DI Lapangan Parkir JIEXPO Kemayoran, kemarin (25/8) pagi, saya dikejutkan oleh Irwan Hidayat dan adiknya Sofyan HidayatMereka bertanya: "Kapan era mudik-mudikan seperti ini berakhir?"
Satu pertanyaan yang memaksa saya harus mengernyitkan dahi
BACA JUGA: Penonton Kecewa
Maksudnya apa? Bukankah tradisi mudik ini turut membesarkan pamor PT Sido Muncul, sejak 22 tahun silam? Perusahaan jamu yang pabriknya di Ungaran, Jawa Tengah, itu kan pionir ide mudik gratis Lebaran? Dan saat ini diikuti oleh perusahaan lain?Lama saya memandang adik-kakak generasi ketiga perusahaan jamu modern yang selama dua dekade ini menjadi market leader itu
Irwan Hidayat pun menyebut: Mudik itu idealnya dari tahun ke tahun menurun jumlah dan volumenya
BACA JUGA: Mencuci Otak Nazaruddin
Faktanya, tahun ini saja naik 10-12 persenBACA JUGA: Lewati Uji Imunitas, Proses Kategori World Class
Pasti ada yang perlu dibenahi manajemen pembangunan negeri iniDugaan terkuat saya, ini karena proses desentralisasi dan otonomisasi daerah yang belum optimal! Saya tahu, pemerintah sudah punya political will, sudah punya maksud baik, cuma belum ketemu seni membangun yang pasKaget yang kedua kali saya mendengar bahasa dan pikiran Irwan HidayatSambil membetulkan posisi kacamatanya di atas stage 50 cm itu, Irwan pun makin seriusMenurutnya, kota-kota seperti Surabaya, Semarang, Bandung, Solo, Jogja dan ibu kota provinsi lain harus dibangun yang hebat! Mendekati Jakarta, sebagai lokomotif regional
Infrastruktur dulu yang dikebut, agar mereka bertumbuh menjadi "gula"Di mana ada gula, di situlah dikerubuti semutDi mana ada kemajuan, dari situlah kotanya hidupMakin banyak kota yang bersinar, maka niat untuk urbanisasi "pindah ke Jakarta" semakin kecil
Karena, di kota-kota provinsi itu sudah banyak lapangan pekerjaanMereka menjadi lokomotif, yang menarik gerbong ekonomi regionalSudah, percayalah! Kalau setiap kota itu maju, kelak mudik dari Jakarta itu secara otomatis dan alamiah, akan menurun sampai ke angka 2 jutaanMudik regional naik, seperti dari Jogja ke Magelang, Temanggung, WonosoboDari Solo ke Wonogiri, Sragen, Boyolali, KlatenDari Semarang ke Kendal, Demak, Kudus, Grobogan, PekalonganDari Surabaya ke Malang, Jember, Sidoarjo, Gresik, LamonganJarak mudik itu cukup di bawah 100 kilometer
Tidak seperti sekarang ini, harus melintasi jarak di atas 500 kilometerHarus ditempuh 12-24 jamJumlah manusianya 8-9 jutaWaktunya hanya H-7 sampai H+5Bisa dibayangkan, rumitnya mengatur moving jutaan manusia ituBerapa biaya perjalanannya? Biaya komunikasi? Biaya transportasi? Oke, soal biaya, mungkin tidak menjadi soal, karena PDB masyarakat Indonesia sekarang sudah di atas USD 3.000 per kepala per tahun
Yang menjadi soal, pertumbuhan panjang, lebar dan mutu jalan tidak signifikanTidak imbangPertambahan rel kereta api juga tidak mampu menampung kendaraan yang makin sesakArus lalin pun, semakin lemotMasa tempuh makin bikin stresAntara solusi dan masalah seolah susul menyusul, salip menyalipUjungnya sama, dari tahun ke tahun yang gitu-gitu ajaProblem yang di situ-situ sajaNggak jauh-jauhSiapapun pemerintahannya, tidak ada yang signifikan
Hmm.Masuk logika juga! Sofyan Hidayat menambahkan, contoh paling kasat mata, bisa dilihat, bisa dipelajari, bisa ditiru adalah TiongkokKota Guilin, Provinsi Guangxi misalnya, dibangun hebat oleh pemerintah Tiongkok, sebelumnya sudah membesarkan Guangzhou, Shenzhen dan MacaoDampaknya? Yang semula orang Hongkong ketakutan akan diserbu oleh urban-urban dari China Daratan, ---karena Hongkong terlalu maju, sejak berada di bawah koloni Inggris---, itu sama sekali tidak terjadi
Mereka tak lagi tergiur oleh pencakar langit Hongkong, untuk melihat kemajuan, mencari pekerjaan, dan membangun bisnisDi tiga kota di dekat Hongkong itu juga sama hebatnyaSama opportunity-nya
Tiongkok membangun 24 kota sama hebatnya, dalam kurun waktu bersamaan, sesuai karakter dan keunggulan geografisnyaAda yang di daratan, ada yang di pesisir pantaiDengan perencanaan hebat, dan keinginan keras untuk memajukan daerah, setelah 20 tahun, Beijing pun aman dari problem perkotaan bernama urbanisasiMengapa kita menutup mata dari sukses Tiongkok? Bukankah ada perintah Nabi, "Tuntutlah Ilmu meskipun sampai ke Negeri China."
Betul juga, pikir sayaPesan Gubernur DKI Fauzy Bowo agar pemudik jangan kembali ke Jakarta, jangan bawa saudara ke Jakarta tanpa pekerjaan jelas, itu sia-sia sajaKarena Jakarta ’’terlalu manis’’ untuk menjadi sasaran urbanisasi
Darimana gate menuju ke model Tiongkok? Dua orang kakak beradik (Irwan dan Sofyan Hidayat) itu serempak menyebut: "Infrastruktur!" Seperti sedang berebut jawaban dalam Cerdas Cermat sajaTanpa aba-aba, tanpa direkayasa, pendapat mereka sama! Biasanya, kalau dua saudara ini sudah sekata, seide, bisnis apapun jadiInfrastruktur jalan, jembatan, penataan kota, itulah yang harus diprioritaskan
Bahkan, sedikit lebih ekstrem lagi, jika perlu dana pendidikan yang 20 persen dari APBN itu dikurangi 1-2 persen untuk infrastruktur! Mengalah dikit dong, untuk percepatan pembangunan daerahPendidikan kan tidak berada di ruang hampa? Pendidikan bagus sekali, tetapi berada di lingkungan yang tidak bagus, hasilnya juga tidak akan bagus1-2 persen itu untuk memberi lahan bagi tenaga terdidik untuk menerapkan ilmunya
Problem infrastruktur selama ini adalah soal pembebasan lahanPemerintah selalu kalah keras mematok dari spekulan tanahSetiap ada plan pembangunan infrastruktur, selalu "disabotase" dan disandera dengan biaya pembebasan lahan
Bagaimana caranya? "Naikkan 10x dari harga NJOP! (Baca: Nilai Jual Objek Pajak)Jangan cuma menaikkan 1-2 kali dari harga NJOPPemerintah juga harus fair, pemilik tanah juga jangan menang-menanganKan sama-sama untuk membangun negeriUntuk kepentingan negara," ungkap Irwan.
Mengapa 10x harga? Lagi-lagi Irwan menyebut, diperkirakan setelah 5 tahun, nilai ekonomis tanah itu sudah bisa naik, maksimal 10 kaliBagaimana mengatasi spekulan tanah? "Ah, kalau sudah teknis, itu urusan pemerintahlah! Aku nggak ngertiItu soal seni pemimpin membuat aturan lain yang baikDari sinilah seorang pemimpin itu dinilai," ucapnya
Jadi soal mudik gimana? Apakah statemen di atas tadi adalah firasat bahwa tahun depan sudah tidak bikin mudik gratis lagi? Oo… tidak, tidakSelama tradisi ini masih hidup, sepanjang hayat di kandung badan, Sido Muncul tetap akan munculIni tradisi silaturahmi yang baik dan harus dilestarikanJadi, Sido Mudik kan? "Iya, bersama Sido Muncul!" (*)
Don Kardono
Pimred dan Direktur INDOPOS
BACA ARTIKEL LAINNYA... Delapan Alasan Menerobos Tirai Bambu
Redaktur : Tim Redaksi