Sawit Tak Berdaya Saing di Pakistan

Jumat, 17 Juni 2011 – 03:03 WIB

JAKARTA - Peluang sawit untuk masuk ke pasar Pakistan makin kecil pasca penghentian perundingan kerja sama perdagangan untuk produk tertentu atau Preferential Trade Agreement (PTA) dengan PakistanKendati demikian, pemerintah meyakini peluang komoditas sawit di pasar internasional masih besar

BACA JUGA: 24 Ribu Rumah di Daerah Bakal Dibantu APBN



Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar menilai penghentian PTA dengan Pakistan tidak akan mempengaruhi perdagangan sawit secara global
"Malah justru, pasar yang sifatnya membatasi diri tersebut akhirnya malah tidak mendapatkan akses terhadap pasokan yang paling kompetitif (harganya)

BACA JUGA: Bapepam-LK Diminta Konsultasi ke MK

Kita tidak perlu khawatir, karena peluang pasar global masih besar seperti dengan India," kata dia Kamis (16/6).

Seperti telah diketahui, produk sawit di pasar pakistan tidak berdaya saing dibandingkan dengan Malaysia
Pasalnya, Malaysia telah memiliki perjanjian dengan Pakistan sehingga bea masuk untuk komoditas sawit terbilang rendah

BACA JUGA: Viva Ramaikan Lantai Bursa

Sementara dari hasil perundingan PTA terakhir, Pakistan tetap memberlakukan bea masuk yang tinggi untuk komoditas sawit indonesia.

"Karena dari pihak Pakistan memang tidak mau menyepakati permintaan kitaPadahal, sebenarnya negosiasi ini seharusnya memiliki timbal balik," tandas MahendraOleh sebab itu, pemerintah memutuskan untuk menghentikan perundingan sampai pihak pakistan menyepakati permintaan yang diajukan indonesia.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Fadhil Hasan meminta pemerintah untuk menuntaskan perundingan dengan PakistanAlasannya, ketiadaan PTA dapat merugikan importer Pakistan"Ditambah, produk kita yang tidak kompetitif karena perbedaan harga yang besarPraktis, pasar kita tergerus oleh Malaysia," katanya.

Dikatakan, pasar pakistan memang tidak terlalu besarAkan tetapi, pengiriman komoditas sawit ke negara tersebut pernah menghasilkan penjualan yang cukup besar pada 2007 lalu dengan nilai USD 860 jutaKarena itu, kalau peluang tersebut bisa direbut kembali memungkinkan bagi Indonesia untuk mencapai nilai ekspor yang lebih besar lagi ke Pakistan

Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan International (KPI) Kementerian Perdagangan (Kemdag), Gusmardi Bustami, mengatakan dalam perundingan terakhir pihaknya sudah memberikan penawaran penurunan bea masuk jeruk kino sebesar 0 persenSelain itu, berdasar additional request ada sejumlah 61 mata tarif, pihaknya sudah menyepakati penurunan 32 mata tarifDitambah, lima mata tarif sehingga total terdapat 37 mata tarif atau sekitar 70 persen dari total permintaan

"Kemudian deeper cut dari 43 mata tarif, kita berikan 27Total permintaan deeper cut sudah mencapai 70-75 persenKemudian kita minta disamping 0 persen, dari 32 mata tarif kita mendrop kira-kira 15 mata tarif, kita hanya 17 antara lain kertas 8 mata tarif, sorbitol 5 mata tarif dan keramik 5 mata tarifMalah waktu berunding memberikan fleksibilitas menjadi 10  mata tarif, yakni kertas 5 mata tarif, sorbitol 2 mata tarif dan keramik 3 mata tarif," ucap dia(res)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kelangkaan BBM Karena Penyelewengan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler