SBY Soroti Besarnya Impor BBM

Jumat, 13 Februari 2009 – 09:19 WIB
KUNJUNGI PERTAMINA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Kamis (12/2) siang memberi keterangan pers usai berkunjung ke kantor pusat PT Pertamina di Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta. Presiden disambut oleh Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan dan Komisari Utama Pertamina Sutanto. Foto: ABROR RIZKI/RUMGAPRES
JAKARTA - Sektor energi mendapat perhatian khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)Setelah Selasa lalu (10/2) SBY mengunjungi PLN, kemarin giliran Pertamina

BACA JUGA: Kesepakatan Batas Laut Diteken di Geladak Kapal

Dalam kesempatan tersebut, SBY menyoroti besarnya impor BBM oleh BUMN migas itu.
    
Menurut SBY, dengan produksi saat ini, akan jauh lebih baik dan lebih efisien jika minyak tersebut diolah di kilang dalam negeri untuk dijadikan BBM, dibandingkan jika Pertamina harus mengimpor BBM
"Karena itu, tadi saya berikan direction (arahan) mengingat masih besarnya impor BBM," ujarnya di Kantor Pertamina, Kamis (12/2).
    
Manajemen Pertamina, lanjut SBY, sudah menyatakan akan membangun sejumlah kilang yang akan memakan waktu antara tiga hingga lima tahun

BACA JUGA: Wiranto Balik Ingatkan Purnawirawan Birokrat

"Ini mesti dirampungkan," katanya.
    
Terkait margin keuntungan bisnis kilang yang tidak terlalu besar, SBY mengatakan perlu diberikan insentif, baik fiskal maupun proteksi atas produk yang dihasilkan
"Karena itu, untuk membangun kilang, dividen yang harus disetor Pertamina juga akan berkurang," ucapnya.
    
Terkait pengembangan kilang tersebut, SBY minta agar departemen-departemen terkait segera membahas secara konklusif

BACA JUGA: Anggaran BBM Cekak, KRI Terancam Mangkrak

"Agar time line (jadwal, Red) untuk pembangunan kilang ini bisa dirumuskan dan kita bisa memproduksi BBM lebih banyak lagi, sehingga lebih efisien daripada kita memiliki impor tinggi," jelasnya.
    
Dimintai komentarnya, Direktur Pengolahan PT Pertamina Rukmi Hadihartini mengatakan, saat ini Pertamina memang tengah merencanakan pembangunan tiga kilang pengolahan"Itu di Banten, Tuban, dan top up Balongan," ujarnya.
    
Proyek terdekat yang perencanaan proyeknya selesia bulan ini adalah Kilang di Bojanegara yang dikenal dengan proyek Banten Refinery Bay.
Proyek kerjasama dengan BUMN migas Iran NIORDC tersebut pada tahap awal akan dibangun dengan kapasitas 150.000 barel per hari (BPH)Kilang ini ditargetkan bisa mulai beroperasi pada 2012"Investasi yang dibutuhkan sekitar USD 3 miliar," tambah Direktur Keuangan PT Pertamina Ferederick S.TSiahaan.
    
Menurut data Pertamina, tahun lalu, dari kebutuhan BBM sebesar 1,21 juta barel per hari (BPH), produksi dalam negeri hanya mampu memasok 830 ribu BPH, sehingga sisa kebutuhannya harus diimpor.
 
Selain kilang, SBY kemarin juga menyinggung soal kesiapan pasokan BBMMenurut dia, stok premium, minyak tanah, solar, dan elpiji dalam status aman"Premium memang ada kekurangan, tapi masih relatif amanSaya minta, stok diamankan, distribusi juga dipersiapkan sebaik-baiknya," ujarnya.
    
Terkait tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG)SBY menyatakan, pemerintah ingin Pertamina menjadi perusahaan yg baik"Good coorporate governance mesti tumbuh di pertamina iniBukan hanya bersih, bebas dari penyimpangan dan korupsiTapi juga capable, responsif, antisipastif, sehingga betul-betul mencerminkan karakter perusahaan migas bertaraf internasional," paparnya.
    
Menurut SBY, GCG barulah sasaran antara, selebihnya, transformasi pertamina harus membuat bisnis Pertamina berkembang"Sehingga kontribusi di bidang ekonomi, atau keinginan pertamina menjadi lokomotif ekonomi nasional bisa terwujud," ujarnya.
    
Sementara itu, Anggota Pansus BBM dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD), Nizar Dahlan mendesak Dirut Pertaminan yang baru segera mengevaluasi keberadaan ISC (Intergrated Supply Chain/konsultan asing yang disewa Pertamina-red)Selain dinilai tak sejalan dengan UU No 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli, keberadaan ISC juga membebani uang negara"Dari informasi yang masuk, biaya sewa konsultan asing USD 15 juta atau setara Rp 140 miliarIni dapat memboroskan (uang negara)," kata Nizar.
    
Nizar menjelaskan, sesuai AD/ART, penetapan direksi Pertamina melalui fit and proper test oleh pemegang sahamSedang keberadaan ISC hanya diangkat oleh Arie Soemarno (Dirut lama)Padahal, kebijakan ISC membawahi Direktur Pengolahan, Direktur Niaga dan Pemasaran"Dari segi struktur perusahaan sudah menyalahi aturan," tukasnya.
    
Selain itu, penunjukan ketua ISC juga melanggar kode etik Pertamina, tata kelola organisasi Pertamina dan perjanjian kerjasama dengan PertaminaMenurut Nizar, masih banyak persoalan yang belum diselesaikan ISC
    
Misalnya, dalam perencanaan, ISC kurang melihat keekonomian operasi kilang sehingga kilang bekerja dalam kapasitas penuh"Akibatnya, margin kilang hingga Januari 2009 lalu menjadi negatif," tuturnya.
    
ISC, kata Nizar, juga harus bertanggung jawab terhadap kasus penumpukan solar dan avturKarena akibat penuhnya tanki solar dan avtur, Pertamina terpaksa menyewa floating storage dengan biaya sebesar USD 900 ribu per bulanIni mengancam kilang berhenti operasi karena kelebihan stok dan akibatnya produksi premium berhenti sehingga terjadi krisis premium secara nasional"Jadi, kelangkaan premium beberapa waktu yang lalu juga akibat kinerja ISC, dan sekarang Dirut Pertamina yang baru harus mengimpor premium supaya tidak langka," tambahnya.
    
Dia menuturkan, akibat kelambatan Pertamina membeli BBM premium tambahan maka stok BBM secara nasional turun hingga angka terendah yakni 13-14 hari stok, padahal mestinya 17 hari stokMenurutnya, dari sisi korporasi, keberadaan ISC juga tidak benar, timbul kesan hanya untuk gagah-gagahan dan untuk foya-foya kelompok tertentu saja"Tugasnya harus segera dikembalikan ke Direktorat Niaga dan Pemasaran Pertamina," jelasnya

BBM Belum Bisa Turun Lagi
Saat konferensi pers di Pertamina, SBY sempat ditanya wartawan soal kemungkinan diturunkannya lagi harga BBM, terkait dengan turunnya harga minyak mentah dunia hingga USD 36 per barelSBY memastikan dalam bulan-bulan ini belum memungkinkan bagi pemerintah untuk menurunkan kembali harga BBM jenis premium dan solar.
    
Menurut SBY, pergerakan harga minyak mentah dunia terus dipantau oleh pemerintahNamun, kata SBY, setiap terjadi penurunan harga minyak mentah dunia, tidak harus diikuti dengan penurunan harga BBM di tanah air"Harga sekarang masih tepat dan kami belum akan melakukan penyesuaian lagi," ujar SBY   
   
Fluktuasi harga minyak mentah dunia, kata SBY belum cukup dijadikan referensi untuk menurunkan harga BBMSebab, harga minyak mentah dunia belum konsisten dan beberapa bulan terakhirSetiap saat bisa naik kembali dan tidak bisa diprediksi.
    
SBY menilai, turunnya harga minyak mentah dunia saat ini akibat gejolak perekonomian di AmerikaSehingga permintaan minyak mentah sementara  masih rendahSelain itu, kata SBY,  tidak baik jika harga BBM berubah setiap minggu
    
Budaya masyarakat Indonesia, kata SBY, belum siap dengan perubahan harga minyak yang sangat fluktuatif"Kalau terlalu cepat menyesuaikan harga, lalu ada eskalasi harga lagi, kultur kita belum siap," kata SBY.
   
Apalagi, kata SBY, pemerintah telah tiga kali menurunkan harga BBM dalam rentag waktu dua bulan"Tapi kami akan terus melihat perkembangan dan melakukan penyesuaian bila sudah tepat saatnya," kata SBY.
   
Dalam kunjungan ke pertamina kemarin, presiden mengajak sejumlah menteri, yakni Seskab Sudi Silalahi, Mensesneg Hatta Rajasa, Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Menteri Perhubungan Jusman Sjafii Jamal, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy  NumberiPresiden diterima Dirut Pertamina Karen Agustiawan dan jajarannya, serta Komisaris Utama Pertamina Sutanto(tom/owi/wir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Tersangka, Bos Harian SIB Diburu Polisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler