SBY Diminta Hati-hati ke Kincir Angin

Selain Demisioner, Belanda Bantai 40 Ribu Warga Sulsel

Jumat, 08 Oktober 2010 – 16:52 WIB
JAKARTA - Peneliti sejarah dari Lembaga Ilmu Pegetahuan Indonesia (LIPI) Hasvi Warman Adam, menyarankan agar kunjungan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Belanda juga mempertimbangkan posisi dan legitimasi pemerintahan Belanda yang demisionerSelain itu, Belanda juga pernah melakukan pembunuhan massal terhadap 40 ribu warga negara Indonesia di Sulawesi Selatan.

"Dari aspek legalitas, pemerintahan berkuasa sekarang berada dalam posisi demisioner karena pemilu usai digelar Juni lalu dan hingga kini kabinet belum terbentuk," tegas Hasvi Warman Adam, di press room DPR, Nusantara III, Jakarta, Jumat (8/10).

Dalam posisi kabinet demisioner itu, lanjutnya, jelas berbagai pembicaraan dan keputusan dengan pemerintah demisioner tidak bisa secara otomatis jadi agenda pemerintahan mendatang karena Pemerintah RI bersepakat dengan pemerintahan demisioner

BACA JUGA: Kejagung Takut Panggil SBY?

"Fakta legitimasi pemerintahan Belanda sekarang itu hendaknya dari awal-awal diberi tahu KBRI kepada pemerintahan Indonesia," kata Hasvi.

Demikian juga halnya dengan agenda kunjungan kerja kepala negara ke Belanda jelas tidak ada yang substansi karena Presiden SBY disebut-sebut akan menerima penghargaan dari Ratu Beatrix dan pengakuan pemerintah Belanda terhadap hari Kemerdekaan RI.

"Itu, soal hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 telah lama dan bahkan hingga kini memang tidak diakui Belanda karena Belanda berketetapan hari kemerdekaan RI itu jatuh pada 27 Desember 1949
Lalu untuk apa hal itu harus dibicarakan lagi karena substansinya memang sudah berbeda?," tanya Hasvi.

Menurut Hasvi, biarkanlah perbedaan itu ada dan tidak perlu dipersamakan karena terlalu beresiko tinggi bagi negara Belanda

BACA JUGA: Bibit-Chandra Serahkan Nasib ke Kejaksaan

"Mustahil Belanda mau mengakui kemerdekaan RI itu pada 17 Agustus 1945 karena pengakuan itu sekaligus akan menjadikan negara Belanda sebagai negara agresor karena setelah tahun 1945 ternyata Belanda melakukan agresi sebanyak dua kali dan melakukan pembunuhan massal terhadap 40 ribu warga negara Indonesia di Sulawesi Selatan," ungkap Hasvi.

Ditempat yang sama, Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Ahmad Muzani justru berbeda pandang dengan sejarahwan Hasvi Warman Adam
Menurut Muzani, kalau benar Belanda akan memberikan pengakuan terhadap hari kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 itu sangat penting karena pengakuan tersebut menyangkut harkat dan martabat bangsa di mata dunia.

"Hingga kini, satu-satunya negara di Eropa yang belum mengakui kemerdekaan RI itu jatuh pada 17 Agustus 1945 adalah Belanda," kata Ahmad Muzani.

Dengan pengakuan tersebut, berarti tindakan Belanda yang telah membunuh 40 ribu warga Indonesia di sulawesi Selatan setelah Indonesia merdeka dengan sendirinya menjadi tindakan biadab dan Indonesia justru bisa menuntut balik melalui pengadilan internasional tentang kebiadaban Belanda dimasa lalu itu.

"Dalam perspektif itu, saya justru mendesak pemerintah Indonesia agar menyelesaikan penetapan hari kemerdekaan tersebut kepada pemerintah Belanda

BACA JUGA: Kapolri: Tumpas RMS, Harga Mati

Sebab hingga kini memang tidak ada upaya sungguh-sungguh dari Indonesia untuk menyelesaikannya," tegas Ahmad Muzani.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggodo Menang Lagi Lawan Bibit-Chandra


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler