BACA JUGA: Wapres Minta Belanda Atasi Hambatan Ekspor
Wibowo, pengawasan atau kontrol terhadap BUMN yang terlibat eksposur valas harus diperketatMenyangkut penertiban SOP (standard operating procedure) transaksi derivatif di BUMN, Dradjad menilai harus diatur apa jenis transaksi yang boleh dilakukan
BACA JUGA: Pengusaha AS Kritik UU Pertambangan
"Aturannya memang harus rinci karena perkembangan produk derivatif sangat cepat."Dradjad mengungkapkan, produk derivatif yang diperbolehkan harus memenuhi kriteria tertentu
BACA JUGA: Pertamina Mampu Kalahkan Petronas
Selain itu, produk derivatif juga harus simetris antara BUMN sebagai nasabah dan bank sebagai penjual produk, baik dalam soal kewajiban maupun hak.Di internal BUMN, kata Dradjad, juga harus diatur agar ada sistem manajemen risiko yang memenuhi standar minimal sehingga mampu menghitung risiko hedging yang dihadapi"Mekanisme check and balances atas departemen yang melakukan transaksi hedging juga harus dibangunJadi, hedging-nya lebih terkontrol," terangnya.
Akhir pekan lalu Men BUMN Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya kini tengah memverifikasi semua perusahaan pelat merah yang memiliki eksposur transaksi derivatif"Kami instruksikan memeriksa semua SOP-nya," ujarnya.
Sofyan juga menjelaskan, dua BUMN sudah melapor terkait transaksi derivatif yang bersifat spekulatifYakni, PT Aneka Tambang Tbk atau Antam (ANTM) dan PT Elnusa Tbk (ELSA)"Yang jelas, dua ituTapi, Elnusa tinggal menyelesaikanKalau hedging lain (untuk lindung nilai), banyak."
Menurut Sofyan, saat ini Antam dan Elnusa sudah menyetop transaksi tersebutSebab, transaksi itu termasuk yang dilarang BI"Tapi, larangan BI kan baru (dikeluarkan) Januari lalu," ujarnya.
Untuk proses verifikasi, Kementerian BUMN telah mengirim kuesioner ke seluruh BUMNSoal kabar bahwa Danareksa juga terlibat transaksi derivatif hingga rugi Rp 200 miliar, Sofyan mengaku belum mendapat laporan.
Dirut PT Danareksa Edgar Ekaputra mengakui, pihaknya memang melakukan transaksi derivatif dan kini tengah dikoordinasikan dengan Kementerian BUMN"Insyaallah kami bisa selesaikan," ujarnyaSoal kabar kerugian Rp 200 miliar, dia membantah"Enggak, jumlahnya bukan segitu." JAKARTA - Upaya pemerintah menertibkan transaksi valas (valuta asing) derivatif yang bersifat spekulatif harus dibarengi pula dengan sanksi beratSebab, selain berisiko tinggi, aksi spekulatif tersebut berpotensi menggoyang stabilitas nilai tukar rupiah.
Menurut ekonom yang juga anggota Komisi XI DPR Dradjad HWibowo, pengawasan atau kontrol terhadap BUMN yang terlibat eksposur valas harus diperketat"Sanksi atas pelanggarannya juga harus cukup besar sehingga bisa menjadi disinsentif bagi pelanggar," tegasnya kemarin (8/2).
Menyangkut penertiban SOP (standard operating procedure) transaksi derivatif di BUMN, Dradjad menilai harus diatur apa jenis transaksi yang boleh dilakukan"Aturannya memang harus rinci karena perkembangan produk derivatif sangat cepat."
Dradjad mengungkapkan, produk derivatif yang diperbolehkan harus memenuhi kriteria tertentuMisalnya, harus seimbang antara expected loss dan expected gainSelain itu, produk derivatif juga harus simetris antara BUMN sebagai nasabah dan bank sebagai penjual produk, baik dalam soal kewajiban maupun hak.
Di internal BUMN, kata Dradjad, juga harus diatur agar ada sistem manajemen risiko yang memenuhi standar minimal sehingga mampu menghitung risiko hedging yang dihadapi"Mekanisme check and balances atas departemen yang melakukan transaksi hedging juga harus dibangunJadi, hedging-nya lebih terkontrol," terangnya.
Akhir pekan lalu Men BUMN Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya kini tengah memverifikasi semua perusahaan pelat merah yang memiliki eksposur transaksi derivatif"Kami instruksikan memeriksa semua SOP-nya," ujarnya.
Sofyan juga menjelaskan, dua BUMN sudah melapor terkait transaksi derivatif yang bersifat spekulatifYakni, PT Aneka Tambang Tbk atau Antam (ANTM) dan PT Elnusa Tbk (ELSA)"Yang jelas, dua ituTapi, Elnusa tinggal menyelesaikanKalau hedging lain (untuk lindung nilai), banyak."
Menurut Sofyan, saat ini Antam dan Elnusa sudah menyetop transaksi tersebutSebab, transaksi itu termasuk yang dilarang BI"Tapi, larangan BI kan baru (dikeluarkan) Januari lalu," ujarnya.
Untuk proses verifikasi, Kementerian BUMN telah mengirim kuesioner ke seluruh BUMNSoal kabar bahwa Danareksa juga terlibat transaksi derivatif hingga rugi Rp 200 miliar, Sofyan mengaku belum mendapat laporan.
Dirut PT Danareksa Edgar Ekaputra mengakui, pihaknya memang melakukan transaksi derivatif dan kini tengah dikoordinasikan dengan Kementerian BUMN"Insyaallah kami bisa selesaikan," ujarnyaSoal kabar kerugian Rp 200 miliar, dia membantah"Enggak, jumlahnya bukan segitu." (owi/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karen Agustiawan Teruskan Reformasi di Pertamina
Redaktur : Tim Redaksi