"Rencana aksi demo itu tidak akan efektif menekan pemerintah karena tiga hal penting dari aksi demo belum terpenuhi, yakni jaringan, dukungan finansial dan dukungan militer," kata Sukardi Rinakit dalam dikusi bertema “Evaluasi Program 100 hari Kabinet Bidang Politik dan Hukum” di Plaza, Jakarta, Selasa (26/1).
Sama halnya dengan demo 9 Desember 2009 untuk memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia, aksi yang digelar 28 Januari untuk menandakan 100 hari pertama SBY-Boediono pun hanya didukung oleh jaringan yang luas
BACA JUGA: Ada Maling di Dalam ATM
Apalagi, dua elemen penting lainnya, yakni uang dan dukungan militer, sama sekali tidak adaBACA JUGA: Walikota Protes KPK dan BPK
Jaringan memang ada, tetapi itu saja tidak cukupPengamat yang akrab dipanggil dengan nama Cak Kardi itu menambahkan, para pengusaha juga dipastikan tidak mau menyumbang logistik untuk aksi demo 100 hari karena khawatir baka dimanfaatkan pihak lain
BACA JUGA: Pansus Temukan 10 Pelanggaran Bailout
Sukaerdi bahkan menyebut Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa yang juga Menko Perekonomian, serta Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie justru akan mengambil keuntungan dari berbagai demonstrasi“Bagi mereka, kalau menguntungkan Ical dan Hatta buat apa?” ujar Sukardi, sambil menambahkan bahwa sekalipun di kalangan militer banyak yang tidak suka pada gaya kepemimpinan SBY, namun terpaksa harus menerima karena tidak ada alternatif lain.Sukardi juga mengatakan bahwa aksi 100 hari pemerintahan SBY hanya akan diwarnai dengan fenomena ‘dua anak nakal’Pertama, anak nakal non-parlemen dan yang kedua anak nakal parlementer“Anak nakal non parlemen itu diwakili oleh Effendy Ghozali, Fadjroel Rahman, dan Adhie MassardiSedangkan untuk parlemen didominasi politisi Senayan,” tambahnya.
Dia jelaskan pula, motivasi anak nakal tidak berniat sampai pemakzulan karena hanya melakukan kontrol sosial terhadap pemerintahTapi, jika SBY terus responsif, bersikap melodramatik dan tidak memiliki akurasi dalam menyampaikan statement politik, maka anak nakal akan semakin senang.
“Aktivitas anak nakal non-parlementer mungkin akan membentuk identitas ideologi perjuangan, sementara untuk anak nakal parlementer, jika terus terkooptasi, mungkin akan selesai dalam tawar menawar kekuasaan,” lanjut dia.
Sukardi juga menjelaskan fenomena anak nakal ini akan selesai jika keadaan berubah menjadi lebih baik atau jika presiden cuek terhadap mereka“Seperti anak kecil biasa, jika ditanggapi akan semakin nakalTapi jika mereka dicuekin, dengan sendirinya akan biasa,” alasnya.
Dalam kesempatan sama, ahli ilmu hukum tata negara Irmanputra Sidin menilai Presiden SBY terlalu berlebihan dalam merespon isu pemakzulanPadahal, pemakzulan adalah hal biasa dan diatur dalam konstitusi“Pemakzulan adalah hal yang biasaHal ini kan sudah diatur dalam Pasal 7 UUD 1945Jadi jangan berlebih,” lanjutnya.
Irman justru mengingatkan, pemakzulan yang menjadi bagian integral dalam konstitusi memiliki fungsi sebagai alat kontrol agar pemerintah tidak seenaknya dalam menjalankan roda pemerintahan“Tapi yang harus menjadi catatan bahwa 100 hari tidak ada kaitannya dengan pemakzulanJika SBY gagal dalam 100 hari, tidak serta-merta bisa dilengserkanIa hanya bisa dilengserkan jika melanggar hukum, melakukan perbuatan tercela atau jika presiden meninggal,” jelasnya.
Apalagi, hal ihwal pemakzulan atau impeachment, itu diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 UUD 1945Di dalam Pasal 7 dijelaskan tentang prosedur menuju pemakzulanSementara di dalam Pasal 8 diberikan dua paket pilihan, apakah pemakzulan hanya untuk wakil presiden, atau pemakzulan untuk presiden dan wakil presiden(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Enggan Komentari Niat Politik Tersangka Korupsi
Redaktur : Antoni