Vietnam mengatakan berencana untuk melakukan tes virus korona untuk semua 9 juta orang di Ho Chi Minh, kota terbesarnya.

Vietnam juga telah memberlakukan lebih banyak pembatasan aktivitas bagi warga di kota tersebut untuk menangani wabah COVID-19 yang terus berkembang.

BACA JUGA: Kebijakan Tiga Anak Diperkenalkan di Tiongkok Untuk Mengurangi Masalah Populasi yang Menua

Pemerintah Vietnam mengumumkan warga di kota Ho Chi Minh hanya diizinkan meninggalkan rumah untuk kegiatan yang diperlukan, sementara pertemuan lebih dari 10 orang dilarang selama dua minggu ke depan.

Sebelumnya, kota Ho Chi Minh, yang juga pusat ekonomi Vietnam, menutup bisnis yang dianggap tidak vital pada Kamis lalu, ketika jumlah kasus penularan mulai meningkat.

BACA JUGA: Banyak Warga Australia Percaya Rasisme Masih Hidup, Sebagian Besar Non-Kulit Putih Pernah Merasakan Langsung

Surat kabar milik negara, 'Vietnam News' melaporkan pemerintah kota berencana untuk melakukan tes COVID-19 seluruh warganya degan kapasitas tes yang ditingkatkan sampai 100.000 sampel sehari.

Surat kabar itu juga mengatakan polisi telah melakukan tindakan hukum pada hari Minggu kemarin, terhadap pasangan yang memimpin misi gereja Protestan karena "menyebarkan penyakit menular berbahaya," sambil mengutip adanya protokol kesehatan buruk yang diterapkan di gereja tersebut.

BACA JUGA: Mahasiswa Internasional Tidak Adanya Kepastian dari Pemerintah Australia

Setidaknya 145 kasus infeksi virus corona telah dilaporkan terkait dengan Revival Ekklesia Mission, sebuah sekte Protestan.

Sementara itu kawasan Go Vap, di mana gereja itu terletak, telah mengalami 'lockdown'.

Sejak itu Vietnam sudah melarang semua acara keagamaan di seluruh negara.

Sejak akhir April 2021 lonjakan COVID-19 telah menyebar ke 31 kotamadya dan propinsi di Vietnam dengan lebih dari 4.000 kasus, hampir dua kali lipat dari jumlah total yang dilaporkan di Vietnam sejak awal pandemi.

Baru-baru ini, beberapa pasien di Vietnam tertular dengan varian virus hibrida yang pertama kali ditemukan di India dan di Inggris, kata menteri kesehatan pada hari Sabtu.

Menteri Kesehatan Nguyen Thanh Long mengatakan jenis baru virus corona itu bisa menyebar dengan lebih mudah dan menjadi penyebab lonjakan kasus di Vietnam baru-baru ini.

Virus-virus tersebut sering mengalami perubahan genetik saat berkembang biak, dan varian baru virus corona sudah terlihat sejak pertama kali terdeteksi di Tiongkok pada akhir 2019.

Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, mengkategorikan varian Inggris dan India, bersama dengan dua lainnya yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dan Brasil, sebagai "varian yang mengkhawatirkan" karena lebih mudah menular.

Vietnam telah memvaksinasi 1 juta warganya dengan vaksin AstraZeneca.

Vietnam juga sudah membuat kesepakatan dengan Pfizer untuk 30 juta dosis yang akan dikirimkan pada akhir tahun ini.

Kini negosiasi dengan Moderna sedang dilakukan, agar mendapatkan jumlah dosis yang dibutuhkan untuk memvaksinasi secara penuh 80 persen dari 96 juta penduduknya.

Artikel ini diproduksi oleh Mariah Papadopoulos dari laporannya dalam bahasa Inggris

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wabah COVID-19 di Melbourne Belum Mencapai Puncaknya

Berita Terkait