Satukan Barisan demi Menjegal Donald Trump-nya Prancis

Selasa, 25 April 2017 – 11:26 WIB
Kandidat Presiden Prancis Marine Le Pen. Foto: CNN

jpnn.com - Prediksi berbagai lembaga survei menjadi kenyataan. Kandidat presiden Prancis Emmanuel Macron dan Marine Le Pen masuk ke putaran kedua.

Macron, kandidat presiden termuda, memperoleh 23,86 persen suara, sedangkan pemimpin Partai National Front (FN) Le Pen mendapat 21,43 persen suara.

BACA JUGA: Militer Filipina Temukan Paspor WNI di Markas Pemberontak

Mereka akan bertarung lagi untuk menjadi presiden ke-25 Prancis pada 7 Mei mendatang.

Kemenangan Macron dan Le Pen menjadi pukulan telak bagi kelompok centre-right dan centre-left yang selama 60 tahun mendominasi politik di Prancis. Salah satu kelompok centre-left adalah partai Socialist dan Republican kelompok centre-right.

BACA JUGA: Korut: Cuma Ubur-Ubur yang Takut Provokasi AS

’’Dalam waktu setahun kita telah mengubah wajah politik Prancis,’’ ujar Macron dalam pidato kemenangannya kemarin. Partai En Marche yang didirikan memang baru berusia setahun.

’’Tantangannya mengubah seluruh sistem yang tidak mampu memberikan solusi untuk masalah di negara kita selama lebih dari 30 tahun,’’ tambahnya.

BACA JUGA: Duh..Teror Bom Ancam Pilpres Prancis

Macron lebih difavoritkan dibandingkan Le Pen. Beberapa kandidat yang kalah langsung menyerukan dukungannya untuk Macron.

Dua di antaranya kandidat presiden dari partai Socialist, yaitu Benoit Hamon, dan Francois Fillon dari partai Republican.

Hamon yang hanya mendapatkan 6,35 persen suara meminta para pendukungnya untuk sebisanya menghalangi kemenangan Le Pen pada putaran kedua.

Hal senada diungkapkan Fillon. ’’Tidak ada pilihan lain selain memberikan suara untuk menentang kandidat ultranasionalis. Saya akan memilih Emmanuel Macron,’’ tegas Fillon sekitar 40 menit setelah pengumuman hasil pilpres putaran pertama. Dia hanya mendapat 19,9 persen suara.

Mantan Perdana Menteri (PM) dari partai Socialist Manuel Valls pun ikut mendukung Macron. ’’Kita harus membantunya semaksimal mungkin untuk memastikan Le Pen mendapat dukungan serendah mungkin,’’ ujarnya pada radio France Inter.

Hasil survei berbagai lembaga polling juga menunjukkan bahwa yang bakal menang adalah Macron. Mantan menteri perekonomian tersebut bakal mengalahkan Le Pen dengan perolehan suara sekitar 20 persen lebih tinggi.

Jika benar itu terjadi, Macron bakal menjadi presiden termuda di Prancis. Usianya baru 39 tahun. Politikus yang melabeli dirinya sendiri sebagai orang luar di dunia perpolitikan itu menjanjikan banyak perubahan untuk Prancis.

Negara-negara Uni Eropa (UE) juga berharap Macron menang. Sebab, suami Brigitte itu pro terhadap UE. Menurut Macron, menjadi anggota UE adalah zona nyaman bagi perekonomian Prancis. Jika terpilih nanti, mantan banker itu malah mempererat hubungan dengan UE.

Sementara itu, Le Pen justru berseberangan dengan Macron. Politikus yang lahir pada 5 Agustus 1968 tersebut anti-UE. Jika menang nanti, Le Pen malah berjanji menggelar referendum France Exit (Frexit) pada tahun pertama kepemimpinannya.

Dia juga menjanjikan penanganan yang lebih serius terhadap masalah terorisme, penjagaan perbatasan, dan berbagai kebijakan lainnya yang menyerupai pernyataan-pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat kampanye pilpres tahun lalu. Karena itu, dia dijuluki Donald Trump-nya Prancis.

Isu-isu terorisme menjadi ’’jualan’’ Le Pen untuk mendongkrak dukungan. Termasuk serangan terhadap mobil polisi di Champs Elysees Kamis (20/4) yang merenggut satu nyawa petugas.

Serangan tersebut terjadi tiga hari sebelum pemungutan suara. Le Pen menjadikan serangan itu sebagai contoh bahwa kebijakan yang dikampanyekan soal imigrasi dan Islam benar-benar perlu diterapkan.

Pakar ultranasionalis dari Science Po University Nonna Mayer mengungkapkan bahwa kemenangan Le Pen bukan sesuatu yang tidak mungkin.

Meski begitu, peluangnya untuk meraup suara lebih besar dibandingkan Macron pada putaran kedua nanti sangat kecil.

’’Jika dia menang, tentu saja itu bakal menjadi kemenangan kelompok yang anti-Eropa, proteksionis, eksklusif, dan itu bakal menimbulkan konsekuensi yang mengganggu hubungan Eropa dan Prancis,’’ tegas Mayer.

Kemenangan Le Pen pada putaran pertama ditanggapi dengan panas oleh Daniel Delomez, wali kota Annezin, commune (setara county) Pas-de-Calais.

Dia menyebut hasil pemungutan suara di Pas-de-Calais adalah bencana. Sebab, Le Pen mendapatkan 38 persen suara. Delomez yang berasal dari partai Socialist mengancam mengundurkan diri.

’’Mungkin saya akan mundur karena saya tidak ingin mengabdikan hidup saya pada seorang bajingan,’’ ucap wali kota yang menjabat sejak 2008 itu saat diwawancarai media lokal L’Avenir de l’Artois.

Pernyataan Delomez tersebut diunggah di akun Twitter L’Avenir de l’Artois. Dalam kurun waktu 24 jam, kalimat Delomez sudah di-retweeted 7.500 kali dan disukai 6.100 kali. (Reuters/AFP/RT/sha/c15/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pyongyang Dituduh Tahan Dosen Amerika Serikat


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler