BACA JUGA: Bangga Bikin Visual Effect Iron Man hingga Transformers
--------------------------------------------------
NUNGKI KARTIKASARI, Depok
--------------------------------------------------
Pagi itu pukul 10.00, suara riuh anak-anak usia sekolah terdengar dari sebuah bangunan yang dibangun sekadarnya: berdinding kayu dan triplek, serta beratap seng
BACA JUGA: Menjadi Pendaki Alpen dengan Kereta Bergerigi
Di bangunan sekadarnya itulah, harapan para anak jalanan untuk tetap bisa sekolah, diwujudkan
BACA JUGA: Dengar Kiai Langitan, Bos Holcim Manggut-Manggut
Mereka yang sekolah di sana, kebanyakan adalah para anak jalanan yang sehari-harinya menggelandang sambil bekerja di sekitar terminal DepokSudah delapan tahun sekolah gratis itu berdiriSang pendiri adalah Nurrochim, pria 39 tahun lulusan pondok pesantren yang kini sedang mengenyam pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Law and Business Manager Jakarta, itu
Rochim (panggilan akrabnya), lebih suka menyebut sekolah gratis yang dia dirikan itu dengan MasterYakni singkatan dari masjid-terminal"Kami mengawali ini semua dari masjid yang ada di terminal Depok," katanyaDiceritakan, pendirian sekolah gratis itu berawal dari keprihatinan Rochim atas nasib para anak jalanan di sekitar terminal Depok yang tak tersentuh pendidikan karena keterbatasan yang ada pada mereka"Waktu kecil, saya sering bermain-main di terminal, stasiun dan pasarAsal main saja, ikut-ikut teman nyari uang," kisahnyaDari tempat itulah, Rochim banyak bergaul dengan para anak jalanan
Tapi nasib Rochim lebih beruntungDia bisa mengenyam pendidikan di lingkungan pesantren, sedangkan para anak jalanan itu tidak"Padahal, banyak dari anak jalanan yang saya kenal saat itu sangat ingin sekolahKarena itu, saya tergerak untuk mendirikan sekolah Master ini," katanya
Pada 28 Juni 2002, Rochim pun mencoba mewujudkan keinginannyaBersama beberapa temannya, dia mendirikan sekolah gratisSaat itu, ada 300 anak jalanan yang ikutKarena belum memiliki gedung sekolah, Rochim diberi ijin menggunakan Masjid Al Muttaqien di kompleks Terminal Depok untuk kegiatan belajar mengajar"Karena tempatnya di masjid terminal, sekolah ini kami singkat master," katanyaUntuk tahap awal, kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan tiga kali seminggu
Empat tahun kemudian, jumlah murid di sekolah master terus bertambahDio satu sisi, perjuangan serta ketelatenan Rochim dan teman-temannya, membuat para warga yang tinggal di sekitar terminal berempatiRochim kemudian mendapat wakaf tanah dari sejumlah warga yang tinggal di belakang masjidWakaf tanah itu lah yang kelak dijadikan Rochim untuk mendirikan bangunan sekolah master-nya"Untuk tambahan kami terpaksa membelinya sedikit biar muat untuk semua siswa," terang suami dari Elvira Wati, 35, itu
Sedikit demi sedikit, Rochim dan teman-temannya mulai membangun sekolah di atas tanah wakaf tersebutKarena dana yang sangat terbatas, Rochim membangun sekolah itu semampunyaJadinya, ya bangunan semi permanen tadi
Kini, di atas lahan 1.500 meter persegi itu, sudah berdiri 10 kelasRata-rata setiap kelas berukuran 5 x 5 meterKelas-kelas itu tak ada kursi, juga tak ada bangkuJadi, proses belajar-mengajar dilakukan secara lesehanBahkan, tak ada pintunya
Juga ada tiga ruangan untuk guruMasing-masing berukuran sekitar 3 x 4 meter, diperuntukkan untuk guru SD, SMP dan SMADi ruangan guru ini, juga tak ada inventaris apa pun, kecuali tumpukan kertas.
Meski dibangun sekadarnya, Rochim juga membuat beberapa ruangan untuk kegiatan ekstrakulikulerMisalnya, ada ruangan untuk belajar sablon dan satu ruangan lainnya untuk belajar melukis"Supaya mereka punya keterampilan," kata RochimDia juga membangun satu ruangan di bawah tanah, untuk studio musik, meski dengan peralatan musik yang sangat terbatas
Terbatasnya ruangan kelas, membuat pihak sekolah membagi waktu belajarSiswa TK, SD, dan SMP diberikan kesempatan untuk belajar pada pagi mulai pukul 07.00 hingga 12.00Sedangkan siangnya, pukul 12.30 hingga 17.30 untuk para siswa SMA
Saat malam tiba, Rochim menceritakan, ruang-ruang kelas itu kerap berubah fungsi menjadi tempat tidurBanyak di antara siswanya yang memilih bermalam di ruang-ruang kelas"Ada asrama sih, tapi kalau sudah penuh mereka terpaksa tidur di kelas," tandasnyaSebab, asrama yang disiapkan hanya berukuran sekitar 6 x 6 meter
Rochim mengatakan, berbagai kendala diakui memang kerap ditemui selama mengelola sekolah masterBagi dia, mudah untuk mengajak anak-anak jalanan ke sekolahJustru yang sulit itu, katanya, menyesuaikan jam belajar siswa dengan waktu kerja mereka"Kalau pagi masih banyak yang turun ke jalan," ujarnya.
Tidak cukup itu, pria kelahiran Tegal ini mengaku kesulitan mengelola biaya operasional sekolahApalagi, selama delapan tahun master berdiri, tak ada sepeser pun bantuan dari pemerintahUntuk biaya operasional sekolah, Rochim mengandalkan dari para donatur
Hingga kini, sekolah master itu menampung sedikitnya 700 orangDengan jumlah siswa sebanyak itu, kata Rochim, setiap bulan sedikitnya menghabiskan Rp 70 juta"Donatur tetap kami hanya mampu memenuhi 10 persennya saja," terang Rochim.
Sisanya, dia berupaya untuk memenuhinya dengan meningkatkan program yang digalakkan oleh yayasanMisalnya dengan meningkatkan pengelolaan koperasi dan pesanan sablon"Ada saja uangnyaDi putar-putar asal halal," ujarnya.
Sekretaris pengelola sekolah Toni Zulhendra menambahkan, gali lubang tutup lubang sudah sangat biasa dalam mengelola keuangan sekolahTerutama saat awal bulanDimana pihak sekolah wajib membayar tagihan listrik dan air"Memang rezeki itu ada saja, tapi kalau lagi seret ya seret sekali," tegas.
Toni menceritakan, dua tahun silam tagihan listrik sempat nunggak hingga tujuh bulan"Kami sudah diancam akan diputus jaringan," curhatnyaPihak yayasan mengajukan permohonan perpanjangan waktu pelunasan"Alhamdulilah lunas, enggak jadi diputus," tambahnya.
Tiap bulan pula, kata Toni, yayasan harus belanja membeli spidol dan alat tulis lain untuk mendukung proses pembelajaran"Kalau tidak ada dana ya tidak belanja dulu, ditahan sampai nanti ada bantuan lagi," ucap pria asal Padang, Sumatera Barat itu.
Beruntung, semua guru yang mengajar di sekolah master itu tak ada yang dibayarHingga saat ini, sekolah tersebut punya 41 guru tetapKebanyakan (sekitar 70 persen) adalah lulusan SMASedangkan, guru bantu jumlahnya lebih banyak, hingga mencapai 200 orangTapi, mereka ini mengajar pada saat-saat tertentu, tergantung kesediaannya
Toni menegaskan, sistem pendidikan yang berlaku di Sekolah Master adalah Standar Pendidikan NasionalSekolah terbuka mereka menginduk pada SMPN 10 Sawangan Depok, dan SMAN 5 Sawangan DepokTingkat SD ikut dalam program kelompok belajar paket A tanpa sekolah induk"Kami juga buka Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) saat malam," terangnya.
Kondisi sekolah yang serba apa adanya bukan halangan untuk bersaing menuai prestasiDua siswanya tercatat pernah menorehkan penghargaan tingkat nasionalDua alumnus sekolah tersebut pernah berhasil meraih emas pada Olimpiade Matematika dan IPA tingkat nasionalRaka Novian,17, mendapatkan medali emas dan Maya Ratnawati,16, meraih medali perak. (kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Analisis Sidik Jari, Cara Lain Mengetahui Kecerdasan dan Kepribadian
Redaktur : Tim Redaksi