan di badan jembatan dengan tongkat pengait. Beberapa orang lagi turun untuk memungut sampah. Hasil operasi sampah itu pun dibawa ke atas. Semua sampah yang terbungkus kantong plastik dibuka. Lalu dijejer di pinggir jalan.
Alamak, semua berisi popok bayi bekas pakai. Jumlahnya lebih dari 100 popok. Ada yang masih terlihat baru karena belum lama dibuang. Sebagian lagi telah basah karena terendam air sungai.
”Di sini juga lokasi favorit orang buang sampah popok. Lihat saja (popok bekas, Red), banyak sekali,” tutur Azies.
Ya, mereka yang turun ke lokasi tersebut adalah relawan yang terhimpun dalam Brigade Evakuasi Popok (BEP). Nah, Azies adalah ketua relawan BEP Jatim. Lembaga itu digagas Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) yang digawangi aktivis lingkungan Prigi Arisandi. Prigi juga ikut dalam aksi yang diikuti sekitar 20 orang tersebut.
Kegiatan itu pun diikuti para pelajar SMA dan sebagian mahasiswa. Antara lain, siswa SMAN 1 Driyorejo, Gresik, dan mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Sambil bersih-bersih sungai, mereka berorasi. Sasarannya adalah warga yang kebetulan melintas. Ada yang beraksi dengan mendorong dropping box khusus sampah popok. Peserta lain berdiri di pinggir jalan sambil memegang poster.
BACA JUGA: Kisah Carol Samola, Awalnya Terkejut saat Dikasih Tahu Anaknya Autis
Tulisannya macam-macam. Di antaranya, ”Bebaskan Kali Brantas dari Sampah Popok”, ”80% Ikan Brantas Makan Popok”, ”Sungai Brantas Bahan Baku Air Minum”, hingga ”#2019 Ganti Popok”.
”Ini adalah kampanye. Kami berharap persoalan sampah popok ditangani dengan baik,” kata Prigi.
Menurut dia, Sungai Brantas berikut anak sungainya penuh popok bekas. Levelnya sudah darurat. Mulai hulu sampai hilir, kualitas air cenderung tercemar. Itu tidak terlepas dari perilaku warga yang dengan gampang membuang sampah popok ke sungai.
Berdasar data BPS 2016, ada sedikitnya 750 ribu bayi di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Brantas. Bisa jadi lebih. Jumlah tersebut tersebar di sembilan daerah yang dilintasi aliran Sungai Brantas.
Mulai Kabupatan Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, hingga Kota Surabaya.
Jika rata-rata bayi menggunakan 4–9 lembar popok sekali pakai per hari, sampah popok 3 juta sampai 6,7 juta lembar. Nah, jika 50 persen saja dari jumlah itu buang sampah popok ke sungai, jumlah limbah popok sekali pakai minimal 1,5 juta lembar per hari.
”Memang tidak ada angka yang spesifik. Tapi, berdasar observasi kami di lapangan, rata-rata buang sampah popok ke sungai. Hanya sebagian kecil yang buang di tempat sampah,” tutur Prigi.
Dia bilang, pemerintah jangan sampai membiarkan perilaku yang merusak sungai tersebut. Itu sama dengan mencemari dan meracuni air sungai. Brantas adalah sumber kehidupan masyarakat. Khususnya yang bermukim di DAS Brantas.
”Ini sama dengan penistaan terhadap sungai. Pemerintah jangan sampai membiarkan keadaan ini terus terjadi,” papar peraih magister biologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.
Prigi mengatakan, problem sampah popok tidak melulu di Brantas. Sampah popok juga menjadi persoalan sungai-sungai besar di Pulau Jawa. Limbah popok juga ditemukan di Bengawan Solo dan Sungai Citarum.
Khusus di Jatim, sebagian ibu buang popok bayi ke sungai karena masih percaya mitos bahwa bayi yang sampah popoknya dibakar atau dibuang ke tempat sampah akan mengalami suleten. Semacam ruam dan iritasi di pangkal paha atau pantat si bayi. ”Padahal, itu cuma mitos yang tidak pasti kebenarannya,” imbuh dia.
***
Apa dampak limbah popok bagi lingkungan? Peneliti senior Ecoton Daru Setyorini menyampaikan, popok sekali pakai mengandung senyawa kimia yang disebut superabsorbent polymer (SAP).
Senyawa itu berbahaya bagi lingkungan. Terutama bagi biota sungai seperti ikan. Popok juga termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). ”Limbah jenis itu tidak bisa dicampur dengan sampah lain,” jelas Daru.
Dari hasil observasi Ecoton, banyak ikan Sungai Brantas di daerah hilir seperti Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya yang mengalami interseks. Ditemukan dua jenis kelamin pada ikan. Sebab, ikan mengonsumsi limbah popok.
Ikan jenis itu ditandai dengan jaringan testis yang menghasilkan sperma sekaligus sel telur. Meski masih memiliki sperma, sel telur ikan tersebut tidak bisa dibuahi. Sebab, sperma tidak sempurna.
Hasil observasi tersebut dikuatkan oleh peneliti dari Prancis yang bekerja sama dengan Universitas Brawijaya pada 2013. Mereka menemukan, 20 persen ikan di hilir Sungai Brantas mengalami interseks.
Yakni, di satu tubuh ikan ada dua kelamin. ”Fenomena itu terjadi karena kondisi pencemaran sudah parah. Dampaknya, reproduksi ikan terganggu,” jelas dia.
Dia menambahkan, pencemaran tersebut sangat serius. Spesies ikan di Kali Brantas bisa saja punah.
”Karena terjadi kegagalan reproduksi total pada ikan,” sambung perempuan yang pernah mengenyam pendidikan diploma di Maastricht University, Belanda, itu.
Gangguan kesehatan tidak hanya terjadi pada ikan. Kondisi tersebut juga sangat berbahaya bagi manusia. Mengonsumsi biota sungai yang tercemar sangat rentan bagi kesehatan. Konsumsi tersebut bisa mengakibatkan kanker, obesitas, cacat lahir, osteoporosis, hingga disfungsi ereksi. ”Karena manusia ikut mengonsumsi bagian dari pencemaran air sungai,” imbuh dia.
Selain ikan, air PDAM juga terdampak. Sebab, air Sungai Brantas dijadikan bahan baku produksi air PDAM. Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya menjadikan sungai itu sebagai sumber bahan baku air.
Bahkan, 10 persen stok pangan berasal dari sawah yang sumber irigasinya adalah Sungai Brantas. Dengan begitu, kualitas air mesti dijaga. (mar/c11/git)
Stop Buang Popok ke Brantas
- Mengandung senyawa kimia super absorbent polymer (SAP) yang berbahaya bagi lingkungan.
- Ikan mengalami interseks alias punya dua jenis kelamin. Efeknya, reproduksi ikan terganggu.
- Bagi manusia, mengonsumsi ikan dari sungai yang tercemar bisa mengakibatkan kanker, keracunan, gangguan fungsi paru-paru, cacat lahir, osteoporosis, hingga disfungsi ereksi.
- Kualitas air yang dialirkan kepada warga menurun. Apalagi air Sungai Brantas menjadi bahan baku PDAM Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Protes Sungai Bengawan Solo Tercemar
Redaktur : Tim Redaksi