Gereja Katolik meminta para pastor yang menerima tunjangan JobKeeper bagi pekerja terdampak COVID-19 di Australia, agar menyumbangkan sebagian uang tersebut kepada pihak gereja. Pastor dan Tunjangan Pekerja: Sebanyak 41 pastor di Keuskupan Parramatta menerima tunjangan JobKeeper untuk pekerja terdampak COVID-19 Tunjangan sebesar $3000 sama dengan dua kali gaji bulanan mereka sebesar $1590 Para pastor Katolik dan petugas keagamaan lainnya dimasukkan sebagai penerima tunjangan JobKeeper pada bulan Mei setelah persyaratan program ini diubah.

 

BACA JUGA: Satu Menteri Melbourne Dipecat dan Dua Mundur, Mengapa Terjadi Begitu Cepat?

Program Investigasi ABC mendapatkan surat yang dikirim pihak gereja kepada para pastornya terkait dengan tunjangan pemerintah tersebut. Surat ini meminta para pastor mengembalikan sebagian uang itu untuk menutupi kurangnya donasi dari jemaah.

Surat yang dikirim untuk para pastor Keuskupan Parramatta di Sydney merekomendasikan sumbangan "antara $500 dan $700 tiap dua minggu" demi "membantu gaji di masa depan dan menyeimbangkan kas" gereja.

BACA JUGA: 80 Persen Anak Australia di Bawah Usia Empat Tahun Sudah Main Internet

"Penutupan gereja dan penghentian misa berdampak besar bukan hanya bagi petugas gereja namum juga bagi pendapatan pastoral," demikian disebutkan dalam surat lainnya.

Tidak jelas apakah surat ini dikirimkan untuk seluruh petugas gereja di keuskupan itu atau hanya untuk para penerima tunjangan JobKeeper.

BACA JUGA: Black Lives Matter Memicu Kesadaran Soal Penindasan Australia terhadap Warga Aborigin

Seorang pegawai senior Gereja Katolik, yang meminta namanya dirahasiakan, menyebut permintaan gereja kepada para pastor itu "tidak bermoral".

"Salah satu prinsip dasar gereja, dan para pastor yang berkomitmen untuk bergabung, yaitu untuk membantu orang miskin," kata pegawai tersebut.

"Bahwa gereja ingin menggunakan dana ini, sementara begitu banyak warga masyarakat tidak mendapatkan JobKeeper atau sedang kesulitan keuangan, sungguh mengejutkan," tambahnya. Keuskupan memanfaatkan JobKeeper secara berbeda

Keuskupan Paramatta yang dihubungi ABC menolak berkomentar dan tidak bersedia menjawab pertanyaan.

Konferensi Uskup Katolik Australia - yang terdiri atas pimpinan Keuskupan Katolik se-Australia - juga tidak menanggapi pertanyaan tentang berapa banyak pastor dan rohaniwan lainnya yang menerima tunjangan JobKeeper.

Keuskupan Agung Sydney mengakui bahwa mereka telah mendaftar untuk mendapatkan tunjangan JobKeeper, namun tidak menjelaskan berapa banyak dari 516 pastornya yang menerima pembayaran.

Mereka juga tidak menjelaskan apakah ada pastornya yang diminta menyumbangkan sebagian tunjangan itu ke gereja. Mereka malah menyatakan, keuskupan tidak menerima "peningkatan pembayaran uang".

"Selisih antara tunjangan dan gaji disalurkan untuk menutupi biaya perumahan dan biaya hidup mereka selama periode tanpa pendapatan saat ini, mengingat tidak adanya koleksi yang dilakukan dan terus berlanjut," katanya.

Pakar hukum ketenagakerjaan Universitas RMIT di Melbourne, Anthony Forsyth, mengatakan aturan JobKeeper melarang pengusaha atau pemberi kerja untuk memotong tunjangan bagi pekerjanya dengan dalih meningkatkan pendapatan. Namun permintaan sumbangan sukarela tidak secara eksplisit dilarang.

"Ini jelas sangat bertentangan dengan tujuan program itu," kata Profesor Forsyth.

"Pengetatan aturan sangat ditunggu-tunggu, bukan hanya untuk para pastor ini, tetapi bagi pekerja pada umumnya," ujarnya.

Ombudsman hubungan ketenagakerjaan Fair Work, yang mengelola aturan program JobKeeper, menyatakan ilegal bagi majikan untuk memaksa pekerjanya untuk menyetor sebagian tunjangan ke majikan. Praktik ini sering juga disebut sebagai "cashback".

Dalam surat yang diperoleh ABC, tidak ada pertanda pihak gereja secara eksplisit memaksa para pastornya untuk memberikan sumbangan dari uang tunjangan pemerintah.

Menteri Perbendaharaan Negara (Treasurer) Josh Frydenberg menolak diwawancarai ABC dan hanya memberi pernyataan, "Bukan pada tempatnya pemerintah mendikte atau mengarahkan rakyat Australia mengenai cara membelanjakan pendapatan mereka." Photo: Keuskupan Parramatta meminta para pastornya agar menyisihkan sebagian tunjangan pekerja yang mereka terima dari pemerintah melalui progam JobKeeper. (Supplied by St Patrick's Cathedral, Parramatta)

 

ABC memastikan sebanyak 41 pastor di Keuskupan Parramatta saat ini menerima tunjangan JobKeeper.

Mereka menerima penghasilan $3.000 sebulan atau hampir dua kali dari gaji bulanan mereka sebesar $1.590.

"Sejumlah pastor menyebut hal ini sebagai rejeki nomplok," kata pegawai senior Gereja Katolik yang tak bersedia disebutkan namanya.

"Mereka sudah mendapatkan perumahan, makanan, dan layanannya yang dibayarkan oleh gereja. Ini $3.000 per bulan murni uang saku," tambahnya.

Pihak Keuskupan mengakui peningkatan pendapatan yang sangat besar ini, akan menciptakan perbedaan penghasilan antara pastor yang mendapatkan JobKeeper dan yang tidak memenuhi syarat.

Tidak jelas mengapa sejumlah pastor di keuskupan itu tidak memenuhi syarat JobKeeper, namun diperkirakan karena program ini hanya bagi warga negara Australia atau penduduk tetap.

"Ini menciptakan sistem penggajian dua tingkat yang selalu menjadi anatema atau kutukan bagi semangat kebersamaan dalam keuskupan," kata surat tersebut.

"Ini tidak fair dan tidak adil, terutama bila mempertimbangkan prinsip penggajian setara yang berlaku," katanya. Keuskupan tadinya mau potong gaji pastor

Awalnya Keuskupan berusaha menyelesaikan perbedaan penghasilan dengan meminta para pastor penerima tunjangan JobKeeper untuk "menyimpan" setengah tunjangannya sebagai "uang muka" dari gaji mereka setelah tunjangan JobKeeper berakhir pada September.

"Petugas gereja yang memenuhi syarat tunjangan JobKeeper akan melepaskan gaji untuk periode Oktober 2020 hingga Maret 2021, setelah menabung dari gaji lebih yang diterima selama periode sebelumnya," kata surat tersebut.

"Ini juga akan memungkinkan menambah cadangan gaji dan pensiun petugas gereja yang akan sangat terkuras pada akhir September," tambahnya.

Namun, keuskupan kemudian mengubah permintaan ini, dengan menyebutnya "tidak dengan tujuan" dari skema JobKeeper.

"JobKeeper dijalankan oleh Pemerintah agar hubungan antara majikan dan pekerjanya dipertahankan. Sebuah program yang tidak memiliki ikatan. Dan pengusaha harus menjalankan integritas dan tujuan program ini," demikian bunyi surat tersebut.

"Berkaca pada niat dari tunjangan JobKeeper," kata surat itu, keuskupan telah mempertimbangkan kembali posisinya mengenai menggajian.

Dalam surat yang sama, keuskupan kemudian meminta para pastor untuk bersedia menyumbangkan sebagian dari tunjangan JobKeeper ke gereja. Lobi Gereja Katolik

Para pastor Katolik, serta para petugas keagamaan lainnya, baru mendapatkan tunjangan JobKeeper setelah ada amandemen aturan pada awal Mei.

Dalam surat kepada para rohaniwan dan umat paroki yang diterbitkan dalam Catholic Weekly bulan lalu, Uskup Agung Sydney, Anthony Fisher, menjelaskan bahwa Keuskupan Aagung terlibat dengan melobi pemerintah untuk melakukan amandemen itu.

"Kami bersyukur bahwa melalui kerja keras staf kami, Pemerintah Federal diminta untuk memperluas tunjangan JobKeeper kepada para petugas gereja dan karyawan di paroki dan Keuskupan Agung," tulis Uskup Agung Fisher.

Dalam pernyataan terpisah kepada ABC, Keuskupan Agung Sydney menulis: "Bersama sejumlah kelompok agama lain, gereja mengusulkan kepada Pemerintah untuk mengatasi hal ini, dan program itu pun diperluas sehingga mencakup para petugas keagamaan."

Menurut Prof Forsyth dari RMIT, tanpa amandemen para pastor dan petugas keagamaan lainnya tidak akan berhak menerima tunjangan karena secara teknis mereka bukan pekerja.

Sejauh ini, lebih dari satu juta pekerja lepas jangka pendek, pegawai universitas dan pekerja migran diketahui tidak berhak menerima tunjangan JobKeeper. Prof Forsyth menyebut wajar bila kelompok pekerja ini kesal pada Pemerintah.

"Saya rasa sangat tidak adil. Kita berbicara soal organisasi yang sangat kaya untuk kasus Gereja Katolik, yang sedemikian rupa sebenarnya bisa membantu petugas-petugasnya," katanya.

Keuskupan Parramatta yang dihubungi ABC menolak berkomentar karena "sangat meragukan kemampuan ABC untuk meliput masalah ini secara adil".

"Seperti yang dikemukakan oleh banyak komentator, ABC memiliki rekor jelas dalam instrumentalisasi berita tentang Gereja Katolik dan menyusunnya dengan cara yang paling kritis dan negatif," katanya.

Simak artikelnya dalam Bahasa Inggris di sini.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Negara dan PR Australia Tidak Boleh ke Luar Negeri Sampai 17 September

Berita Terkait