jpnn.com - JAKARTA - Klaim Presiden SBY tentang tingginya pertumbuhan kelas menengah di Indonesia perlu diapresiasi. Tetapi, perlu diingat juga bahwa pertumbuhan kelas menengah itu bukan fakta yang ideal untuk menjawab atau mengilustrasikan perkembangan kualitas kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
"Data statistik menyebut sekitar 28 juta rakyat masih terperangkap kemiskinan, sementara kesenjangan sosial makin melebar," kata anggota Komisi III DPR yang jyga Wakil Bendahara Umum Golkar, Bambang Soesayto, beberapa saat lalu (Sabtu, 16/8).
BACA JUGA: Tim Prabowo Klaim DPKTb Pengaruhi Keabsahan 20 Juta Suara
Artinya, dalam konteks mewujudkan kesejahteraan umum, lanjut Bambang, beban pekerjaan bangsa ini masih sangat berat. Karena itu, klaim SBY dalam pidato kenegaraan menyambut HUT ke-69 RI pada sidang DPR - DPD, Jumat kemarin (15/8) itu jangan sampai ditafsir atau diasumsikan sebagai meningkatnya kualitas kesejahteraan seluruh rakyat.
Apalagi, lanjut Bambang, sebagian kelas menengah perkotaan membiayai beberapa kebutuhannya dengan mengandalkan kredit dari lembaga pembiayaan. Dalam forum itu, SBY seharusnya mengedepankan fakta tentang kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, bukan hanya memotret kelas menengah.
Selain faktor kesejahteraan umum, masih kata Bambang, SBY juga gagal mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Faktanya, banyak pejabat negara tersandung kasus korupsi dan ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BACA JUGA: Rumah Transisi Jokowi Berpotensi Jadi Rumah Hantu?
"Pada periode 2004-2012, ia telah menandatangani 176 izin pemeriksaan bagi kepala daerah dan pejabat yang dicurigai berbuat korupsi dan tindak pidana lainnya. Dan, periode 2004-2014, 277 pejabat negara di pusat ataupun daerah, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif, dijerat KPK karena terlibat kasus korupsi," pungkas Bambang. (ysa/rmo/jpnn)
BACA JUGA: Senin, DPR Evaluasi Kinerja KPU dan Bawaslu
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tim Jokowi Ungkap Inkonsistensi Prabowo Soal DPKTb
Redaktur : Tim Redaksi