SAYA termasuk fans tradisional tim Merah Putih, saat tersandung Malaysia 0-1 pada penentuan juara grup cabang sepak bola SEA Games di Gelora Bung Karno, Kamis malam ituSaya ingin lebih menjiwai dan menajamkan sensitivitas rasa sebagaimana suporter bola tulen
BACA JUGA: Sido Mudik Sido Muncul
Yang rela mengorbankan apa saja, demi tim tercinta! Saya sempatkan berkostum timnas Garuda dengan segala atributnya, biar batin saya nyambung dan masuk dalam suasana bela “Merah Putih.”Saya ikut antre di pintu penonton biasa, yang berpagar besi, berkelok-kelok itu, membawa tiket, merasakan seni berebut kursi yang dibandrol Rp 350 ribu itu
BACA JUGA: Penonton Kecewa
Kesimpulan saya: suporter kita itu sudah keranjingan “cinta buta”, “cinta mati” dengan tim pujaan, Timnas U-23 PSSIBACA JUGA: Mencuci Otak Nazaruddin
Sejak pertama, merencanakan untuk ke GBK itu sudah harus siap buang budget, buang waktu, buang energi, sementara hasilnya belum tentu happy endingSekitar 90 ribu orang itu sesungguhnya sudah berhitung, tidak masuk akal berebut nonton bola langsung di stadionLebih nyaman dan jelas di TV, atau nonton bareng di cafeAda replay lagi, kalau terjadi gol dan momen penting.
Kedua, mencari parkir mobil saja sudah bikin sesak dadaHingga radius 200 meter sudah penuh sesakSaya akhirnya terdampar di parkir Plasa Senayan, itupun di lantai 3, paling atasMuter-muter berebut space 3 x 4 meter di kompleks seluas itu, hasilnya nihilBerjuang 60 menit, akhirnya menyerahBelum lagi antre beli tiket? Berjalan kaki cepat, sekitar 6 km/jam, dari Plasa ke Pintu I itu kira-kira sudah membakar 200 kalori.
Perjuangan belum berakhir, ketiga, harus berjalan menuju ke depan pintu masuk dan membuka lautan manusiaSuhu di kerumunan suporter yang berebut pintu masuk itu sendiri naik 2-3 derajad Celcius dari situasi normalDi dalam stadion, temperatur semakin tinggi, dan aroma keringat banyak orang bercampur aduk menjadi satuJangan dibandingkan dengan lantai display kosmetika dan parfum di Sogo, Metro, Seibu, atau Centro! Kalau tahan yang dihirup sajaKalau tidak ya, bernafaslah dengan mulut.
Perjuangan keempat, sampai di dalam pun, sudah sesakHarus membelah kerumunan yang wajah-wajahnya sudah berminyak dan kaus punggung yang basahUntung perut saya tidak terlalu menonjol ke depan, masih seimbang untuk bergeser dengan posisi miringJangankan mendapatkan tempat duduk, menempatkan tubuh di atas dua kaki, yang view pandangannya bisa 100 persen ke lapangan saja sudah setengah mati
Kasihan penonton yang mengajak anak kecil? Yang sedang hamil? Yang tidak terlalu sehat? Mereka harus melewati medan perjuangan seperti di Arafah-Mina sajaSudah begitu, masih ada banyak orang (bertiket) yang gagal masuk, karena stadion overloadPenonton yang sudah masuk saja tidak bisa menonton, kapasitas kursinya tidak muat? Anehnya, calo di luar sana masih vulgar menjajakan tiket! Jadi, kalau polisi hanya menemukan 4 calo, rasanya kok “sesuatu banget!”
Anda bisa membayangkan, betapa mahal untuk merasakan atmosfer Gelora Bung Karno itu? Perjuangan yang cukup berat! Standar kenyamanan dan keamanan, jauh dari layak, untuk tiket semahal itu? Suhu lokal yang naik, menjadikan stadion itu mirip arena sauna atau steamTentu saya tidak hendak membandingkan tingkat kenyamanan di Stadion Santiago Bernabeu Madrid, maupun Camp Nou Barcelona, yang tiga minggu lalu saya kunjungi
Terus terang, mahalnya perjuangan itu akan lunas, jika kita menang Paling tidak, jangan kalahYang ada di kepala saya, saat itu mengalahkan Malaysia minimal 2-0! Saya ingin teriak sekeras dan semampu pita suaraSaya ingin bertepuk tangan sampai memerahkan telapak tangan Saya ingin menang, menang, dan menang! Tidak peduli siapa pencetak golnya, yang penting main cantik, menang dan puasSaya kira, semua yang sudah bersusah payah ke stadion punya cita-cita sama, menang!
Memang banyak orang menghibur diri, kalah itu kemenangan yang tertunda Kalah itu tangga emas menuju kemenanganHah, kalau sport itu riil, kalau kalah ya kalah, kalau menang ya menangKalau emas ya emas, kalau perak ya perakKarena saya pakai kostum garuda merah, maka di sepanjang jalan pun banyak dicemooh, “Cucian deh loe (memelesetkan kasihan menjadi cucian, red), keok lagi! Niru tim senior ya.”
Apalagi melawan Malaysia? Wah, haram hukumnya kalau tidak menang! Ibarat, boleh kalah darimana pun, asal bukan Malaysia! Maklum, namanya juga suporter tradisional, penonton konservatif, perasaan publik, ya sikap saya tegas dan jelas! Jujur, kami tidak tertarik dengan strategi, mengalah dulu, dengan menerjunkan pemain lapis dua, yang penting lolos finalNanti di final baru kita hajar!? Saya tidak mau sakit hati karena kekalahan itu terpendam berhari-hari menunggu babak finalItu terlalu menyiksa
Karena itu, memasuki babak semifinal hari ini, ada dua hal penting Pertama, manajemen ticketing, kontrol kapasitas stadion, kebocoran dari pintu masuk, harus diantisipasi betulJangan sampai orang kecewa lagi, sudah beli tiket, tidak bisa masuk karena overloadSudah bisa masuk, tapi tidak bisa menonton karena pintu sudah berjejal manusiaSudah bisa di arena stadion, tapi tidak bisa dudukIni yang rawan emosi, rawan lempar botol airKalau itu terjadi, maka mengembalikan image penonton yang tertib, baik dan santun itu repotnya bukan main.
Saya tidak sedang menakut-nakutiKalau lagi keruh, sedang panas, suasana tidak nyaman, adrenalin meningkat, terkadang tensinya juga ikut terpompaApalagi dalam sebuah kerumunan besar yang merasakan hal yang samaSaya puji penonton kita kemarin saat melawan MalaysiaMereka sangat bagus, tertib, tidak ada mercon, tidak ada lemparan batu atau air minumTidak rasial, tidak meneror lawanItu mungkin mereka sudah paham, bahwa kali ini pelatih menyimpan energi untuk semifinal dan final.
Asumsi saya, kalau tiket masih beredar dan masih belum semua masuk, tetapi kapasitas stadion sudah full, itu berarti banyak penonton ilegal Masuk tanpa tiket, atau masuk dengan tiket palsuMasih ada waktu bagi INASOC untuk memperbaiki security system-nyaAnggap saja, kemarin itu adalah mid semesternya, dan besok di semifinal dan final itu adalah ujian akhirnyaJangan bobol lagi.
Kedua, dari sisi pertandingan, jangan sampai kalah lagi di dua laga terakhir, semifinal dan finalPerolehan medali kita memang sudah tak terkejar, tetapi apalah arti emas di cabang lain, kalau emas sepak bola mampir ke Malaysia? Juara umum SEA Games kita serasa hambar, tidak solidIbarat emas, tingkat kemurniannya tidak sampai 24 karat.
Yuk, kita sauna bersama-sama lagi! Memecahkan Guiness Book of Records, bermandi keringat bersama-sama di GBK, sambil mensupport tim Merah Putih! Jangan lupa dress code-nya, Garuda di dadaku! ***
*)Penulis adalah Pemred INDOPOS dan Wadir Jawa Pos.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lewati Uji Imunitas, Proses Kategori World Class
Redaktur : Tim Redaksi