SDM Jadi Persoalan FTZ di BBK

Sabtu, 14 Maret 2009 – 13:57 WIB

JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Dorodjatun Kunjoro-Jakti memperkirakan realisasi free trade zone (FTZ) di Batam, Bintan dan Karimun tidak akan berlangsung mulusMenurutnya, akan terjadi ketimpangan antara FTZ di Batam disbandingkan dengan di Bintan dan Karimun lantaran faktor kesiapan sumber daya manusia yang duduk di Badan Pengusahaan Kawasan.

Ditemui usai menjadi pembicara pada diskusi yang digelar sebagai rangkaian Kongres I Ikatan Cendekiawan Kepulauan Riau (ICKR) di Jakarta, Sabtu (14/3), Menko Perekonomian di era presiden Megawati Soekarnoputri itu mengatakan, Badan Pengusahaan FTZ Batam relatif jauh lebih siap dibanding Bintan dan Karimun

BACA JUGA: Depdag Dukung BTPN dalam Pembiayaan UKM

“Jadi ada kemungkinan kecepatan pelaksanaan FTZ di BBK tidak akan sama,” ujar Dorodjatun.

Mantan aktifis Malari yang biasa dipanggil dengan nama Djatun ini menambahkan, ketimpangan antara Batam dengan dua wilayah FTZ lainnya di Kepi akan menimbulkan persoalan
“Gap (perbedaan yang jauh) itu saja akan menimbulkan persoalan sendiri

BACA JUGA: Kasus Dumping, Jawa Timur Terbanyak

Bisa jadi di luar Batam merasa kurang diperhatikan karena kurang siap,” ujarnya.

Meski demikian Djatun menilai persoalan itu tidak hanya dihadapi oleh Indonesia
Malaysia dan China juga mengalami hal serupa saat menerapkan zona perdagangan bebas di beberapa wilayahnya

BACA JUGA: Decom Diminta Hentikan Proses Tuduhan Dumping

Berkaca pada pengalaman Malaysia, Djatun yang pernah melakukan studi banding FTZ di Malaysia sekitar 30 tahun silam itu menilai kecepatan perkembangan antar FTZ tidak sama.

“Saya masih ingat Malaysia pada 30 tahun lalu memulai FTZ juga kesulitanKalau melihat Tanjung Pelepas, Johor atau Port Klang, sekarang hasilnya memang sudah bagusTetapi lihat dong awalnyaLearning prosesnya cukup lama,” ulas guru besar ilmu ekonomi di Unversitas Indonesia ini.

Meski demikian Djatun mengakui juga kesuksesan FTZ di Malaysia juga ditunjang oleh kualitas aparat pemda“Sekarang saya senang ngobrol dengan pejabat pemda di Malaysia karena kemampuan tekhnis mereka sudah berubah betul dibanding saat saya ke sana untuk studi banding (30 tahun silam),” ulas Djatun.

Karenanya saat disinggung tentang BPK di BBK yang dominant oleh birokrat, Djatun menilai hal itu merupakan tantangan tersendiriPasalnya, belum tentu kualitasnya memadai“Kalau saya perhatikan, ini persoalan kualitas PemdaSaya kira inilah kesempatan untuk melakukan kerjasama dengan pihak lain seperti universitas untuk menangani free trade yang modern seperti FTZ ini,” cetusnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemitraan Dukung Agribisnis RI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler