Sektor Pertambangan Kena Royalti Progresif

Sabtu, 02 Desember 2017 – 08:32 WIB
Ilustrasi pertambangan. Foto: Jawa Pos.Com/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan royalti sektor pertambangan mineral secara progresif.

Sebab, harga sejumlah komoditas pertambangan seperti emas, tembaga, perak, dan maupun batu bara mengalami kenaikan.

BACA JUGA: Danamon Tak Ingin Buru-Buru Lirik Pertambangan

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Susigit menyatakan, pemerintah telah menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dalam draf revisi tersebut tercantum adanya kenaikan royalti progresif untuk sektor pertambangan.

BACA JUGA: Holding BUMN Pertambangan Rampung November

’’Tetapi, memang harus dikoordinasikan ke Menko Bidang Perekonomian,’’ ujar Bambang, Jumat (1/12).

Penetapan royalti progresif itu berpotensi meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

BACA JUGA: Pertambangan Minerba Masih Terhambat Perizinan

’’Setiap ada kenaikan harga sekian, royalti akan naik 0,25 persen,’’ kata Bambang.

Dia mencontohkan, tarif progresif diberlakukan bila harga mencapai USD 1.300 per ons troi untuk royalti emas.

Jika mengacu PP Nomor 9 Tahun 2012, tarif royaltinya tetap 3,75 persen.

Namun, dengan skema tarif progresif, royalti emas di harga tersebut bakal mencapai empat persen. Sebab, ada tambahan tarif royalti progresif 0,25 persen.

Ketika harga emas kembali naik dari USD 1.300 per ons troi menjadi USD 1.400 per ons troi, diterapkan kenaikan tarif progresif lagi 0,25 persen.

’’Kenaikan royalti dikenakan setiap kali ada kenaikan USD 100 per ons troi maka akan kena 0,25 persen,’’ jelasnya.

Menurut Bambang, kenaikan harga mineral dan batu bara belum tentu diikuti melonjaknya ongkos produksi.

’’Karena itu, pemerintah ingin keuntungan lebih tinggi yang diperoleh perusahaan juga dirasakan negara. Saat ini diusulkan lantaran fluktuasi harganya dinilai paling tinggi,’’ ungkap Bambang.

Berdasar data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PNBP dari sektor pertambangan hingga pertengahan November mencapai Rp 35 triliun.

Angka tersebut lebih tinggi daripada target capaian PNBP tahun ini Rp 32,4 triliun.

Jumlah PNBP itu didominasi penerimaan royalti Rp 19,8 triliun atau 56,6 persen. Kemudian, penjualan hasil tambang Rp 14,7 triliun dan iuran tetap Rp 500 miliar.

’’Saat ini kami masih menghitung potensi kenaikan penerimaan negara dari royalti pertambangan jika aturan itu diterapkan,’’ tutur Bambang.

Ketua Indonesian Mining Association (IMA) Ido Hutabarat menuturkan, peraturan tersebut dinilai tidak menguntungkan pelaku industri pertambangan.

’’Peraturan itu tidak adil. Pemerintah menaikkan tarif royalti progresif saat terjadi kenaikan harga tambang. Tetapi, saat harga turun, tidak ada penurunan tarif royalti maupun insentif bagi pelaku usaha pertambangan,’’ paparnya.

Ido meminta pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif maupun penurunan tarif saat harga komoditas tambang mengalami penurunan.

Dengan begitu, perusahaan tambang bisa terus bertahan. (vir/c14/fal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 8 Bulan, Sektor Tambang Sumbang Rp 949 Miliar


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler